Musium

Beberapa hari telah berlalu dengan cepat, Event yang di buat Revano semakin dekat. Karyawan di perusahaannya juga semakin sibuk termasuk Paula yang kini sudah mulai nyaman dan paham akan kerjaannya.

Dari kejauhan Dika masih selalu memantau nya, ia kini tengah duduk di sebuah kafe yang ada di sebrang perusahaan Revano. Tiba-tiba ponselnya berbunyi itu adalah telpon dari ayahnya Paula, Dika bergegas mengangkatnya, "Halo ada apa Tuan?"

"Bagaimana kabar anak saya?" tanyanya.

"Baik Tuan, tenang saja Tuan tidak perlu khawatir Nona Paula bisa melakukan pekerjaannya dengan baik. Nona Paula juga terlihat sangat bahagia, saya akan kirimkan beberapa foto nona Paula pada Tuan."

"Baik, saya senang mendengarnya. Kini saya lebih tenang melepasnya, mungkin memang sudah waktunya dia merasakan itu semua."

"Iya Tuan."

"Ya sudah saya matikan lagi telponnya, pokoknya jika terjadi sesuatu pada anak saya segera laporkan pada saya."

"Baik Tuan."

Ayahnya Paula langsung mematikan sambungan telponnya, setelah itu Dika segera mengirim foto Paula yang sedang bekerja. Senyuman bahagia jelas terpancar dari wajah Paula, senyuman yang telah lama hilang.

Sementara itu di dalam Paula tengah bersiap untuk datang ke tempat eventnya bersama karyawan lain, ia akan mengecek bagaimana dekorasi di sana, mereka pergi menggunakan mobil perusahaan yang di bawa oleh Niko.

Revano dan Niki juga ke sana dengan mobil yang terpisah, Acara nanti juga akan di satukan dengan acara pembukaan Musium perusahaan. Revano mencoba membuka Musium, sebenarnya Musium itu telah lama di bangun Revano hanya saja Revano tidak menyelesaikannya baru kali ini ia menyelesaikan Musium tersebut.

Paula telah sampai di tempat acara, mereka keluar dari mobil dan mulai berkeliling memastikan semuanya sudah beres sebab waktunya hanya tinggal beberapa hari lagi.

"Jadi ini Musium baru nya?" tanya Paula di depan pintu Musium.

"Iya, di dalem banyak patung dan lukisan dari Seniman ternama dunia," balas Ira.

"Wah boleh juga, apa boleh masuk?" Paula tampak bersemangat ingin melihatnya, karena ia sebenarnya juga penyuka lukisan. Di rumahnya bahkan ada beberapa lukisan mahal juga yang ayahnya berikan.

"Oke tapi aku tinggal ke sana dulu yah, gak papah kan sendirian juga?" tanya Ira.

"Oke tenang aja aku berani kok," Paula segera masuk ke musium itu untuk melihat-lihat.

Sementara itu Revano hendak masuk ke musium itu, "Kau pergi saja atur yang lain saya akan masuk ke sana sendirian," ujarnya pada Niki.

"Baik Tuan," Niki awalnya ingin sekali berduaan dengan Revano hanya saja Revano malah menyuruhnya pergi jadi mau tak mau ia harus pergi.

Revano masuk ke sana ia tak sengaja melihat Paula sedang memandangi sebuah lukisan di pojok kanan dengan mata berbinar.

Revano menghampiri Paula lalu berdiri di sebelahnya, "Memangnya kau tau apa tentang lukisan ini?" tanya Revano.

Paula segera menatap Revano, "Enggak, bagus aja lukisannya," jawabnya sambil tersenyum ke arah Revano.

"Ini lukisan pertama yang saya beli saat saya baru pertama mendapatkan masa kejayaan saya."

Tiba-tiba lampu ruangan di sana padam dan saat Revano berusaha membuka pintu keluar namun sayangnya pintu itu malah macet dan tidak dapat di buka. Sementara Paula terlihat panik dan ketakutan, Revano menyalakan ponselnya untuk menerangi Paula.

"Kau kenapa?" Revano kebingungan.

"Saya-saya," Paula tampak tak bisa menjelaskan mengapa dirinya sepanik ini.

Revano segera menenangkan Paula dengan memeluknya dari yang ia tau kalau orang sedang ketakutan harus di peluk.

"Tenang saja ada saya di sini," ucap Revano sembari mengelus pundak Paula dengan perlahan.

Revano juga menelpon orangnya untuk segera membukakan pintu dari luar.

"Saya minta maaf-" ucapan Paula di potong Revano.

"Sudah sekarang tenangkan saja dirimu dahulu."

Ternyata Paula punya trauma akan kegelapan, setelah cukup lama Paula agak tenang entah mengapa berada di samping Revano ia merasa tenang.

Pintu mulai di buka saat pintu itu terbuka Niki juga berada di sana karena panik mendengar Revano terkunci namun ia malah merasa sakit hati saat melihat Revano malah berpelukan dengan Paula.

Revano membantu Paula bangun, Ira juga ke sana karena tau kalau Paula tadi ke musium juga.

"Kasih dia minum," titah Revano.

"Baik Pak," Ira menuntun Paula untuk keluar.

"Bapak tidak papah?" tanya Niki.

"Tidak saya baik-baik saja," balas Revano sembari merapihkan jasnya.

"Betulkan pintunya nanti takutnya terjadi seperti ini lagi," ucap Revano pada tukang di sana.

"Baik Pak."

Ira membawa Paula duduk di luar, "Ini minum dulu," Ira memberikan air putih pada Paula.

"Makasih."

"Kamu beneran udah gak papah?" tanya Ira lagi.

"Udah gak papah kok sekarang mah, cuman tadi ngerasa gak enak aja sama Pak Revano."

"Udah tenang aja Pak Revano gitu-gitu juga ada baiknya kok."

"Iyah."

Dika datang menghampiri Paula karena ia melihat Paula sedang tidak baik-baik saja, "Kambuh lagi?" tanya Dika.

Ira menatap ke arah Dika.

"Dia teman saya," timpa Paula sebelum Dika keceplosan.

"Oh," Ira mengangguk.

"Iya, tapi sekarang udah gak papah kok," balas Paula.

"Saya kebetulan lewat," ucap Dika sebelum Ira berpikir kemana-mana.

Revano datang, "Kalau kau mau pulang, pulang saja istirahat biar ini yang lain yang urus," ucapnya.

"Saya sudah tidak papah kok Pak, saya tidak akan pulang sebelum semuanya selesai," balasnya.

"Ya sudah kalau itu mau kamu," setelah itu Revano pergi dari sana bersama Niki.

"Kalau gitu saya juga pamit pergi," Dika juga pergi dari sana, ia ingin memantau Paula dari kejauhan lagi.

"Yuk kita kerja lagi," Paula bangun dan mengajak Ira pergi untuk kembali kerja.

Revano dan Niki masuk ke mobilnya, "Tadi bapak ngapain bersama dia?" tanya Niki cemburu.

"Dia kayaknya punya trauma akan kegelapan jadi dia ketakutan dan panik sekali tadi, untuk menenangkan saya terpaksa memeluknya."

"Oh begitu pak."

"Lagian mengapa kau bertanya hal itu?"

"Tidak pak saya hanya ingin memastikannya saja, takut dia berbuat macam-macam sama bapak."

"Kau tenang saja. Saya hanya kasihan padanya tadi, kehidupan dengan ekonomi rendah memang sangat berat."

"Betul pak."

"Saya tau betul bagaimana rasanya di rendahkan saat ekonomi saya rendah, jadi mungkin perasaan itu juga yang membuat saya kasihan padanya."

"Baik Pak," Niki sedikit tenang karena ternyata Revano melakukan itu hanya karena kasihan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!