5. Sebelum Semakin Dekat

Aku baru saja membersihkan barang-barang usang yang sudah aku pakai lagi. Aku berdiri di kursi membuat tumpukkan di atas lemari. Saat aku berjinjit untuk menaruh kardus-kardus terakhir. Namun aku seperti kehilangan keseimbangan.

Aku menyambar sesuatu sebagai pegangan tapi yang terjadi kardus-kardus itu menimpaku dan membuatku jatuh. Saat aku mendarat ke lantai, aku merasakan kakiku mendarat ke arah yang salah dan itu sangat terasa sakit.

Aku bangkit untuk duduk tapi tak berani menumpukkan berat badan pada pergelangan kaki.

“Awah, sakit. Pergelangan kakiku sepertinya terkilir.”

Aku meringis kesakitan dan bertambah kesalnya karena ketukan pintu dari depan. Aku berteriak untuk meneriaki tamu itu untuk membuka pintu karena memang aku tidak pernah mengunci apartemenku. Itu lah kecerobohanku yang tidak sudah biasa.

Aku mendengar suara pintuku terbuka dan saat aku mendongak untuk melihatnya. Aku bisa melihat Alkins dengan memakai celana bahan longgar dan juga kemeja putih dengan badge di atas bahu kanan kirinya.

Alkins memakai seragam pilot.

“Kamu pilot?” Tanyaku agak bingung. Nada suaraku membuatku terdengar terkesan tapin dengan cara yang ganjil.

Dan betapa bodohnya aku saat mendengarkan sendiri pertanyaan konyol yang keluar dari bibirku. Seharusnya aku menanyakan tujuannya bertamu di apartemenku. Tapi karena penampilan Alkins yang berkali-kali lipat lebih tampan saat menggunakan seragamnya itu membuatku luar biasa terkesan sampai aku lupa bahwa kakiku sedang terkilir.

Pada akhirnya aku mendapatkan kesadaranku untuk memaksa mataku menatapnya dengan wajar.

Alkins menghampiriku dan berlutut.

Akal sehat, mana akal sehat? Aku seharusnya memiliki akal sehat tapi aku tidak bisa menemukannya. Mungkin karena aku baru tahu Alkins seorang pilot.

Mengapa itu membuatku terkesan? Alkins memakai seragam lengkap dan itu daya tariknya.

Pria itu memperhatikan wajahku lalu beralih ke pergelangan kakiku yang sedikit membiru.

“Aku terjatuh dari kursi dan pergelanganku cedera.”

Alkins menyentuh pergelangan kakiku dan mengamatinya. “Kamu biasa menggerakkannya?”

Aku mencoba menggerakkan kakiku tapi rasa nyeri yang menusuk menjalari sekujur kakiku.

“Belum, rasanya sakit.”

Alkins lalu bangkit dan menuju dapur. Ia membuka lemari es untuk mengambil es batu lalu ia membungkusnya dengan serbet. Alkins lalu menghampiriku dan fokus pada pergelangan kakiku. Ia menekan es batu itu ke pergelangan kakiku.

Alkins menekan bagian bawah kakiku dengan telapak tangannya lalu dia menggerakkan telapak kakiku ke kiri dan ke kanan.

Aku mengamatinya duduk di depanku dan dia mengangkat kakiku di pangkuannya. Salah satu tangan Alkins memegangi bungkusan es batu di pergelangan kakiku tapi yang lain mengenggam kakiku yang telanjang.

Dia menggesekkan ibu jarinya maju mundur, seolah tidak masalah baginya menyentuhku. Tapi aku justru lebih menyadari keberadaan tangannya dibandingkan nyeri di pergelangan kakiku.

“Jadi apa tujuan berkunjung ke apartemenku?”

Jemarinya yang sedang mengusap-usap kakiku berhenti.

“Aku mendengar suara barang jatuh dan aku penasaran.”

“Terima kasih.”

Alkins tidak menjawab.

“Sepertinya kamu akan menerbangkan pesawat.”

Alkins dengan santai menurunkan pergelangan kakiku dari pangkuannya.

“Apakah kamu mempunyai kotak p3k?”

“Ada di dapur, konter bawah.”

Alkins pergi ke dapur dan beberapa menit kemudian sudah kembali dengan membawa kotak p3k.

“Kamu harus pindah ke sofa.”

Lengan Alkins merangkul pinggangku dan dia mencengkeram lenganku erat untuk memastikan aku tidak terjatuh. Aku sudah pindah ke sofa dengan kaki terjulur ke depan.

Alkins membuka kotak p3k. Aku memejamkan mata dan menyandarkan kepala pada pegangan samping sofa. Alkins mulai membebat pergelangan kakiku dengan hati-hati.

“Kamu harus mengistirahatkan kakimu untuk beberapa hari.”

“Akan kuusahakan.”

Dia meraih ke dalam kotak dan mengambil plester. Dia mulai merekatkan plester di atas perbanku. Lalu meletakkan kakiku secara perlahan.

“Selamat malam, Luna.”

Aku melihat sosok Alkins pergi begitu saja dari apartemenku. Aku melihatnya keluar dari apartemenku.

Sekarang hanya udara kosong di apartemenku. Dan untuk pertama kalinya aku merasakan ruang kosong itu. Aku pun menatap kakiku yang dia perban.

...…....

Sudah dua minggu berlalu sejak terakhir kali aku bertemu Alkins dan kakiku benar-benar sudah sembuh.

Hari ini aku masak makanan banyak. Padahal hanya ada aku di apartemen tapi memang dasarnya aku suka masak. Jika moodku naik, aku akan masak apa saja yang aku suka.

Setelah makan, aku mulai membersihkan kekacauan dapurku. Mencuci piring-piring dan peralatan dapur yang kotor dan membersihkan sisa-sisa bahan makanan yang ku buang dalam kantong plastik besar. Rupanya sampahku sudah terlalu banyak dan waktunya untuk membuangnya.

Aku memegang keresek hitam yang cukup besar di kedua tanganku. Oh, aku sungguh kepayahan. Saat aku memasuki lift aku bertemu dengan Ryan. Pria itu masih lengkap dengan menggunakan seragam pilotnya. Sepertinya dia baru saja pulang menerbangkan pesawatnya.

Pria itu menyapaku dengan ramah bahkan membantuku untuk membuang sampah.

“Tidak usah, aku bisa sendiri. Kamu pasti kelelahan karena habis menerbangkan pesawat.”

“Tidak apa-apa. Kamu kelihatan kesusahan,” ucapnya.

Aku memasang wajah cemberut seolah kesal.

“Percuma kamu menunjukkan ekspresi seperti itu.’

Aku tidak bisa menolaknya lagi karena dia bersikeras membantuku. Setelah membuang sampah kami kembali ke unit apartemen masing-masing. Aku tidak lupa mengucapkan terima kasih.

“Terima kasih.”

“Tidak masalah.”

Kami pun masuk ke dalam unit masing-masing. Aku langsung pergi ke dapur dan mengambil beberapa kotak makanan. Aku mengisinya dengan masakanku dan memberinya pada Ryan sebagai ucapan terima kasih. Lagi pula aku masak terlalu banyak.

Aku mulai mengetuk pintu apartemennya dan Ryan langsung membukanya. Aku melihat pria itu sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian santai.

“Ini adalah masakan buatanku. Aku memasak terlalu banyak hari ini.”

Dia menerimanya dengan senang.

“Apakah kakimu yang terkilir sudah sembuh?” Tanya Ryan.

“Huh? Bagaimana kamu tahu kakiku terkilir?”

“Aku tahu dari Alkins.”

“Oh, seperti yang kamu lihat kakiku sudah sembuh.”

“Ah benar, apakah Alkins juga—“

“Dia masih ada jadwal.”

“Oh begitu rupanya.”

“Wah sepertinya masakanmu enak. Wah, ada kroket kesukaanku.”

“Jangan lupa dihabiskan. Kamu bisa memanaskan lagi.”

“Tentu saja, terima kasih. Tapi terkadang aku juga ingin makan masakan yang baru saja siap dibuat.”

Aku menyipitkan mata, “kamu mau aku datang ke apartemenmu agar memasak untukmu?”

Ryan langsung terlihat sangat gelisah, “Bukan seperti itu maksudku.”

Aku langsung tersenyum. Tenang saja, aku bisa memasak makanan tapi kamu harus memberiku biaya jasanya.”

Ryan terlihat terkejut dan tidak percaya dengan ucapanku.

“Haha haha haha aku hanya bercanda. Selamat malam.”

Aku berbalik dan meninggalkan Ryan yang masih terpaku di ambang pintu apartemennya. Entahlah apa yang dipikirkannya.

Aku merebahkan tubuhku di ranjang empukku. Memandangi langi-langit kamarku. Rasanya aku mulai merindukan seseorang.

Terpopuler

Comments

Quenby Unna

Quenby Unna

suka sama cerita kaka

2023-06-21

0

Anis Swari

Anis Swari

Please boleh nggak? Alkins buatku aja...

2023-06-07

0

Han Sung hwa

Han Sung hwa

Aku bisa membayangkannya dari sini 💓

2023-04-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!