2. Sebelum Aku Dekat Denganmu

Sekarang jam 05.00 pagi dan saatnya aku bangun namun aku masih berbaring di tempat tidur, menatap kegelapann dan benakku berkontak-lonjak di seantero ruangan. Sungguh malas rasanya untuk memulai hari.

Aku menyuruh benakku untuk segera bangun.

“Bangun, bangun, aku harus segera bangun.”

Aku langsung bangun dan duduk di ranjang. Rin menelepon sebelum aku bisa beranjak untuk mandi, tapi aku membiarkan teleponnya masuk begitu saja tanpa ada niatan untuk mengangkatnya.

Aku melempar selimut dan berdiri lalu berjalan ke pintu untuk keluar kamar. Saat aku melewati ruang tamu tanpa sengaja sekelabat memori tentang pria bernama Alkins. Pria itu sudah pergi sejak kemarin malam.

Ya, saat aku mengangkat panggilannya rupanya dia adalah teman mas Ryan, tetangga depan apartemenku dan untungnya mas Ryan langsung membawanya pergi tanpa harus bertanya lebar yang pasti akan membuatku pusing.

Aku langsung mandi untuk menyegarkan badan, setelah lima belas menit aku sudah keluar dan langsung menuju ke dapur. Membuka lemari es untuk mengambil susu dan juga sereal. Jam enam lebih lima belas menit aku sudah harus berangkat bekerja.

Saat aku membuka pintu apartemenku kebetulan pintu apartemen di depanku juga terbuka. Seorang pria menatapku dengan sengit di depanku. Aku hanya bisa membalas menatap lantaran bingung bagaimana mungkin laki-laki ini sana dengan laki-laki mabuk yang kemarin pingsan.

Pria ini membuatku gentar. Sebab dia tampak marah. Dia mengawasiku seolah aku harus menyampaikan permintaan maaf atau penjelasan padanya. Alkins bersandar di pintu sambil bersedekap. Sikapnya defensif, seolah aku yang bertanggung jawab atas kejadian buruk yang dialaminya semalam.

Aku segera mengunci pintu apartemenku dan pergi dari sana. Sialnya Alkins seolah mengikutiku dari belakang tanpa kata apa pun. Aku dapat merasakan bahwa pria itu sedang mengawasiku dari belakang.

Aku segera masuk lift dan lagi-lagi Alkins mengikutiku. Dalam lift hanya ada aku dan Alkins.

“Kamu.”

Aku mendengar suara lembutnya yang menyusup ke telingaku dan menjalar ke setiap saraf di tubuhku. Aku langsung mendongak dan menatapnya.

“Ya?” Jawabku.

Alkins menatapku dengan tajam sejenak lalu sedikit menunduk ke depan sambil melengkungkan satu alis. Namun bibirnya sama sekali tidak terbuka dan itu membuat kesal. Lift ini terasa lama sampai lantai satu.

Oh hebat. Aku bertetangga dengan pria yang mabuk berat yang dingin seperti kulkas pintu dua.

Ting, suara lift terbuka dan aku cepat-cepat keluar untuk menghindari Alkins, sialnya karena aku gugup kakiku keserimpet. Aku siap-siap melenyapkan diri dan berbaur jika aku jatuh ke lantai. Namun anehnya aku tidak merasakan sakit apa-apa. Aku dapat merasakan sebuah tangan kekar menahan tubuhku dari belakang.

Aku langsung berdiri tegak, memasang tembok pertahanan tak kasatmata dengan sikap dan bahwa tubuh yang kaku. Alkins masih menatapku tanpa kata, jika menilai dari tatapan kerasnya yang tak mau beralih dariku. Dia hampir seperti menatapku dengan jijik dan itu membuatku semakin tak suka padanya.

Aku berdehem dengan gugup, “Terima kasih,” ucapku lalu pergi begitu saja. Aku harus segera menjauh dari pria bernama Alkins.

Sesampai di rumah sakit, seperti biasa aku melakukan operan shift dan setelah itu bekerja sesuai jobdesk masing-masing yang sudah di delegasikan. Huh, hari ini sangat luar biasa sibuk dan waktu tanpa terasa sudah memasuki jam dua siang.

Perutku terasa lapar, susu dan sereal yang aku makan tadi pagi seakan kini sudah melebur dan tapa sisa. Aku segera pulang dan di tengah-tengah perjalanan rupanya hujan lebat tengah mengguyurku.

Aku membenci itu, kenapa tidak pas aku sudah sampai di apartemen. Aku segera berlari ke tempat halte bus untuk berteduh sementara waktu.

“Huh, kenapa tiba-tiba hujan?”

Aku sedikit mengibas-ngibaskan bajuku yang terkena hujan dan tanpa sengaja saat aku menoleh aku bertemu Alkins. Alkins berdiri tepat di sampingku dengan menggunakan earphone di kedua telinganya.

Sebagai orang yang ramah bukankah aku harus menyapanya namun melihat dia yang seperti tak peduli dengan keadaan sekitar, aku mengurungkan diri untuk menyapanya. Pura-pura tidak melihatnya seperti yang dia lakukan padaku sekarang.

Hujan sepertinya semakin lebat dan angin mulai menerpa. Aku sedikit bergeser agar tidak terkena air hujan.

“Ah, ini sungguh membuatku tidak nyaman.”

Genangan air di depan halte bis semakin terlihat. Aku melihat sebuah mobil yang melaju dengan kencang. Aku bersiap-siap untuk menghindarinya.

Byur.. aku menutup mata dan aku merasakan sebuah detakan jantung yang bertalu keras. Itu jelas bukan suara jantungku. Aku mengenal suara jantungku sendiri. Aku mencoba untuk membuka mata dan yang aku lihat benar-benar membuatku terkejut.

Aku memeluk Alkins dari samping dan pria itu membuka payungnya untuk menghindari cipratan air. Sadar akan posisi kami yang ambigu. Aku segera menjauh. Ah, itu sungguh memalukan. Dia pasti berpikir aku orang aneh.

Aku menundukkan kepala karena benar-benar malu. Aku mencoba meliriknya dan sepertinya dia sama sekali tidak terpengaruh dengan apa yang terjadi dengan beberapa menit yang lalu. Dia masih berdiri tegak dengan wajah dingin dan kaku.

Saat aku ingin meminta maaf dan meluruskan semuanya namun bis datang dan dia langsung pergi tanpa kata. Aku hanya bisa menatapnya dengan bengong dan kesal.

“Ada apa dengannya?” Ucapku sungguh kesal.

...…...

Saat ini aku sudah berada di apartemenku. Aku sedang mengeringkan rambut dengan handuk di depan kaca. Entah kenapa aku terus menggerutu jika aku teringat dengan kelakuan Alkins. Seharusnya aku tidak memikirkan pria itu.

Namun otakku terus berputar Alkins, Alkins dan Alkins. Aku akui dia pria yang tampan dan tinggi. Jangan lupakan lengannya yang kuat dan dada bidangnya yang kokoh. Astaga aku ini sedang memikirkan apa.

Aku menghembuskan napasku panjang dan menatap pantulan diriku sendiri di cermin. Di lihat-lihat aku tidak begitu jelek, ya meskipun aku akui aku tidak secantik orang-orang di luar sana. Aku juga tidak terlalu pendek,150 cm bukankah itu sudah cukup.

Tapi mengapa tidak ada orang yang tertarik padaku. Terkadang aku berpikir apa salahku sehingga jodoh tak datang sampai umurku sudah berada di angka dua puluh tujuh.

“Oh, ayolah Luna. Apa yang kamu pikirkan? Kamu harus bersyukur. I’m sexy, Free and single.”

Aku langsung mengambil ponselku dan membuka aplikasi Spotify. Mendengarkan musik adalah jalanku untuk menikmati hari. Aku langsung bersenandung riang sambil mengeringkan rambut. Menggoyangkan tubuhku ke kanan dan ke kiri, sejenak melupakan masalah yang menimpa kehidupanku.

Besok aku libur bekerja, aku ingin tidur sepanjang hari tanpa melakukan apa pun.

Terpopuler

Comments

Han Sung hwa

Han Sung hwa

Kadang lihat teman2 pada nikah dan punya anak kek pengen juga, iri...

2023-04-25

0

Elisabeth Ratna Susanti

Elisabeth Ratna Susanti

aku kalau bangun jam 06.00🙆🙈

2023-04-15

0

Lee

Lee

Sabar Luna, mgkin jdohmu msih dalam pngiriman...🤭
lanjut..

2023-04-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!