Nasib Ayuna Di Mulai

Ayuna menangis memeluk gundukan tanah yang bertabur dengan bunga berwarna warni. Ia tak perduli bagaimana sang ayah yang memaki dan mendorong tubuhnya kasar. Ayana juga ikut menghakimi sang adik yang menyebabkan ibu mereka meninggal.

"Pembunuh kamu, Yuna! Pembunuh. Gara-gara kamu ibu meninggal." Ayana berteriak mendorong tubuh sang adik yang menangis tanpa melawan.

Kepergian sang ibu nyatanya tak cukup membuat kesedihan Ayuna sampai di situ saja. Setiap hari ia selalu melewati segala macam lampiasan amarah dari sang kakak mau pun sang ayah. Hingga waktu berlalu sangat cepat, Ayuna kini tampak berdiri dari kejauhan menatap nanar sekolah yang pernah ia tempati menempuh pendidikan namun tak sampai selesai.

Air matanya jatuh, di sana ia melihat sang kakak kembar yang tengah melompat girang bersama teman-temannya di lapangan usai mendapat amplop kelulusan. Sementara dirinya yang tak melanjutkan sekolah karena tuntutan dari sang ayah harus bekerja membantu mencari uang makan mereka.

"Dari mana saja kamu? Lihat jam berapa ini, Yuna!" sang ayah yang sudah menunggu anaknya untuk makan siang di tempat kerja tampak murka. Sebab ia sudah menunggu Ayuna sedari tadi lantaran sangat lapar.

"Maaf, Ayah." hanya itu yang Ayuna katakan pada ayahnya.

"Makan nih maafmu!" Ayuna terkejut saat kepalanya yang menunduk justru di siram air oleh Fikram. Ia berusaha tak menangis saat ini. Ayuna sadar dirinya memang salah sedari awal seharusnya ia tetap menjaga sang ibu hingga tak membuat ibunya terjatuh seperti itu.

Sampai kapan pun Ayuna sangat yakin jika sang ayah tak akan mau memaafkan dirinya. "Pergi kamu! Dasar tidak berguna!" umpatnya melihat Ayuna hanya diam saja di perlakukan sedemikian rupa kasarnya.

Ayuna melangkah pergi meninggalkan sang ayah yang tengah memakan makan siangnya. Ayuna bergegas ke rumah membersihkan tubuh dan berganti pakaian. Setelah ini ia akan menjadi buruh cuci dan apa pun di rumah-rumah warga. Dan  sore harinya Ayuna  akan menjadi guru les anak-anak yang sudah membayar mingguan padanya. Berkat kepintaran yang ia miliki membuat Ayuna mempunyai ladang penghasilan.

"Hari ini seharusnya aku juga lulus dan membawa ijazahku ke makam ibu...maafkan Ayuna yang lalai yah, Bu? Bahkan Ayuna tidak menepati janji untuk menjadi wanita sukses dalam pendidikan." ia bergumam sedih kala tengah sibuk mencuci  baju di rumah salah satu warga yang terbilang cukup mampu di antara warga lainnya.

Dari arah lain, lamunan Ayuna di tangkap oleh wanita paruh baya pemilik rumah tersebut. Ia menghela napas sedih melihat Ayuna yang sangat cantik dan baik hidup dengan begitu menyedihkan saat ini. Semua warga sangat tahu bagaimana Ayuna  berbakti pada kedua orangtuanya.

"Ayuna, kamu sakit?" tanya wanita itu menyentuh pundak Ayuna pelan.

"Eh, ibu?" Ayuna terlonjak kaget mendengarnya dan mengatakan jika ia baik-baik saja.

"Bulan depan kami ada keluarga yang pindahan dari luar negeri ke kota dekat desa kita. Apa kamu mau kerja sama mereka? Gajinya lumayan dan kamu juga bisa memiliki peluang untuk lanjut sekolah di sana. Keluarga saya orangnya baik sekali kok kamu jangan khawatir." lagi-lagi tawaran yang sangat menggiurkan Ayuna dapatkan dari orang berbeda.

Sebelumnya ia mendapat tawaran ke luar negeri bekerja dan akan di sekolahkan juga dan masih banyak lagi. Namun, jawabannya masih sama. Ayuna menolak demi tetap menjaga sang ayah di desa dan dekat dengan kuburan sang ibu. Cita-citanya untuk lanjut sekolah sudah sirna sejak kepergian sang ibu bahkan ia harus di paksa berhenti sekolah oleh sang ayah.

"Tidak, Bu. Saya mau di sini saja kerja dan merawat ayah. Ibu sudah tidak ada, siapa yang mau masakin ayah kalau bukan saya, Bu?" ujarnya membuat wanita itu menggeleng tak habis pikir.

Sungguh menjadi orangtua Ayuna begitu beruntung memiliki anak sebaik ini. "Semoga jalanmu di mudahkan yah, Ayuna? Ibu hanya bisa memberikan jalan untuk kamu dan keputusan tetap ada di kamu."

Saat itu setelah pulang, lagi-lagi Ayuna memikirkan tawaran yang memang sangat menarik untuknya. Sadar akan dirinya saat ini, Ayuna pun menggelengkan kepala berusaha menyingkirkan pikiran tersebut.

"Kenapa, mau sekolah lagi?" saat itu sang ayah yang sudah pulang melihat anaknya melamun dapat menebak sebab itu bukan pertama kali ia melihat Ayuna bimbang. Sering kali sang anak meminta restunya namun Fikram tetap tak mau. Bahkan Ayuna berjanji akan membawa sang ayah hidup dengannya jika ia sudah berhasil. Bagaimana pun juga Ayuna tak akan tega membiarkan sang ayah tinggal hanya dengan sang kakak yang tak tahu apa pun sampai saat ini.

Dari arah luar Ayana yang baru tiba di rumah tampak tak senang mendengar itu.

"Apa ayah? siapa mau sekolah? Ayuna? Terus biaya kuliah aku gimana, Ayah?" dengan wajah manjanya Ayana merengek pada sang ayah. Bagaimana pun ia tak akan mau berbagi baya pada sang adik.

Keputusannya sudah mantap masuk universitas dan tempat tinggal yang sama dengan sang kekasih yang juga berasal dari desa itu.

"Kak Ayana, aku tidak akan sekolah. Dan aku yang akan bantu ayah untuk biaya kuliah kakak. Asal Kakak putus dengan Berson." ujar Ayuna yang tahu jika pria yang di sukai sang kakak sangatlah buruk.

Tanpa menjawab apa pun, Ayana sontak mendorong kasar Ayuna hingga terhempas ke dinding rumah tubuhnya. "Siapa kamu berani ngatur aku? Kamu itu pembunuh, Ayuna. Lihat kita semua seperti ini karena ibu tidak ada. Kamu penyebab ini semua."

Ayuna kembali di sudutkan dengan masalah yang tidak henti-hentinya mereka sebutkan itu. Bisa Ayuna tebak sang ayah akan kembali marah jika mendengar kata-kata itu. Benar, tak lama kemudian Fikram mendekati Ayuna dengan wajah begitu murkanya. Bukan tak sengaja, Ayana yang memang sangat tak suka dengan sang adik sengaja selalu memanfaatkan kesalahan yang pernah Ayuna lakukan untuk membuat sang ayah mengikuti maunya.

"Ingat, Ayuna...tugasmu hanya kerja untuk kakakmu. Tebus kesalahanmu itu yang sudah membuat ibumu meninggal. Jangan pernah berpikir untuk yang tinggi-tinggi apa lagi membawa ayah ikut denganmu. Mengerti!" Fikram pergi masuk ke kamar dan meninggalkan Ayuna yang menangis di dinding rumah itu. Ayana pun tersenyum puas melihat sang adik yang tak bisa melakukan apa pun saat ini.

"Heh enak saja mau sekolah ikut-ikutan aku. Sudah cukup Ayuna, selama ini kita satu sekolah dan mereka semua selalu memuji kamu. Itu bukan hal mudah buat ku. Aku lah Ayana satu-satunya. Dan kamu cukup menjadi penunggu desa ini saja." ujar Ayana dalam hati saat ia duduk di kamarnya tersenyum puas.

Terpopuler

Comments

Jjlynn Tudin

Jjlynn Tudin

berdosa punya urang tua napa nda Mati Aja sekalian 🤭🤣

2023-10-06

1

Warijah Warijah

Warijah Warijah

Hadeeuh Ayuna pikiranya ko polos banget si🤦‍♀️

2023-03-24

0

Azzahra Rara

Azzahra Rara

lanjutin lg kak bagus deh critanya

2023-03-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!