Dengan berat hati Aurora memutuskan untuk berkata jujur pada adiknya tentang keadaan keluarganya saat itu, Aurora berpikir bahwa adiknya sudah cukup dewasa untuk mengetahui permasalahan kedua orang tuanya.
"Nov, nanti malam ada yang mau kakak bicarakan sama kamu," ucap Aurora sambil mendekati Nova yang sedang berdiri persis di depan kamar ibunya.
"Kakak habis menangis ya, ada apa kak?" tanya Nova dengan penasaran pada kakaknya.
"Nanti malam kakak jelaskan semua sama kamu, sekarang kamu bantu mandikan Dika ya karena kakak mau masak makan malam untuk kita," Aurora pun bergegas kembali ke kamar ibunya setelah menghampiri Nova.
"Bu, sekarang ibu istirahat ya! biar aku yang masak makan malam untuk kita," ucap Aurora sambil membaringkan tubuh ibunya yang masih terduduk di atas ranjangnya. Aurora kemudian menarik selimut dan membentangkannya perlahan.
"Ibu gak pernah membayangkan ini sebelumnya, ibu juga gak menyangka ayah kamu melakukan ini pada ibu," ucap sang ibu dengan air mata yang tak terbendung.
"Ibu harus apa Ra sekarang?" tanya ibu sambil menatap Aurora yang berdiri disampingnya.
"Ibu hanya perlu kuat dan melupakan semuanya, aku akan berusaha mencari pekerjaan tambahan agar adik-adik bisa melanjutkan sekolahnya, walaupun tanpa bantuan biaya dari ayah," ucap Aurora dengan penuh keyakinan. Tatapan dan senyuman yang terpancar dari wajah Aurora, cukup untuk membuat ibunya tenang.
Senja pun menampakan wajahnya kala itu, namun Aurora masih setia menemani di samping ibunya yang tengah terlelap. Wajah ibunya merupakan semangat bagi Aurora untuk tetap bekerja keras mencari nafkah bagi ketiga adiknya.
"Ibu yang tenang ya bu, aku gak akan biarkan adik-adik putus sekolah karena ketiadaan ayah saat ini, aku juga gak akan biarkan ibu terus membanting tulang menjadi buruh cuci di rumah tetangga," ucap Aurora sambil mengusap kening ibunya.
"Kak aku mau makan, tapi di dapur nasinya habis," teriak Bintang, salah satu adik Aurora dari arah dapur.
Mendengar teriakan adiknya, Aurora pun terbangun dari duduknya. "Sebentar de, kakak masak dulu ya," Aurora pun bergegas keluar dari kamar sang ibu dan menuju dapur.
Setelah Aurora memasak nasi, ia pun membuka keranjang tempat sang ibu biasa menyimpan bahan makanan untuk di masak.
"Yah semua persediaan bahan sudah habis, bagaimana kami makan malam ini," ucap Aurora dengan wajah sedih dan bingung. Ia pun merogoh semua saku celananya, namun tak selembar pun ia temukan.
Bibirnya gemetar menahan tangis, ia tak kuasa apabila melihat adiknya harus makan nasi hanya dengan taburan garam. Hatinya tak goyah, asa pun begitu besar ia miliki saat melihat tas selempangnya yang menggantung di samping lemari baju.
"Bismillah, semoga saja masih ada sisa uang yang terselip di sini," ucap Aurora dengan penuh harap. Setelah merogoh resleting tasnya, Aurora menemukan satu lembar uang kertas dengan nominal sepuluh ribu rupiah. Senyum bahagia Aurora pun melebar, matanya berbinar sambil memegangi selembar uang tersebut.
"Alhamdulillah, akhirnya aku dan adik-adik bisa membeli lauk makan untuk malam ini," ucap Aurora tersenyum lebar.
"Bintang.... Bintang... tolong kakak dong, tolong belikan telur Ayam di warung depan ya!" panggil Aurora pada Bintang sore itu. Bintang pun menghampiri kakaknya yang tengah memasak di dapur.
"Beli telurnya berapa banyak kak?" tanya Bintang pada Aurora sambil mengambil selembar uang yang diberikan Aurora.
"Beli satu perempat saja, karena uangnya gak cukup untuk membeli lebih dari itu," jawab Aurora pada Bintang.
Bintang kemudian lari dan bergegas membeli telur yang diminta oleh kakaknya. Tak berapa lama Bintang kembali membawa empat butir telur yang dibungkus di dalam plastik.
"Ini kak telurnya, oh iya uang kembalinya boleh untuk Bintang gak kak?" tanya Bintang dengan tatapan memelas.
"Bintang, saat ini kakak sudah tidak punya uang simpanan lagi untuk kita, makanya kakak minta kita tetap menghemat agar bisa tetap makan," ungkap Aurora pada adiknya.
"Iya kak, Bintang ngerti,"
"Nah gitu dong, ini baru Bintangnya kakak," Aurora mengusap-ngusap kepala Bintang lalu mencubit pipinya.
"Sekarang kamu tunggu di kamar ya, nanti kalau sudah siap kakak panggil kamu untuk makan," Bintang hanya mengangguk pada kakaknya dan kembali ke kamarnya.
Aurora pun melanjutkan kembali masaknya, ia mengambil dua butir telur dan menggorengnya untuk mereka makan sama-sama. Ya, dua butir sisanya dia sisihkan untuk sarapan adik-adiknya esok hari.
"Kamu masak apa Ra? maafkan ibu ya, kamu jadi harus masak setelah lelah sepulang kerja," ucap ibu sambil menghampiri Aurora yang sedang mendadar dua butir telur.
"Ibu gak perlu bilang begitu bu, aku senang kok bisa bantu ibu," ucap Aurora sambil tersenyum pada ibunya.
"Ibu benar-benar beruntung Ra punya anak seperti kamu," mata sang ibu menatap penuh haru pada putri tercintanya.
"Semoga kita semua bisa melewati semua ini ya nak," ucap sang ibu sambil memeluk tubuh Aurora.
"Iya bu, kita semua pasti bisa kok melewati semuanya karena kita punya ibu yang hebat," ucap Aurora sambil mengacungkan kedua jempol tangannya.
"Kamu memang paling bisa ambil hati ibu," ucap ibu menimpali.
Selesai mendadar telur, Aurora memanggil ketiga adiknya. "Nova... Bintang... Dika... ayo makan dulu, kakak sudah siapkan makan malam untuk kita!" panggil Aurora pada ketiga adiknya.
"Iya kak, kami akan segera makan" sahut salah satu adiknya.
Sambil menunggu adik-adiknya, Aurora menyiapkan alat makan yang di perlukan dengan di bantu sang ibu.
"Sudah bu, biar aku saja yang siapkan!"
"Kamu sudah lelah bekerja di toko, ibu gak mau anak ibu sampai sakit karena kelelahan," ucap sang ibu penuh khawatir.
"Aku akan baik-baik saja bu, selama ibu juga tetap berada di samping aku dan adik-adik," sahut Aurora.
"Kak, kita mau makan apa?" tanya Dika dengan wajah polosnya.
"Dika, kita makan apa adanya ya sayang, kakak gorengin telur dadar untuk Dika.
"Aku gak mau telur lagi kak, bosen telur terus! aku mau makan ikan kaya Rafa, kayanya enak kak," rengek Dika pada kakaknya. Rafa merupakan tetangga depan rumah Aurora, yang seusia dengan Dika. Keluarga Rafa merupakan keluarga dengan ekonomi yang cukup. Tak aneh bagi kami, saat Dika bermain bersama Rafa selalu saja Dika merengek meminta sesuatu yang dimiliki Rafa.
Mendengar rengekan Dika, Aurora dan ibunya saling tatap, bukan tak ingin memberikan makanan yang terbaik dan bergizi bagi keluarga mereka, namun keadaan ekonomi yang rendah membuat mereka terpaksa memberikan makanan seadanya bagi putra-putrinya.
"Dika, sekarang Dika makan sama telur dulu ya, nanti lain kali kakak belikan ikan untuk Dika.
"Dika gak mau makan sama telur, maunya sama ikan," Dika pun berteriak sambil menangis.
"Dika... dengar kakak nak! Kakak janji besok akan belikan ikan untuk Dika, tapi malam ini Dika harus makan dulu dengan telur ya," Aurora pun membujuk adik bungsunya untuk mau makan.
"Benar besok Dika bisa makan dengan ikan kak?" tanya Dika kembali pada sang kakak.
"Iya, asal malam ini Dika makan ya!"
Mendengar ucapan Aurora, ibu kemudian berbisik padanya. "Ra, kamu besok akan membeli ikan dengan uang dari mana? ibu tahu kamu sudah tidak ada simpanan uang lagi," bisik sang ibu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Cahaya mata
Jempolnya buat kakak author. Ditunggu kedatangannya ya kak.
Salam sayang dari ❤️Istriku Dosen Cantik❤️
2020-12-31
0
Rozh
disini 💖👋
2020-08-04
0
Siti Arbangatun
sedih...tapi menarik ceritanya..
2020-08-02
1