Selepas kepergian Alby dan keluarga kecilnya. Kai tak langsung pulang. Ia memilih duduk di motornya sembari mengeluarkan ponsel dari saku celana pendek yang ia kenakan.
Di bawah langit sore yang mulai kemerahan Kai mengarahkan benda pipih itu setelah mencari nama kontak Meysa, Ia menghubungi gadis itu.
Suara shalawat dan tahrim yang berkumandang dari mesjid terdekat menggema bersamaan dengan suara nada sambung telepon. Tak butuh waktu lama Meysa sudah mengangkat panggilannya.
“Halo, Assalamualaikum!" suara lembut Meysa yang merasuk ke dalam indra pendengaran Kai mmebuat pria itu bagai mendengar alunan musik yang indah. Begitu menenangkan dan mendebarkan.
(🗿Othor bilek : Helleh, bucin kali lah Bang Kai!🙄 Kai : Iri aja nih si Othor durjana😏!.. Othor pun pergi ke semak-semak sambil menyusut ingus dan air mata yang bercucuran karena dikatai durjana oleh Kai. Othor pun segera menyusun rencana busuk untuk menggagalkan rencana pernikahan Kai dan Meysa!
Kai Bilek : Thor!!! tolong jangan jahat-jahat kali, udahlah dibikin LDR selama 4tahun, dipisahkan selama 8 bulan. Giliran mau lamaran malah mau dipisahkan lagi, dasar othor jahannam (Kai menangis meronta-ronta 🤣) Anjir, berani banget Kai ngatain othor berhati malaikat dengan ucapan seperti itu. Emang sialan si Bang Kai, dahlah, Kai ama othor aja kalau gitu!!)
Eh.. kok malah keluar jalur narasinya🙈. Oke, back to story.
Tetot .....
“Waalaikum salam calon istriku!" jawab Kai sambil senyum-senyum seperti orang gila. Pria itu sudah seperti orang yang mengalami puber kedua. Tersenyum karena cinta sambil menunduk seperti ada beban berat di leher dan kepalanya.
Sedangkan Meysa yang sedari tadi masih berada di kamar hanya tersenyum mendengar mulut manis Kai yang memanggilnya dengan sebutan 'calon istri ' tanpa tahu author jahanam sedang mempersiapkan rencana busuk, berniat jadi pelakor. Eh🙈
Meysa yang tadinya berniat mengaji malah batal setelah mendapat pesan dari Kai. Bahkan setelah bertelepon dan pria itu memutus panggilan, Meysa yang masih dibuat berdebar tak menyangka itu malah sibuk memeriksa ponsel dan membuka google foto, mencari foto kenangan bersama Kai yang sudah ia cadangkan.
Tak bisa dipungkiri, rasa cinta dan hatinya memang masih dimiliki oleh pria tersebut. Dari empat tahun yang lalu hingga kini Kai masih menjadi pemegang tahta di dinasti percintaannya.
“Kok diam?" tanya Kai saat Meysa tak juga memberi jawaban apapun setelah ia memberi salam.
“Gak suka ya dipanggil calon istri?"
“Eh, nggak. Bukan gitu!" sergah Meysa, Ia tak ingin Kai salah paham.
“Terus?"
“Aku cuma masih gak nyangka aja kita bisa kembali seperti ini, bahkan hubungan kita semakin ada kemajuan."
Kai mengulas senyum mendengar penuturan Meysa.
“Sama kok, Aku juga masih gak nyangka akhirnya kisa bisa ada di titik ini juga. Selangkah lebih dekat menuju pernikahan, bee!"
Air mata Meysa nampak kembali menetes mendengar suara lembut khas yang masih menjadi favoritnya hingga kini. Suara yang selalu berhasil membuat jantungnya berdebar itu kembali menyapa.
“Tadi Aku udah bicara sama Abang, tinggal tunggu dia ngasih tau Ayah dan Emak. Habis itu baru berangkat kesitu."
Jawaban Kai bagaikan sinar mentari pagi yang memberikan secercah harapan dan semangat. Sungguh Ia tak mampu berkata apapun untuk mengungkapkan kebahagiaannya saat ini.
Ternyata benar, apa yang jadi milikmu tidak akan bisa menjadi milik orang lain, sesuatu yang sudah ditakdirkan padamu akan kembali padamu, entah dengan cara tak terduga sekalipun, meski harus melalui berbagai rintangan lebih dulu. Meysa mengingat penggalan kalimat yang selalu menjadi pedomannya selama menutup hati dari Kai selama ini. Dan setelah berusaha memperbaiki diri, berserah dan melangitkan do'a agar diberi yang terbaik oleh sang pencipta. Ia malah diberikan hal yang pernah menjadi Aamiin terbesarnya ini. Yaitu merajut mahligai rumah tangga dengan Kai.
“Tapi orang tuamu setuju kan kamu mau lamar aku?"
“Ya setuju lah bee, apa pulak gak setujunya. Mereka semua kan tahu kita udah sama-sama dari lama."
Jawaban Kai membuat Meysa bisa bernapas lega. Tadinya Ia takut jika saja keluarga Kai tak merestui. Apalagi selama ini Ia dan Kai sempat berpisah cukup lama. Tanpa Meysa tahu, jika selama ini Kai sama sekali tak memberi tahu siapapun soal hubungan mereka yang sempat kandas. Kai selalu mengatakan jika hubungannya dengan Meysa baik-baik saja setiap kali ada yang mempertanyakan.
“Tapi kan kita sempat putus."
“Nggak, soal itu nggak ada yang tahu. Semua orang tahunya hubungan kita baik-baik aja selama ini."
Kening Meysa mengkerut mendengar ucapan Kai.
“Kamu gak ngasih tahu siapapun kalau kita sempat putus?" tanya Meysa menuntut penjelasan.
Kai tersenyum lembut sembari menatap jemarinya yang tengah memainkan tombol lampu di bagian depan motornya.
“Iya, soal hubungan kita yang putus emang gak ada yang tahu. Selama ini orang-orang tahunya aku masih sama kamu, jadi kamu gak perlu takut kalau aku sampai berpaling. Selama ini aku aman karena orang-orang tahunya aku punya kamu!"
“Aku aman karena status yang mereka tahu aku punya cewek, jadi gak ada yang coba-coba genit." Kai terkekeh mengingat selama delapan bulan ini Ia selalu mengaku punya pasangan pada setiap orang yang ingin mendekati dan berusaha mendekatkannya dengan orang lain.
Air mata Meysa seketika mengalir deras. Ia merasa bersalah sebab apa yang Ia perbuatan selama ini berbanding terbalik dengan Kai yang benar-benar menjaga hati untuknya.
Makasih karena udah mau jaga hati buat aku! Lirih Meysa sembari menyesali semua perbuatannya saat beberapa bulan pertama putus dengan Kai. Dimana Ia malah beternak buaya dan memberi harapan palsu pada orang-orang hanya untuk melupakan Kai yang sepenuhnya tak bisa ia lupakan. Walau hal itu tak berlangsung lama karena Faza, sang Kakak membuatnya sadar dan Meysa pun memilih untuk memperbaiki diri setelahnya.
“Oh iya bee, kalau boleh tahu, kamu mau mahar apa dan berapa? Supaya nanti aku dan keluarga tinggal siapin. Jadi kalau kesitu bisa tinggal sepakatnya aja, gak harus lama-lama musyawarah."
Meysa tak lagi menangis. Ia lebih memilih fokus mendengar penjelasan panjang Kai.
“Tahu sendirikan jarak kita jauh."
“Jadi biar datangnya bisa sekali aja udah langsung dapat kesepakatan."
Meysa mengangguk setuju, ucapan kai ada benarnya juga. Alangkah baiknya memang dibahas lebih dulu sebelum kedatangan keluarga calon mempelai laki-laki agar nanti tinggal menunai kesepakatan. Mengingat jarak yang membentang jauh, sehingga mereka harus bisa mengatur waktu sebaik mungkin.
“Eh, kayaknya mending kasih tahu Keluargamu dulu maunya gimana."
“Iya, nanti abis ini aku telepon Kak Faza. Biar dia yang sampaikan ke Bapak dan Mamak!"
“Jadi kamu belum ada ngasih tahu mereka soal ini?"
“Hehe, Iya. soalnya aku nunggu kabar dari kamu dulu."
“Dasar Meysaroh!" celetuk Kai sambil tersenyum. Yang mana membuat Meysa mengerucutkan bibir.
“Btw kalau kamu sendiri mau mahar apa, bee?" tanya Kai saat Adzan maghrib mulai berkumandang di daerahnya. Laki-laki itu masih asyik duduk di atas motor sambil berteleponan.
Sebelum menjawab ucapan Kai. terlebih dahulu Meysa menjelaskan sedikit tentang prosesi lamaran dalam suku gadis itu. Mengingat Ia dan Kai berasal dari suku dan daerah yang berbeda.
“Kamu ingat gak dulu aku pernah jelasin tentang uang panai? " tanya Meysa dari balik telepon.
Yang mana membuat Kai sejenak terdiam, berusaha mengingat rententan pembahasan apa saja yang pernah mereka bicarakan saat masih bersama dulu.
“Iya, ingat!" ucap Kai setelah berhasil mengingat apa yang Meysa maksud.
“Harus ada itu!" lirih Meysa, takut Kai merasa terbebani. Sedangkan ia tak ingin membebankan, Meysa tahu betul bagaimana perjuangan Kai selama ini.
Lelaki itu tak hanya bekerja untuk dirinya, tetapi juga membantu orang tua bersama Alby, mereka berjibaku membantu biaya pendidikan si bungsu yang sekarang sudah masuk di perguruan tinggi.
“Ya gak apa-apa sih."
“Tapi aku gak mau ngebebani kok, aku juga gak mau kalau sampai keluarga minta banyak-banyak ke kamu. Aku mau, semampunya aja. Gak usah mewah-mewah juga gak apa-apa!"
Kai mengangguk seraya tersenyum haru mendengar ucapan Meysa. Ternyata gadis itu hingga kini masih jadi orang yang paling memahami keadaannya. Meysa sama sekali tak pernah berubah, bahkan dari dulu saat ia masih menjadi mahasiswa yang tak punya pekerjaan, sampai hari ini menjadi orang yang bisa dibilang cukup mapan. Tetapi gadis itu sama sekali tak pernah mau mengambil keuntungan apapun, ia malah tak mau membuatnya terbebani. Persis seperti saat ini, disaat ia hendak meminang. Meysa masih berusaha memberikan pengertian dengan tak memberatkan uang panai' padanya.
“Segitu aja!" ucap Meysa setelah menyebutkan nominal yang ia inginkan untuk uang panai'-nya.
“Kamu yakin segitu?" tanya Kai memastikan, sebab Meysa menyebutkan nominal yang bisa dibilang benar-benar tak menberatkannya. Jauh diluar prediksi dan persiapannya. Sebab ia sendiri juga tahu dari cerita Meysa bagaimana patokan panai dalam tradisi calon istrinya itu, yang biasa ditetapkan oleh masing-masing keluarga di daerah mereka terbilang fantastis.
“Yakin?" tanya Kai memastikan.
“Tapi itu di luar mahar loh!" ujar Meysa lagi.
“Iya, tau kok!" ucap Kai sambil tersenyum sambil membayangkan wajah teduh Meysa.
“Terus kamu mau mahar apa?" tanya Kai ingin tahu.
Meysa sempat terdiam, sebelum akhirnya memberikan jawaban. “Terserah kamu, aku gak mau memberatkan!" pungkas Meysa yang tidak tahu ingin mahar apa. Ia bahkan tak bisa berpikir ke arah itu.
Lagi-lagi jawaban Meysa berhasil membuat Kai tersenyum haru. Pria yang tengah menelepon di atas motor itu langsung menunduk, kakinya terlihat aktif, tidak tahu diam sambil menendang sampah dedaunan kering dari pohon belimbing yang ada di halaman rumah abangnya itu.
“Gak memberatkan kok, mahar kan buat kamu. Insyaallah apapun itu aku bisa, aku akan ngasih yang terbaik sebagai bentuk memuliakanmu."
“Ya, asal jangan yang aneh-aneh!" seloroh Kai sambil tertawa, waspada jika Meysa malah meminta mahar di luar nalar, seperti harus mencari harta qarun terlebih dulu misalnya.
Gadis bermata sembab itu mengerjap, mata bengkaknya makin menyipit ketika sebuah senyum terulas di bibirnya. Ia dibuat terharu dan bahagia mendengar jawaban Kai yang terdengar begitu memuliakannya.
“Nanti aku pikir-pikir dulu!" sahutnya setelah sejenak sempat menahan haru.
“Jangan kelamaan mikir!" peringat Kai dari seberang telepon.
“Ya lama lah, namanya juga berpikir."
“Kali aja aku pengen maskawin dari gunung emas yang ada di sungai eufrat!" ucap Meysa sambil menahan senyum. Yang mana langsung membuat Kai tertawa kecil atas celetukan randomnya.
“Ada-ada aja!" Kai menggelengkan kepala. Mau selama apapun mereka berpisah, Meysa tetaplah Meysa. Bulan yang ia temui kala pekatnya malam, gadis random yang membuat malam pekatnya terasa lebih terang kala itu. Waktu telah lama berlalu, tapi rasanya tetap sama dan Meysa masih menjadi tujuan seorang Zayankara Kai'ulani.
“Itu mah tanda-tanda kiamat, sayang!" seloroh Kai lagi dengan bibir yang masih mengulas senyum. Sebab mahar emas yang Meysa sebutkan merupakan salah satu tanda terjadinya kiamat yang disebutkan dalam hadis Nabi SAW.
“Jangan lah, kitakan baru mau nikah!"
“Baru juga mau ibadah, masa udah mau kiamat aja, hmmmnt!" protes Kai sambil memutar mata lesu. Tak sanggup kalau hal yang paling ditakutkan oleh makhluk hidup itu akan segera terjadi, sedangkan Ia belum punya persiapan apapun.
“Hehe!" Meysa terkekeh.
“Iya, nanti ya! Aku mikir-mikir dulu!"
“Ingat, jangan kelamaan mikir!"
“Iya Abang sayang!" seloroh Meysa yang mana membuat Kai tersenyum karena dipanggil 'Abang sayang'. Ia dibuat berbunga.
“Sana shalat, udah adzan maghrib tuh!" seru Meysa mengingatkan.
Membuat Kai menoleh ke sekitar, dimana langit sudah berubah jadi gelap. Dengan bintang dan bulan yang mulai bermunculan memenuhi malam.
"Eh iya, udah mau iqamah juga." Kai membenarkan posisinya, meraih sendal jepit yang terlepas dari kaki. Lalu memakai helem, bersiap untuk pulang.
“Aku pulang dulu ya bee, nanti kasih tahu kalu udah tahu kamu maunya mahar apa."
“Siap, pak bos!" seloroh Meysa sembari mengulas senyum di bawah mata sembabnya.
“Kamu juga kasih tahu kalau keluargamu udah mau kesini!"
”Yaiyalah dikasih tahu bee, masa nggak. Ntar malah kaget keluargamu."
“Ya kali aja, kan dulu kamu datangnya juga gak ngasih tahu. Tiba-tiba udah ada di toko aja!" protes Meysa saat mengingat bagaimana terkejutnya Ia yang mencoba melupakan Kai beberapa tahun lalu, tetapi lelaki itu malah muncul di hadapannya.
Kai yang juga mengingat kejadian beberapa tahun lalu itu ikut terkekeh, dimana Ia dan Meysa bertemu untuk pertama kalinya setelah Ia sempat menghilang saat menjalin hubungan virtual fase pertama saat itu.
“Ya nggak lah bee, ini lain lagi ceritanya." pungkas Kai membela diri.
“Dulu itu mau ngasih surprise kalau sekarang mau ngasih kepastian!"
“Iya-iya, si paling ngasih kepastian!"
“Haha, malah ngejek!" celetuk Kai.
“Udah, sana pulang! Udah maghrib, aku juga mau shalat isya, abis itu mau telepon Kak Faza!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Sun_Lee
🤣🤣🤣🤣🤣
2023-03-25
0
Andariya 💖
wah.. senengnya yg mau d lamar, itu pkai uang pinai...apa uang pinai itu semacam uang tebusan kah😊😊🤭
2023-03-23
0