Di sebuah kamar bercat hijau putih, nampak seorang wanita mengenakan kerudung shalat tengah menangis dengan posisi duduk bersandar di tepi tempat tidur. Benda pipih terlihat tertempel di telinga. Ia baru saja mengangkat telepon dari seseorang yang membuatnya menangis sesenggukan seperti sekarang.
“Halo?!" ucapnya saat tak mendengar jawaban apapun dari sang penelepon di seberang sana. Sambil menarik napas, gadis pemilik nama lengkap Haneendya Meysa itu menyusut bulir bening yang kembali menetes di pipi.
Sungguh Ia tak mampu mengutarakan perasaannya saat ini. Si penelepon yang belum juga menjawab salam dan sapaannya itu beberapa menit lalu mengirimkan sebuah pesan yang berisi lamaran terhadapnya.
Sedih dan bahagia bercampur jadi satu. Bagaimana tidak, setelah delapan bulan berpisah Meysa memutuskan untuk memperbaiki diri dan menutup hati karena pria itu. Namun sekarang Ia malah mendapat pesan tak terduga seperti ini.
Jujur, perasaanya terhadap seorang Zayankara Kai'ulani masih sama seperti dulu. Tak berubah dan tak berkurang sedikitpun. Bahkan di saat dulu Ia mencoba membuka hati dan beternak buaya demi melupakan Kai, wajah lelaki itu malah menghantui setiap langkah dan pikirannya. Bahkan setiap ia menatap pria lain, malah wajah Kai lah yang terngiang-ngiang. Lantas bagaimana mungkin ia bisa lupa dengan sosok yang pernah berjanji untuk hidup dan menua bersamanya itu.
“Halo?" Suara Meysa terdengar bergetar mengulang sapaan yang tak kunjung mendapat respon dari seberang sana. Entah apa yang dilakukan sang penelepon, mungkinkah Ia terpaku sama sepertinya?
“Eh, Iya, Halo ... Waalaikusalam!" suara Kai baru terdengar menyahuti.
Kini keduanya sama-sama canggung dan terdiam beberapa saat.
"Maaf mengganggu," seloroh Kai lagi yang mana memecah keheningan yang sempat terjadi beberapa detik.
“Gak apa-apa kok!" seru Meysa dengan suara serak.
Mendengar suara Meysa yang serak membuat Kai yang berada di seberang telepon terdiam sejenak dengan pikiran yang menerka apakah gadis itu sedang flu atau baru saja menangis.
“Kamu lagi flu?" Bukannya langsung pada inti pembahasan, Kai malah menanyakan keadaan Meysa yang suaranya terdengar sendu dan pilu terlebih dulu.
Meysa yang ditanya demikian lantas menyusut hidung sembari menghembuskan napas. Berdehem agar Kai tak begitu menandai suaranya yang sendu.
“Eh, nggak. Aku nggak flu." Bukannya bisa menyembunyikan semua. Jawaban yang ia berikan pada Kai justru kian membuat air matanya menitih. Ia rindu sosok Kai, sangat merindukannya!
“Kamu habis nangis ya?" pungkas Kai dari seberang telepon. Membuat Meysa mendongakkan kepala demi membendung air mata agar tak tumpah. Dadanya terasa penuh menahan sesak akibat tangisan yang ia tahan agar Kai tak mendengarnya.
Ya, Ia masih begitu gengsi jika Kai tahu Ia menangis haru karena pesan tersebut, selain itu Ia juga sangat merindukan sosok pria itu.
Tak mau membuat Meysa tambah sedih. Kai lantas mengalihkan pertanyaan. Bukannya tak peka atau tak tahu, Ia jelas tahu apa yang Meysa rasakan sebab Ia pun merasakan hal yang sama seperti wanita itu. Hanya saja Kai tidak ingin moment yang harusnya membahagiakan ini malah menjadi moment kesedihan.
“Eh itu, Aku nelepon mau nanyain soal yang tadi." Kai langsung menjelaskan tujuan utamanya menghubungi Meysa.
Benar saja, pertanyaan Kai membuat air mata Meysa berhenti menetes. Gadis itu menghapus cairan bening yang tersisa di pipi dengan pandangan mengecil akibat menangis, lalu mencoba fokus mendengar pertanyaan Kai.
“Yang jawaban salam?" tanya Meysa yang juga langsung pada intinya.
Membuat sosok Kai yang kini berdiri di ambang pintu kamar kontrakannya langsung mengulas senyum mendengar Meysa yang paham tujuannya.
“Iya, yang itu." Kai menjawab dengan cepat. "Aku mau mastiin jawaban salam kamu itu, apa ...."
Kriik kriik...
Kai tiba-tiba terdiam sejenak. Kedua insan yang masih memiliki perasaan yang sama itu kini sama-sama membisu.
Dan setelah beberapa saat Kai kembali mendapatkan keberanian untuk meneruskan. “Ehemnt." Ia berdehem, mencoba untuk menstabilkan perasaan yang membuatnya tiba-tiba canggung.
“Itu, maksudnya lamaranku diterima apa gimana?" tanya kai langsung pada intinya. Jantung pria itu berdetak begitu kencang saat mendengar Meysa menghela napas.
Huh...
“Tadi bukannya ada opsi yang bilang kalau ditolak cukup diread dan kalau di-- ..." Kini balik Meysa yang menggantung ucapannya.
Membuat Kai yang memang sudah mengerti langsung bisa mencerna ucapan Meysa. Kali ini ritme jantung pria itu berpacu makin kencang. Meski begitu, jawaban Meysa membuat seulas senyum nampak terukir dari bibir Kai. Ia yang bersandar di bibir pintu menunduk haru sembari mengusap ujung matanya yang sedikit berair.
“... Jadi ceritanya ini Aku beneran diterima?" tanya Kai sekali lagi mencoba memastikan. Suara pria itu terdengar serak dan berat. Ia terharu.
Gadis yang masih pada posisi seperti semula itu hanya menjawab dengan senyum dan anggukan. Tanpa menyadari jika Kai tak mungkin bisa melihat anggukan dan senyuman yang Ia berikan, sebab mereka hanya melakukan panggilan biasa, bukan video call.
“Halo?" Panggil Kai saat tak mendengar sahutan apapun dari Meysa.
“Ya!?"
“Kok diam?"
Meysa yang baru menyadari anggukannya memang tak bisa dilihat Kai pun lantas tersenyum. Dengan cepat ia segera menjawab, “Iya, Aku terima!" ujar Meysa lantang, tanpa keraguan sedikitpun.
“Alhamdulillah, ya ALLAH," seloroh Kai sembari mengusap wajah, rasa syukur yang menyeruak begitu saja. Ia tak mampu mengungkapkan kebahagiaannya kali ini.
Perjuangan dan penantiannya selama ini untuk menjadikan Meysa miliknya bukanlah hal yang mudah. Sebagai seorang laki-laki Ia jelas sudah melewati berbagai macam rintangan dan jatuh bangun hanya untuk berusaha menghalalkan sang tambatan hati. Dan kini Ia merasa bahagia setelah berhasil membawa Meysa kembali menjadi miliknya. Hanya tinggal beberapa langkah lagi, maka Ia akan segera menjadikan Meysa sebagai pendamping hidupnya.
“Makasih ya!" lirih Kai dengan suara sendu.
“Iya, sama-sama." Meysa menunduk sembari memainkan ujung mukenna hitam lavender yang ia kenakan.
Entahlah, rasanya mereka seperti dua orang asing yang baru pertama kali mengobrol. Sejak hubungan fase kedua itu berakhir, mereka benar-benar kembali menjadi asing. Walau berat menerima keputusan Meysa saat itu, tetapi Kai mencoba menghargai dan hanya mampu menjaga Meysa melalui do'a. Sedangkan Meysa sendiri sempat berpikir jika Kai telah melupakannya dan hidup bahagia dengan orang lain. Walau beberapa kali mereka sempat bertukaran chat secara singkat.
Namun, tak disangka sebentar lagi keduanya akan memulai hubungan fase ketiga yang membawa mereka menuju jenjang kehidupan yang sesungguhnya, yaitu ikatan pernikahan yang sah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Andariya 💖
akhirnya,di terima lamaran kai...pasti ya senang banget ini kai dan Meysa 💖😘
2023-03-23
0