Setelah cukup lama saling diam, akhirnya Kai kembali membuka obrolan.
“Mey, aku terharu!" Kai mencoba berterus terang. Tak ingin terus menjadi orang asing yang canggung. Ia ingin semuanya kembali seperti dulu, bersikap seperti sedia kala dan tak ada kecanggungan.
Sedangkan Meysa yang tengah menunduk memainkan ujung mukenanya segera mendongak saat mendengar ucapan Kai.
“Kenapa?" tanya Meysa penasaran.
“Tadinya aku pikir kamu akan nolak.”
Meysa mengerutkan kening mendengar ucapan Kai.
“Aku benar-benar takut dan sempat pesimis ditolak karena kamu udah punya hubungan baru dengan yang lain."
Tanpa aba-aba air mata Meysa kembali menetes mendengar apa yang Kai katakan.
Aku sebaliknya Kai, itu adalah hal yang setiap harinya membuatku takut. Aku takut kamu sudah menemukan penggantiku! lirih Meysa dalam hati di sela Kai yang tengah mengungkapkan kegundahannya.
“Aku pikir kita akan benar-benar berakhir kalau sampai lamaranku kamu tolak."
Meysa menghela napas panjang. "Sebagaimana kamu, perasaanku pun masih sama seperti itu." Ia menjawab ambigu, tak ingin langsung mengatakan jika Ia tak pernah sepenuhnya bisa melupakan pria tersebut. Meysa malah memilih jawaban yang terkesan mengikuti Kai. Yang apabila Kai masih mencintainya maka Ia pun demikian, tetapi jika Kai tak lagi mencintai, sungguh Ia juga akan menjawab seperti itu.
Kai menganggukkan kepala, matanya terpejam mendengar jawaban Meysa.
“Sekali lagi makasih ya karena masih mau menerimaku. Makasih udah mau bertahan sampai saat ini!"
Jemari Meysa terangkat menutup mulut, berusaha menahan agar suara tangisnya tak terdengar oleh Kai.
“Makasih juga karena udah menepati janji kita yang dulu-dulu!" lirih Meysa dengan suara bergetar.
Yang mana membuat Kai langsung bisa menebak keadaannya. “Gak usah nangis ya, aku gak mau kamus sedih!" Kai yang tahu Meysa menangis mencoba menenangkan.
“Aku gak nangis kok!"
“Siapa yang mau kamu bohongi? Kita sama-sama udah empat tahun Mey, Aku bisa bedain gimana suara kamu kalau lagi nangis sama kalau lagi flu."
Meysa memejamkan mata kuat-kuat. Akhirnya isakan Meysa pecah juga. Ia tak lagi menyembunyikan kesedihan dan kepiluan di hadapan Kai yang tahu dan hafal banyak kebiasaannya.
Hiks...
“Bee!" Kai memanggil Meysa lembut dengan panggilan sayang yang sudah sejak dulu mereka gunakan.
“Jangan nangis lagi!”
“Hiks... A-aku cuma masih gak percaya aja kalau saat ini akan tiba!" seloroh Meysa dengan suara serak.
“Ini beneran kamu lamar aku? Ini serius kan, gak main-main? Bukan prank atau ..."
Kai yang mendengar rententan pertanyaan dari Meysa lantas memotong ucapan gadis itu dengan cepat, “Ya beneran lah Meysa sayang, masa iya main-main dan ngeprank dengan hal seserius ini!"
"Emang kamu gak percaya sama aku?" sergah Kai lagi.
Meysa menghela napas gusar, bukannya tak percaya. Hanya saja Ia masih merasa semua ini seperti mimpi.
“Bukan gitu, maksudku, kamu udah punya biaya ...”
“Segitu gak berduitnya aku di mata kamu ya, Mey?" Kai kembali menyergah ucapan Meysa, membuat ucapan gadis itu terpotong dan menguap begitu saja.
"Ih, Astaga bukan begitu Kai'ulani!" sentak Meysa tak suka, ucapan Kai membuat gadis itu memberengut kesal.
Sedangkan di seberang sana, Kai yang bisa membayangkan bagaimana ekspresi kesal Meysa saat ini hanya tersenyum gemas.
“Maksudku tuh, kamu...
Belum sempat Meysa menyelesaikan ucapannya, Kai sudah memotong lebih dulu, “Ada Meysa, Alhamdulillah ada!" Kai menyergah dengan cepat.
“Kalau gak ada mana mungkin juga aku berani lamar kamu."
“Ini aja Aku udah merasa bersalah karena baru bisa memenuhi semua sekarang, bahkan setelah beberapa bulan kita break!"
“Kamu gak tau gimana aku berperang batin, meyakinkan hati dan memberanikan diri buat chat kamu lebih dulu. Aku benar-benar pesimis, takut kalau sampai kamu malah kasih jawaban ‘Maaf ya, Aku udah punya calon!' Ck, ah! Aku benar-benar gak bisa bayangin hal itu. Aku gak sanggup!"
Meysa terharu mendengar penjelasan panjang lebar dari Kai. Tiba-tiba Ia teringat dengan wejangan yanga Faza berikan beberapa bulan lalu mengenai perjuangan laki-laki dalam menghalalkan wanitanya itu bukanlah perkara mudah. Selain harus mempersiapkan mental dan meyakinkan pihak wanita dan keluarganya, seorang laki-laki juga harus berjuang untuk memberikan mahar dan kehidupan yang layak untuk calon istrinya nantinya. Karena tanggung jawab sebagai suami itu tidaklah mudah dan gampang.
Hal itu membuat Meysa kembali menitihkan air mata. Hatinya berdenyut nyeri membayangkan bagaimana perjuangan Kai selama ini hingga bisa sampai di titik sekarang. Ia bahkan tahu bagaimana kehidupan Kai sedari pertama kali kenal dulu. Meysa sudah mengenal Kai sejak laki-laki itu masih menjadi mahasiswa dengan kehidupan yang cukup terjal.
“Kamu nangis lagi?" tanya Kai dari seberang telepon saat mendengar Meysa terisak.
“Nggak, aku cuma terharu ternyata kamu masih ingat sama aku dan memenuhi janji yang kita buat dulu!"
Kai menunduk seraya mengangguk haru mendengar ucapan Meysa. Tak terasa bulir bening di ujung mata pria itu pun menetes perlahan. Entah mengapa Ia selalu jadi pria mellow jika sudah menyangkut hubungannya dengan Meysa.
“Makasih ya karena udah mau berjuang sampai akhir, makasih karena masih mencariku padahal kita sudah pisah selama itu!"
“Makasih juga karena udah mau bertahan sampai akhir. Makasih karena mau menerimaku kembali padahal kita sudah pisah selama itu!" balas Kai dengan tak kalah mengharukan.
Dua insan yang berada di tempat berbeda, dengan pulau dan lautan yang membentang itu terlihat sama-sama tertunduk haru dengan punggung bergetar.
“Makasih karena masih menjadikanku tujuan di saat kamu punya banyak pilihan yang bisa kamu tuju!"
“Makasih karena udah mau menjadi tujuanku disaat banyak orang lain yang mau menjadikanmu tujuan!"
Lagi-lagi keduanya sama-sama tersenyum sambil menangis. Kai selalu berhasil menjawab ucapan Meysa persis dengan apa yang gadis itu ucapkan. Hal itu membuat susana sore di tempat Kai kian mengharu biru. Begitupun suasana maghrib di tempat Meysa, tak kalah mengharu birunya. Berada di tempat yang berbeda, bahkan dengan selisih waktu satu jam sama sekali tak membuat perasaan keduanya berselisih dan beda.
“Ah, udah dulu ya bee. Aku mau ke rumah abang. Mau kasih tahu soal ini, biar dia bisa bantu ngomong ke Emak dan Ayah!"
“Iya!" Meysa tersenyum seraya menganggukkan kepala mendengar ucapan Kai.
“Btw di situ udah jam enam lewat 'kan, ya?" tanya Kai. Pria itu terlihat masuk ke dalam kamar, mengambil hoodie dan kunci motor. Ia akan pergi ke rumah Abangnya.
“Iya, hampir jam tujuh!"
Kai manggut-manggut sambil melangkah keluar rumah. Suasana sore di depan kontrakan langsung menyambut. Ia lalu mengeluarkan motornya yang terparkir di teras.
“Yaudah shalat lah. Aku mau berangkat dulu, nanti aku hubungi lagi kalau udah ngomong sama Abang!" ujar Kai yang mulai naik ke atas motor lalu memasang helem.
“Aku udah shalat!"
Kai nampak tersenyum mendengar jawaban Meysa. “Pintarnya calon istriku!"
“Insya Allah jadi istri soleha ya bidadari surgaku!"
Ucapan Kai mampu membuat Meysa tersenyum, pipi gadis itu merona merah. Rasanya bahagia sekali mendengar Kai mengatakan itu padanya.
“Kamu juga shalat!" Kini Meysa balas memperingatkan saat mesin motor Kai sudah terdengar menyala.
“Iya nanti bee, kan disini baru jam lima lewat!"
Hampir saja Meysa lupa, jika Ia dan Kai berada di pijakan yang berbeda, tempat mereka memiliki selisih waktu satu jam. “Yaudah sana, pergilah!"
“Oke istriku, kalau gitu aku matiin dulu ya teleponnya!"
Sungguh sebutan 'Istriku' yang Kai sematkan mampu membuat Meysa berbunga-bunga.
“Iya, hati-hati di jalan, jangan ngebut!"
Sedangkan Kai sendiri hanya bisa tersenyum mendengar peringatan dari Meysa. Ia memang suka setiap kali diposesifioleh Meysa. Membayangkan wajah galak wanitanya itu juga mampu membuatnya berbunga-bunga.
“Siap buk bos, aman!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Andariya 💖
aduh...yg lagi kangen ² sambil mewek🤣🤣🤣
karena Uda 8 bulan gak saling berhubungan....senengnya yg mau d halalin...neng Meysa...istriku
wkkkkk😅😅🤭
2023-03-23
0