PELANGGAN GHAIB WARUNG SAMBELAN.

Di dalam rumah, semua orang menjadi diam. Dalam heningnya malam, suara engsel ayunan yang bergerak, jelas terdengar. Beberapa orang menelan ludahnya, berusaha menahan rasa takut yang terlanjut dirasa.

"Kenapa jadi diam?" tanya Galang dengan nada nan pelan.

"Mas Galang dengar kan suara engsel ayunan?"

"Dengar pak, memang ayunannya sedang dimainkan."

...Deg......

"Mas, gak ada anak-anak yang mainan ayunan jam segini. Ini sudah jam sembilan malam."

"Lah ada kok, ayo ikut saya! biar tahu juga bapak, mana yang namanya Tira."

"Duh mas! sebelum ngajak saya, coba mas Galang pikir! apa normal ada anak gadis kecil yang main sendirian jam segini?"

Galang terdiam.

...Deg.....

Dia mulai menyadari hal yang tak wajar tersebut.

"Ta-pi.. itu.. ada kok pak di sana," ucap Galang terbata.

"Yang bisa lihat cuma mas Galang loh. Kita semua gak ada yang bisa lihat."

"Serius? beneran pak?"

"Iya mas."

"Kalian semua juga tidak bisa melihatnya?"

"Iya mas, gak lihat," jawab yang lainnya.

...Deemm......

Dada Galang seperti dihantam benda tumpul dengan keras. Berbekal penasaran yang terlanjur terkumpul, Galang melongokkan kepalanya, mengintip dari balik korden jendela. Menatap lurus ke area permainan yang ternyata benar, Tira masih bermain di sana.

"Putra, coba lihat!"

"Gak mau mas, gak brani saya," tolak Putra.

"Halah, cuma lihat doang. Ngintip kita, jauh juga posisinya. Ayo sini!"

Dengan terpaksa, Putra menuruti. Namun, apa yang ia lihat masih sama. Ayunan terayun sendiri tanpa ada siapa pun yang mengayunkannya.

"Bisa lihat gak kamu?"

"Ayunan goyang mas, saya lihat kalau itu tapi gak ada orang."

"Masak sih? ada anak kecilnya di sana."

"Sumpah mas! aku gak lihat apa-apa."

"Harun sini Run!"

"Kok saya mas?"

"Udah sini aja!"

Harun pun mendekat dan memang benar, ia pun tidak dapat melihat sosok apa pun selain ayunan yang bergerak.

...Deg......

Saat itulah, Galang baru tersadar kalau ternyata, yang dikatakan kedua warga adalah benar, Tira bukan manusia. Suasana kian mencekam. Kedua warga itu pun tidak berani untuk pulang. Meski posisi pulang berlawanan arah dengan lokasi area permainan tapi, rasa takut terlanjur mengular. Keduanya lebih memilih untuk turut menginap di mess dan baru akan pulang pada keesokan paginya, Galang mengizinkan.

...🌟🌟🌟...

Sekitar pukul enam pagi, satu persatu pekerja terbangun. Termasuk Galang dan juga dua warga yang menginap. Setelah itu, dua warga tadi, pamit pulang. Sementara Galang dan para pekerjanya, bergantian mandi, sarapan lalu mulai bekerja lagi. Pagi itu, tak ada satu pun yang membahas perihal Tira. Pun sama, seharian penuh, Tira tidak muncul. Galang sama sekali tidak memusingkan hal tersebut. Ia memilih untuk menyibukkan diri berbincang dengan Nadia, tunangannya. Melalui sambungan telepon, keduanya melepas kerinduan.

Selepas adzan isya, Galang mengajak Putra untuk mencari makan malam. Entah kenapa, dia begitu merindukan sambal ulek buatan ibunya yang tentu saja, tidak bisa ia nikmati sekarang. Sebagai gantinya, ia ingin mencari warung sambelan di sekitaran. Putra sendiri adalah adik kelas Galang semenjak mereka duduk di bangku Sekolah Dasar. Mereka juga bertetangga di rumah. Karena itulah mereka menjadi dekat. Lebih dekat dari pada para pekerja yang lainnya.

Galang dan Putra berboncengan ke luar area perumahan. Menyapa para warga yang sesekali, mereka jumpai hingga kemudian, keduanya melihat sebuah warung sambelan yang tak begitu sepi dan juga tak begitu ramai. Aroma ayam ungkep yang digoreng, sungguh menggugah selera keduanya. Tanpa komando lagi, keduanya sepakat untuk berhenti dan membeli makan di warung tadi.

"Kamu, makan apa Tra?" tanya Galang.

"Mujaer saja mas."

"Oke, buk.. nasi mujaer satu sama nasi ayamnya satu. Sambalnya yang banyak ya buk!"

"Iya mas, minumnya apa?"

"Es teh dua."

"Iya mas, ditunggu ya!"

"Iya."

Ketika Galang dan Putra datang, masih ada sekitar empat orang yang makan. Namun, satu persatu dari mereka pulang ketika si penjual menggoreng pesanan Galang hingga tinggallah Galang dan Putra saja sebagai pembelinya. Sekitar sepuluh menit kemudian, pesanan disajikan. Keduanya makan dengan lahap sembari sesekali berbincang. Saat itulah, datang seorang pembeli lagi dengan tampilan yang menurut Galang terlihat wajar tapi, Putra malah ketakutan.

Seorang wanita usia sekitar tiga puluhan yang datang. Rambutnya sangat panjang, digerai ke belakang. Menggunakan atasan dan rok bercorak kembang. Perihal wajahnya, terlihat manis dan sedap dipandang. Sesekali, Galang mencuri lihat sembari menikmati makanannya.

"Wah, cakep juga nih cewek," puji Galang di dalam hati.

Lain Galang, lain lagi dengan Putra. Putra yang duduk bersebelahan dengan perempuan tadi malah bergeser perlahan. Bukan karena segan tapi lebih seperti orang yang ketakutan. Perempuan tadi mengobrol sebentar dengan pemilik warung. Dari obrolan itu, sepintas dapat disimpulkan kalau keduanya, saling mengenal. Tanpa diminta, pemilik warung menyajikan kopi hitam tanpa gula. Seperti sudah lama menjadi langganan di sana sehingga sudah tahu betul apa yang hendak dipesan. Sekitar lima belas menit kemudian, wanita itu pun pamit seraya meneguk segelas penuh kopi hitam di meja. Galang terheran-heran dengan caranya meminum kopi dalam sekaligus waktu menghabiskannya. Barulah setelah wanita tadi pergi, Putra terlihat sangat lemas.

"Kamu kenapa Tra?"

"Perempuan tadi sundel bolong mas."

"Hah? jangan mengada-ngada kamu! mentang-mentang kemarin habis ngobrolin soal Tira, sekarang jadi melantur ke mana-mana."

"Bener kok mas, apa yang dikatakan mas ini, memang benar," sahut si pemilik warung.

"Buk.. benar gimana?"

"Wanita tadi memang benar, sundel bolong."

"Loh.. kok bisa? kok ibuk tidak takut? kalian terlihat saling kenal."

"Bukan kenal yang gimana-gimana sih mas. Gini ceritanya, sepertinya dia penghuni rumah kosong yang ada di ujung sana karena pertama kali kami bertemu, dia bilang kalau rumahnya di sana. Pada saat itu, saya dan suami masih baru berjualan. Masih belum ada pembeli yang datang. Sehari, dua hari hingga tiga hari, masih sepi lalu, datangnya wanita tadi di hari ke empat. Karena tidak ada pelanggan sama sekali, sepi, saya pun ngobrol sama wanita tadi. Basa-basi doang dan dari situlah saya tahu kalau rumahnya di sana. Saat itu juga saya sadar kalau rumah itu sudah lama ditinggalkan alias kosong selama bertahun-tahun. Saya yang saat itu sudah gemetar, mencoba untuk tenang. Saya intipin pas dia jalan pulang, betul-betul ke arah sana. Setelah kejadian itu, saya dan suami sempat berhenti berjualan. Kami konsultasi dulu ke orang pintar. Katanya gak apa-apa, sosok itu tidak mengganggu yang gimana-gimana dan kami disarankan untuk kembali berjualan. Itulah yang membuat kami, berani berjualan lagi. Eh, dua hari setelah kami berjualan, wanita tadi datang lagi. Meski pun kami sudah tahu jati diri masing-masing, kami tetap pura-pura biasa saja. Saya dan suami juga sempat melihat punggungnya yang bolong saat dia berbalik hendak pulang ke rumahnya. Kaki saya lemas mas, seketika ambruk ke tanah. Cuma ya itu, dia gak macam-macam kok. Selalu datang secara berkala ke warung saya. Sekedar ngobrol dan minum kopi hitam. Setelah itu, dia akan kembali pulang. Saya dan suami juga sudah terbiasa. Kami sudah berjualan di sini sekitar empat tahunan."

Mendengar penjelasan si pemilik warung membuat Galang tak bisa berkata-kata.

"Saya juga melihat punggung bolong wanita tadi mas," sahut Putra.

...🌟 BERSAMBUNG 🌟...

Terpopuler

Comments

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

𝙙𝙤𝙮𝙖𝙣 𝙠𝙤𝙥𝙞 𝙩𝙚𝙧𝙣𝙮𝙖𝙩𝙖 𝙨𝙪𝙣𝙙𝙚𝙡 𝙗𝙤𝙡𝙤𝙣𝙜𝙣𝙮𝙖 😅😅😅

2023-07-28

0

⍣⃝ꉣꉣAndini Andana

⍣⃝ꉣꉣAndini Andana

mbak sun ngirit cm mnta kopi, cobak kalo preman, udh minta kopi, rokok, plus makan gratis 😋😋

2023-04-04

3

Ai Emy Ningrum

Ai Emy Ningrum

mbak Sun ga bs makan sambel 🌶️🌶️ maka nya cuma minum kopi item ajah... 🥴😵‍💫

2023-04-04

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!