GADIS KECIL

Keesokan harinya, Galang bekerja seperti biasanya. Pada awalnya, ia memilih untuk diam, enggan menceritakan perihal mimpinya. Namun, ketika mengobrol bersama para pekerjanya di malam hari, akhirnya ia membuka cerita. Bukan untuk menyebarkan rasa takut tapi lebih pada mensugesti para pekerjanya agar tidak takut dan turut serta menganggap hal itu sebagai mitos semata. Ditambah, mereka sejauh ini pun belum pernah melihat dengan mata kepala perihal penampakan yang diceritakan. Tanpa ada yang mendebat, obrolan pun bergeser ke topi yang lainnya.

...🌟🌟🌟...

Hari-hari pun berlanjut dengan rutinitas yang sama. Galang dan para pekerja pun semakin akrab. Beberapa anak-anak juga bermain di lokasi pembangunan perumahan. Sesuatu yang wajar, anak-anak memang suka kelayapan. Namun, ada satu gadis kecil yang sering sekali datang. Entah sekedar lewat atau pun sengaja berhenti untuk melihat para pekerja.

Pada awalnya, Galang membiarkannya. Lama-lama, ia tertarik untuk menyapanya. Coba bertanya perihal di mana teman-temannya? kenapa bermain sendirian? gadis kecil yang usianya sekitar enam tahun itu mengatakan, kalau teman-temannya ada di sana tapi sedang bermain di sisi perumahan yang lain. Galang memanyunkan bibir lalu berpesan agar gadis kecil tadi berhati-hati saat bermain. Gadis itu pun mengangguk.

Hari-hari berikutnya, gadis itu kembali datang. Kadang sendirian, kadang bersama teman-teman. Alhasil, Galang kembali menanyainya. Katanya, namanya adalah Tira. Pipinya yang bulat ditambah potongan rambut pendek membuatnya kian terlihat menggemaskan. Para pekerja telah terbiasa dengan kehadiran Tira. Bahkan, Galang cukup akrab dengannya. Dengan polosnya, Tira meminta agar dibuatkan area permainan di perumahan.

"Tira pengen dibuatin apa di area permainannya nanti?" tanya Galang.

"Ayunan om, prosotan sama jungkat jungkitnya juga," jawab Tira dengan cepat.

Galang tersenyum.

"Tira sudah sekolah kan?"

"Sudah."

"Bukannya di sekolah TK juga ada mainannya?"

"Ada tapi kan cuma bisa mainan kalau pas sekolah saja. Kalau pas libur gak bisa mainan."

Galang terkekeh.

"Om gak janji ya. Om juga cuma kerja. Ngikutin instruksi bos saja. Coba om tanyain dulu ke bos, apa boleh ditambahkan ayunan di perumahan."

"Pasti boleh."

Galang kembali tertawa mendengar jawaban penuh harap dari Tira.

...🌟🌟🌟...

Galang benar-benar menyampaikan permintaan Tira kepada kakaknya, mas Fahmi. Melalui sambungan telepon, Galang menanyakannya.

"Walah, ada-ada saja kamu Lang," ucap mas Fahmi di ujung panggilan.

"Kasihan mas, aku gak tega buat nolak. Coba ditanyain dulu lah mas, barang kali boleh sama bos besar!"

"Kalau gak dibolehin gimana?"

"Kalau gak dibolehin ya terpaksa, aku bikinin ayunan sederhana saja di sini, pakai uangku sendiri."

"Kita ini kerja Lang, bukan bakti sosial."

"Sambil menyelam minum air mas (peribahasa)"

"Ngawur, sambil menyelam minum air ya lama-lama tewas."

Jawaban mas Fahmi mengundang gelak tawa Galang.

"Ya sudah, besok saya tanyakan. Sekarang sudah malam, besok saja saya ngomong ke bos besar!"

"Iya mas makasih!"

"Iya, ya sudah saya tutup dulu ya teleponnya?"

"Iya mas, assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam."

...🌟🌟🌟...

Pada jam istirahat siang di hari berikutnya. Galang mendapatkan pesan singkat dari mas Fahmi. Mas Fahmi mengabarkan kalau bos mereka mengizinkan galang untuk membuat ayunan, prosotan dan juga jungkat jungkit sebanyak satu buah tiap masing-masing jenis permainan. Galang lekas tersenyum, permintaannya diizinkan dan lekas mengirimkan ucapan terima kasih kepada kakaknya dan juga bos besarnya.

Di sela-sela penggarapan perumahan. Galang menyempatkan diri melihat denah yang pas untuk meletakkan permainan anak-anak. Setelah mendapatkan area yang pas. Ia pun berangkat untuk membelinya. Permainan didatangkan dan segera dipasang pada area yang telah Galang tentukan. Melihat hal itu, Tira tentu sangat senang. Ia bersorak sembari melompat bahagia. Ekspresi lugu dari gadis kecil yang belum memiliki dosa.

...🌟🌟🌟...

Dua hari kemudian, keberadaan area bermain ini disadari oleh warga yang datang berkunjung ke mess. Mereka memuji sekaligus mengucapkan terima kasih sebab, dengan adanya area bermain tersebut, anak-anak di kampung memiliki tempat bermain yang baru. Galang mengangguk lalu menceritakan alasan dibalik dibangunnya area bermain tersebut. Sayangnya, dua orang warga yang sedang berkunjung malah terlihat bingung.

"Tira? itu, anak siapa ya mas?" tanya salah seorang warga.

"Loh, bapak yang asli orang sini kok malah tanya saya. Mana saya tahu pak, si Tira anaknya siapa."

"Sebentar! anaknya siapa sih Tira ini?" tanya warga tadi kepada temannya yang juga warga asli sana.

"Gak tahu, apa anaknya bu Lia?"

"Bu Lia? enggak ah, anaknya bu Lia sih namanya Rizki dan Riska."

"Emm.. anak siapa ya?"

Melihat kedua warga yang kebingungan, Galang lantas menyebutkan ciri-ciri Tira.

"Anaknya kisaran umur enam tahunan. Rambutnya pendek segini nih, di bawah telinga. Pipinya tembem, bulat, lucu. Sudah sekolah TK kalau gak salah."

Kedua warga itu pun kembali coba mengingat.

"Anak TK sih ada beberapa mas tapi kalau yang seperti yang mas Galang sebutkan.. sepertinya kok gak ada ya mas?"

"Ah masak? bapak lupa kali. Ada kok pak, mungkin nama panggilannya di rumah berbeda."

"Em.. bisa jadi mas."

Setelah itu, perbincangan beralih pada topik yang lain. Galang juga mengeluarkan papan catur yang sengaja ia beli bersamaan dengan membeli prosotan. Pikirnya, catur akan sangat pas dimainkan sembari begadang dan menikmati segelas ngopi. Ia juga membeli satu pak kartu remi lengkap dengan sebotol bedak bayi untuk dioleskan pada pemain yang kalah. Lengkap sudah amunisi malam untuk membunuh kesunyian.

...🌟🌟🌟...

Sekitar pukul sembilan malam. Galang tiba-tiba mengalihkan pandangannya ke area permainan. Ia tajamkan penglihatan yang sontak membuat para pekerja dan juga para warga penasaran. Turut melihat ke arah Galang memandang.

"Ada apa mas Galang?" tanya beberapa orang di sana.

"Itu loh, kok Tira main ayunan malam-malam?"

...Deg.....

Semua mata tertuju pada ayunan yang Galang maksudkan.

...Wwussshhhh.....

Bagai tertiup angin, tengkuk semua orang merinding. Tentu saja hal ini tak dirasakan oleh Galang. Hanya dia seorang yang menganggap kalau itu, benar sosok Tira. Sementara yang lain, memikirkan sosok yang lain.

"Tira yang tadi mas Galang ceritakan?"

"Iya pak, tuh dia di sana. Gimana sih orang tuanya, kok dibolehin main malam-malam? bentar deh, mau saya samperin sebentar!"

"Jangan mas, di sini saja!" tahan salah seorang warga.

"Kenapa pak?"

Semua orang saling berpandangan ketika semuanya melihat kalau ayunan benar-benar bergerak. Seperti ada yang sedang memainkan.

"Mas, saya yakin kalau Tira, bukan manusia."

Galang mengerutkan dahinya, terkesan meragukan ucapan warga.

"Sebaiknya, kita masuk saja mas ke dalam!" ajak warga itu kemudian.

Tanpa komando lagi, semua orang pun masuk ke dalam.

...🌟 BERSAMBUNG 🌟...

Terpopuler

Comments

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

𝙠𝙖𝙮𝙖𝙠𝙣𝙮𝙖 𝙢𝙖𝙩𝙖 𝙗𝙖𝙩𝙞𝙣 𝙂𝙖𝙡𝙖𝙣𝙜 𝙙𝙞 𝙗𝙪𝙠𝙖 𝙨𝙖𝙢𝙖 𝙢𝙚𝙡𝙖𝙡𝙪𝙞 𝙩𝙪𝙖 𝙮𝙜 𝙖𝙙𝙖 𝙙𝙞 𝙬𝙖𝙧𝙪𝙣𝙜 𝙥𝙖𝙨 𝙢𝙖𝙪 𝙠𝙚 𝙡𝙤𝙠𝙖𝙨𝙞 𝙥𝙧𝙤𝙮𝙚𝙠 𝙙𝙚𝙝

2023-07-28

0

Mia Roses

Mia Roses

Mata batinnya galang dibuka sama lelaki tua pemilik warung itu ya

2023-04-05

2

⍣⃝ꉣꉣAndini Andana

⍣⃝ꉣꉣAndini Andana

wow.. Tira etan yg kesepian, dia suka main ayunan dan jungkat jungkit 😳😲😱

2023-04-03

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!