Kami setelah aku memberitahu Devan bahwa aku hamil, kami tidak berkomunikasi selama satu Minggu.
Aku menjalani semua nya dengan sendiri bahkan di usia kandungan ku saat ini aku masih aktif mengikuti semua kegiatan kampus.
Saat aku sedang di caffe tanpa sengaja Devan melihat ku sedang duduk sendiri di dekat jendela.
"Andin ..."
"Devan! Ngapain kamu?"
"Kamu yang ngapain di tempat kaya gini? Bukan nya kamu tidak menyukai tempat seperti ini?"
"Ya terserah aku dong!"
"Oke lupakan masalah itu, kebetulan kita bertemu jadi aku mau bicara sama kamu."
"Apa?"
"Jadi begini, kenapa kamu tidak meng*****kan saja kandung mu itu?"
"Maksud mu apa?"
"Begini ya, kamu kan masih kuliah terus aku juga masih kerja dan aku akan menikah dengan Widya satu Minggu lagi. Jadi kita mencari aman saja di antara kita berdua. Bagaimana?"
"G**a kamu ..."
"Ayok lah Andin, ini semua demi kebaikan kita semua ko."
"Sudah lah aku mau pulang saja."
"Tunggu dulu kamu belum jawab pertanyaan aku."
"Sudah lah Devan, jika kamu tidak mau mengakui anak ini maka itu terserah kamu. Tapi jangan menyuruh ku untuk membuang nya!"
"Dan satu lagi, jika anak ini lahir maka kamu tidak akan pernah bisa bertemu dengan nya. Apa kamu tidak takut karma Devan?"
"Karma itu hanya ilusi saja."
"Terserah kamu saja."
Aku bangkit dari duduk ku dan pergi meninggalkan Devan seorang diri di sana, aku tidak menyangka jika ia masih tetap menginginkan aku untuk membuang semua ini.
Aku sayang dengan anak yang ada di perut ku, setelah sekian lama aku bersama nya dan kini aku di minta untuk membuang nya?
Sungguh hewan saja tidak akan mau untuk membuang anak nya, tapi ini? Manusia sejenis apa dia yang telah tega menekan ku untuk membuang ini anak.
"Andin, kamu kenapa menangis?" Tanya teman ku Anton.
"Tidak apa, kamu sedang apa di sini?"
"Lah aku kan kerja di sini, oh ya. Sini deh, aku mau bilang sama kamu."
"Apa?"
"Udah sini aja."
Aku mengikuti nya dari belakang dan duduk di kursi dekat ia bekerja, ia sengaja menyuruh ku untuk duduk di sana agar ia bisa melihat ku.
"Jadi apa?"
"Minum enggak? Minum lah ya, bentar aku bikin kan dulu!" Ia bangkit dan membuat minuman kesukaan ku, setelah itu ia duduk kembali di hadapan ku dan mulai menceritakan semua nya.
Tidak lupa juga ia memberikan bukti-bukti pada ku, ternyata ia bercerita tentang wanita yang ia suka selama ini. Dan mereka juga sudah sangat akrab sejak lama, sungguh aku iri sekali dengan wanita itu. Ia bisa merasakan di sayang oleh laki-laki sebaik Anton dan berbanding terbalik dengan ku.
"Loh ko malah melamun dan nangis lagi sih?"
"Ah engga ko."
"Ya sudah, nikmatin minum nya. Aku kerja dulu ya, jangan pulang dulu nanti tunggu aku sebentar oke." Aku mengangguk dan mulai bermain hp lagi.
Tiba-tiba saja Devan kembali menghampiri yang tengah duduk diam di sana.
"Rupanya kamu hanya pindah tempat duduk, kenapa si mesti pindah? Padahal di atas saja masih bisa bahkan kita bisa bermesraan di sana."
Byurrr
Aku menyiram nya dengan air minum yang masih tersisa setengah di gelas ku, tepat di wajah nya.
"Jangan pernah ganggu aku lagi, Devano!"
"Jangan sok jual mahal deh."
"Jaga ucapanmu itu."
"Alah kamu itu sudah pernah aku cicipi, jadi apa yang harus aku jaga?"
Plakkkk
Aku menampar nya dengan sangat kuat, bahkan semua pengunjung sampai melongo melihat ku menampar Devan.
Bagiru juga dengan Anton, ia langsung menghampiri kami yang sedang ribut.
"Ada apa ini Andin?" Tanya Anton.
"Oh jadi karena ini kamu tidak mau aku ganggu, atau jangan-jangan ..."
"Aku mau pulang dulu ya, Anton! Makasih traktiran nya."
"Oh iya sama-sama. Hati-hati di jalan ya."
"Iya, maaf udah bikin kacau. Dan kamu, jangan pernah ganggu aku lagi."
Aku pergi menuju parkiran dimana mobil ku terparkir di sana, di dalam mobil aku menangis sejadi-jadinya. Bohong jika aku tidak sakit hati dengan ucapan Devan, Aku sangat sakti hati ulah nya itu. Dia berhasil membuat ku merasa tidak berharga di dunia ini.
Tok ... Tok ... Tok ...
Kaca mobil ku di ketuk dari luar oleh Anton, dengan cepat aku menghapus air mata di pipi ku dan membuka kaca mobil nya.
"Apa kamu beneran baik-baik saja?"
"Ya, aku baik-baik saja. Kenapa?"
"Aku hanya memastikan saja, lalu bukan kah itu Devan?"
"Ya, dia laki-laki yang sudah membuat ku hancur seperti ini."
"Kamu di apakan sama dia?"
"Oh ya, bukan nya kamu sedang bekerja ya? Sudah sana kerja saja dulu," ucap ku mengalihkan pembicaraan.
"Eh ko malah jawab lain sih? Aku sudah ijin bos tadi jadi hari ini aku ngga masuk dan bentar lagi akan ada pengganti ku. Aku masuk nya nanti tengah malem," jelas nya padaku.
"Oh begitu ya."
"Boleh aku masuk? Kamu pindah ke sana, kita ke tempat nyaman dan aman untuk bercerai."
Aku diam.
"Tenang saja, aku tidak akan mengambil kesempatan dalam kesempitan ko." Akhirnya aku menggeser tubuh ku ke kursi sebelah.
Kini Anton yang memegang kendali mobil ku, ia melajukan mobil ku entah kemana.
"Sebenarnya kita mau kemana?"
"Duduk manis dan diam di sana, ibu hamil jangan banyak tanya."
Deg
Darimana dia tahu soal ini semua?"
"Jangan menatap ku seperti itu, nanti kamu malah naksir dengan ku."
"Dih kepedean kamu."
"Ya habis nya kamu tuh."
"Darimana kamu tahu soal ini semua?"
"Duduk dan diam saja!" Akhirnya aku memilih untuk diam dan menunggu jawaban dari nya.
"Sebenarnya aku tahu semua ko." Ucap nya tiba-tiba.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments