Bab 3

Malam hari tiba, aku dan Mita serta bang Alwi berkumpul bersama. Bahkan tanpa sepengetahuan ku, bang Ali menghubungi rekan kerja nya yang berprofesi sebagai polisi hingga komandan polisi.

Ada juga yang tentara dan juga Intel, kami mengobrol permasalahan yang sedang aku alami. Mereka akan melihat ku dari jauh karena khawatir aku di apa-apakan oleh mereka semua.

Setelah pukul sepuluh malam akhirnya kami bertemu di tempat yang sudah di sepakati, dan benar saja ia membawa serta segerombol teman-teman nya. Bahkan orang yang tidak kenal dengan ku pun ikut serta.

Namun, ada yang menjadi perhatian ku. Wanita gemuk yang selalu dekat dengan Devan, ia tidak pernah ingin menjauh dari Devan seolah ia lah yang berkuasa dalam diri Devan.

"Ayok kita cari supermarket dan tes ulang di sana, aku ikut masuk ke dalam toilet nya!" Ucap wanita gemuk itu.

"Hah?"

"Kenapa? Takut ya?"

"Oh enggak ko, ya udah ayok!"

Kami pergi menuju supermarket terdekat di sana, karyawan di sana merasa heran karena melihat kami yang berempat masuk ke dalam toilet.

Setelah menunggu lima belas menit kemudian hasil nya tetap sama, dua garis merah terang di dua tespek yang berbeda.

"4n 1n 6 emang ya si Devan itu." Wanita itu mengumpat.

Kami langsung ke tempat awal di mana mereka sedang duduk menunggu, terlihat wajah Devan tegang menunggu hasil nya.

Saat kami tiba, aku di kejut kan oleh wanita tadi. Ia melempar hasil dari tespek ke atas meja yang penuh dengan air minum.

"4n j1 n6 kau sayang. Tanggung jawab lah."

"Ngapain aku tanggung jawab? Bisa saja si Andin hanya bohong kalau itu anak ku, bukan kah waktu itu dia pernah bilang kalau dia hamil dia tidak akan mencari ku. Lalu sekarang apa?"

"Iya sih, dari awal aku udah yakin kalau si Andin ini beneran hamil karena p4 yu d4 r4 nya bengkak" timpal Yanti.

"Jadi mau kau apa?"

"Si Andin mau nya nikah KUA, biar anak itu ada status nya aja" jawab Mita.

"Aku enggak ngomong sama kau, aku ngomong sama Andin. Kenapa enggak bisa ngomong ya? Mendadak bisu?" Hardik nya.

Sungguh hati ini bertambah perih, luka ini tidak bisa di obati oleh kata maaf sekali pun. Aku memegangi perut ku yang terasa sakit, mungkin karena aku terlalu banyak berpikir makanya perut ku terasa sangat sakit sekali.

"Ya itu tadi, aku mau nya nikah KUA saja setelah itu mau cerai pun tidak masalah" Jawab ku.

"Tuh Devan, mau enggak nikah sama dia abis itu cerai?"

"Dih ogah, ngapain nikah?"

"Denger kan jawaban dari Devan. Jadi mending pulang aja deh."

"Enggak, ini tuh anak nya Devan."

Brak ...

Wanita itu melempar barang tepat mengenai p4 h4 ku, aku yakin ia mengincar perut ku. Aku melirik ke setiap penjuru memberi isyarat bahwa aku baik-baik saja.

"Gimana kalau di k***t saja? Dulu aku pun kaya gitu kan sayang?" Tanya Yanti.

"Kalau kaya gitu berapa tu?" Tanya Devan. Aku melotot mendengar pertanyaan nya itu.

"Ya paling mahal lima juta. Sampai sembuh."

"Ya udah gimana mau?"

Aku diam memikir kan segala resiko yang akan aku hadapi, jika aku melakukan itu maka nanti aku tidak akan mendapatkan anak lagi. Tetapi jika aku tidak melakukan itu, maka masa depan ku akan hancur.

"Gimana?" Tanya Yanti lembut.

"Jawab lah!" Kali ini wanita itu membentak serta menendang ke arah ku. Lagi-lagi ia mengincar perut ku namun kena di kaki meja dan kaki ku.

Saat bersamaan orang-orang yang bersama ku pun menghambur menghampiri kami. Dan seketika itu juga mereka terkejut dengan semua ini.

"Oh, rame-rame rupanya!" Sindir wanita itu.

"Oke aku setuju, tapi aku minta dalam tiga hari."

"G1 l4, dapat duit dari mana si Devan?" Tanya yang lain.

"Jangan lah tiga hari, mikir lah si Devan itu cuman kerja di bengkel jadi mekanik. Abis lah gaji dia kalau segitu mh."

"Lah emang nya kalian mikir gitu saat menyuruh ku melakukan itu semua? Enggak kan? Jadi impas dong ya!"

"Dah lah, biar nanti aku jual aja motor kesayangan ku itu."

"Loh enggak bisa gitu dong sayang, nanti kamu kerja kaya gimana? Nanti kamu jemput aku kaya gimana?"

"Heh dengar ya, si Devan itu mau menikah dengan ku nanti tiga mingguan lagi," sambung nya.

"Oh." Jawab ku.

Aku memfoto muka dia dan KTP milik nya, agar jika terjadi sesuatu akan mudah mencari orang itu.

Singkat cerita kami pulang, teman-teman yang lain ingin mengantar ku pulang. Namun, aku menolak nya aku hanya ingin sendiri memikir kan semua ini. Sebelum pulang salah satu teman sekaligus Abang bagi ku, bicara padaku mengani ini semua.

"Abang tidak setuju jika kamu melakukan itu."

"Lagian siapa juga yang mau kaya gitu?"

"Ya sudah, kamu pulang dulu istirahat yang cukup jangan pikir kan semua ini."

Aku berpamitan dengan mereka dan mencium tangan nya, sepanjang perjalanan aku berpikir bahwa aku bunuh d1 R1 saja karena jika aku hidup pun tidak akan ada yang bisa membuat semua keadaan ini membaik.

Aku memuat status di wathsap ku berupa video jalanan yang sepi di sertai jembatan yang konon selalu ada korban di sana.

"Jika aku harus kehilangan satu nyawa, maka lebih baik menghilang dengan ku sekalian" (Di sertai dengan video itu)

Aku kembali melajukan motor ku menuju rumah, hp ku tidak henti nya bergetar pertanda ada banyak pesan masuk ke dalam hp ku itu. Namun, semua aku abai kan begitu saja hingga saat di rumah tiba nanti akan aku buka semua pesan itu.

"Ya tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang?" Doa ku dalam hati.

Setelah beberapa saat kemudian, aku sampai di depan rumah ku. Aku langsung memasukkan motor ke dalam dan bergegas memberisih kan muka ku.

Setelah itu aku mengunci pintu kamar dan membaringkan badan ku di atas kasur, aku melirik kaca besar di depan ku itu.

Perut yang sebnar nya sudah nampak jika memakai baju ketat, namun aku selalu memakai baju longgar dan oversize selama ini jadi tidak ada yang tahu dan menyadari semua itu.

"Apa aku berikan saja anak ku pada orang lain yang sudi mengurus anakku dengan tulus?" Tanya ku dalam hati. Malam itu aku tidak bisa tertidur dengan nyenyak, pikiran ku terus melayang entah kemana.

Ting!

[Dek, apa kamu sudah tidur?"] Pesan masuk dari bang Alwi.

[Belum, kenapa bang?] Send.

Ting!

[Tidur, ibu hamil tidak baik loh begadang kaya gitu.]

[Iya bentar lagi tidur] Send.

Ting!

[Sekarang!]

Aku tidak membalas nya agar terlihat seolah aku sudah tidur saat itu juga. Namun, ternyata ia mengirim pesan lagi pada ku.

Ting!

[Besok kita bertemu ya, ada yang ingin Abang tanyakan pada mu, dek.]

[Kenapa engga sekarang aja sih? Kan sama-sama ngomong!"] Send.

Ting!

[Beda dong.]

[Dih, enggak jelas. Sudah lah aku mau tidur dulu] Send.

Ting!

[Tidur yang nyenyak bidadari ku."]

Aku berbaring dan mencoba untuk membuat mata ku ini terpejam, namun rasanya sangat sulit sekali.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!