Dia Anakku, Bukan Anakmu
Sudah empat bulan aku tidak datang bulan, awal nya aku biasa saja namun semakin ke sini aku merasakan ada hal yang aneh pada diri ku ini.
Saat subuh tiba aku memberani kan diri untuk membeli tespek di supermarket terdekat, aku membeli nya dengan diam-diam karena saat itu aku belum memiliki suami.
Perasaan ku semakin campur aduk tidak karuan, bagaimana tidak. Aku masih menjalani perkuliahan yang hanya tinggal tiga semester lagi dan harus merasakan hal seperti itu.
Aku gemetar saat menunggu tespek itu berubah, dan ternyata ...
"Astaga ... Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?"
Aku bingung dengan hasil nya, aku tidak tahu harus berbuat apa.
Kebetulan siang hari nya Devan mengajak ku bertemu, aku menyimpan nya di belakang hp ku.
Siang hari aku bertemu dengan nya di kosan milik nya. Kami melakukan itu lagi! Saat sudah selesai aku gemetar aku takut mau bilang pada nya.
Karena di tempat ini hanya ada kami berdua di sana, ia baik tapi ia juga terkadang kasar pada ku.
Aku takut di perlakukan tidak baik lagi oleh nya, dan untuk kesekian kali nya lagi.
"Kamu kenapa sayang? Apa yang terjadi?" Tanya nya.
"Tidak apa sayang, aku baik-baik saja ko."
"Bicaralah apa yang kamu sembunyikan!"
"Aku mau pulang."
"Tunggu, jangan pulang dulu. Katakan apa yang terjadi?"
"Aku mau pulang saja, hari sudah semakin sore. Bukan kah kamu bilang kalau kamu mau ke tempat balapan?"
"Ya baik lah kalau begitu."
Aku pergi untuk pulang, namun aku tidak langsung pulang. Melain kan aku pergi ke rumah teman ku bernama Dani.
"Kau kenapa?"
"Tidak, ayok beli bakso aku lapar sekali."
"Ya udah bentar lah dulu, aku baru aja bangun ini kamu ajak aku pergi. Belum mandi belum makan."
"Ya elah kan mau makan bakso, ngapain makan dulu?"
"Oh iya lupa, ya udah ayok."
Kami pergi ke tempat bakso langganan kami, setelah memakan bakso kami pergi berjalan-jalan. Bahkan dalam perjalanan pun aku masih saja memikirkan bagaimana cara nya untuk lepas dari masalah ini semua.
Aku bingung, aku takut aku tidak tahu harus berbuat apa lagi.
"Kenapa sih melamun terus dari tadi di tanya enggak di jawab."
"Hah? Nanya apa?"
"Kamu itu kenapa Andini?"
"Aku mau pulang aja ah."
"Lah ..."
"Ayok pulang."
"Ya udah bentar, ini lagi lampu merah!"
Jujur saja aku bingung dengan semua ini, aku tidak tahu harus berbuat apa nanti nya.
Keesokan harinya ...
Aku tidak merasakan apa-apa, bahkan aku masih melakukan aktivitas ku seperti biasanya. Aku pergi dan berangkat kuliah seperti biasa. Tidak ada yang berubah dalam mood ku, tidak ada drama mual di pagi hari. Dan tidak ada drama tidak suka ini dan itu.
Bahkan perut ku masih terlihat rata di saat usia kandungan ku menginjak empat bulan.
Meskipun aku belum memeriksa nya di dokter tetapi aku bisa tahu karena aku menghitung siklus datang bulan ku, terkahir kali aku memberikan segala nya saat sesudah datang bulan.
Aku lupa jika setelah itu rahim akan sangat subur dan pasti nya akan dengan cepat tumbuh.
Satu Minggu berlalu, aku memutuskan untuk bercerita dengan teman ku Mita dan Yogi.
"Kita harus meminta pertanggung jawaban dari si Devan!" ucap Mita.
"Tapi apa dia akan mau bertanggung jawab?" Tanya ku.
"Mau atau tidak, dia harus bertanggung jawab karena seperti itu adalah cara nya menunjukkan bahwa dia laki-laki sejati" ucap Yogi.
"Alah sok ngomongin laki-laki sejati segala, kamu aja dulu dulu enggak mau tanggung jawab sama pacar mu."
"Eh itu beda lagi, dulu aku masih SMA sekarang udah kerja dan siap menafkahi pacar ku!"
"Sudah-sudah, besok kita pergi ke tempat kerja dia. Kamu tahu kan kosan nya yang mana?"
"Tahu."
"Nah besok kita ke sana, mau bagaimana pun reaksi dia. Kita harus tetap berjuang demi anak yang kamu kandung, karena anak itu tidak tahu apa-apa."
"Kenapa tidak sekarang saja?"
"Kamu sudah mengirimkan pesan pada nya?"
"Belum!"
"Ya sudah, ibu hamil jangan banyak pikiran mending kita pukang saja dulu. Dan besok kita pergi mencari dia!"
Akhirnya aku dan Mita pulang ke rumah masing-masing, malam hari nya aku mengirim kan pesan pada Devan.
[Devan!] Send..
Ting!
[Iya sayang, kenapa?]
[Aku hamil] send.
Ting!
[Lah ko bisa? Anak siapa?]
[Anak mu lah. Kita harus nikah Van.] send.
Ting!
[Enggak bisa.]
[Kenapa?] Send.
Namun tidak ada balasan lagi dari nya, aku semakin bingung dengan semua ini. Jika aku meminum obat-obatan pun rasanya percuma karena kandungan ku sudah ada nyawa nya. Dan lebih lagi dia sudah hampir empat bulan.
"Aku harus bagaimana ini tuha?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
tambahan bunga sudah kuberikan
2023-03-21
1