Usai menelpon Bapak dan Ibunya yang tinggal di Malang, Ardhita kemudian mencoba untuk menghubungi kekasihnya yaitu Dhito. Gadis itu mengucek hidungnya sesaat dan kemudian mulai menghubungi Dhito.
"Assalamualaikum, Mas Dhito," sapa Ardhita dengan suaranya yang lembut.
Dari Makassar pun, Dhito menyahut dan juga membalas sapaan dari Ardhita dengan mendekatkan telepon itu ke telinganya. "Waalaikumsalam, Ta ... bagaimana kabarnya?" tanya Dhito yang kala itu suaranya lesu.
"Alhamdulillah, Dhita masih baik di sini, Mas. Mas sendiri bagaimana kabarnya?" tanya Ardhita.
"Kurang baik, Dik ... terlebih Mas sudah di-PHK dari Paradise Hotel. Jadi, Mas ini bersiap packing dan mau pulang saja ke Malang," ucap Dhito.
Rupanya memang Dhito pada akhirnya di-PHK. Sebab, hotel sendiri lumpuh total. Sama sekali tidak akan pengunjung yang menginap di hotel. Benar-benar lumpuh. Terlebih setelah ada wacana untuk di rumah saja, rasanya semua orang lebih berada di rumah. Menjauhi kerumunan, dan banyak juga pekerja yang terkena imbasnya lantaran harus di-PHK.
Kota Makassar sendiri juga begitu sepi. Lapangan Karebosi yang biasanya menjadi tempat kerumunan sekarang begitu sepi. Begitu juga dengan tepi Pantai Losari yang biasanya menjadi tempat warga berolahraga dan menikmati sore juga begitu sepi. Tak jarang, deru ambulance yang seakan memekik telinga berwira-wiri di jalanan. Kondisi kota Makassar terasa begitu mencekam.
"Mas, akan pulang ke Malang?" tanya Ardhita.
"Iya, daripada nanti Mas terjebak di Makassar dan tidak bisa pulang ke Malang. Mas dengar bandara udara juga akan tutup dan tidak ada penerbangan sama sekali. Maka, Mas harus bergerak cepat. Lebih baik pulang dan dekat dengan Bapak dan Ibu," balas Dhito.
Kala itu memang sudah ada wacana bahwa bandara udara akan tutup. Seluruh maskapai penerbangan akan berhenti beroperasi. Dhito berpikir sebelum pada akhirnya tidak bisa pulang dan kembali ke Malang, lebih baik Dhito harus bergerak cepat. Terjebak di tempat perantau sebagai perantauan tentu saja membuat Dhito akan mengalami berbagai kesulitan nantinya.
"Rencananya kapan Mas akan pulang?" tanya Dhita lagi sekarang.
"Lusa. Mas sudah packing, dan sudah beli tiket untuk turun di Surabaya. Tinggal nanti sambung ke Malang," jawab Dhito. Usai itu, Dhito kemudian mende-sah perlahan dan kembali berbicara. "Kali ini, aku pulang ke Malang dan tidak ada kamu ya Dik?"
Biasanya ketika dia pulang ke Malang akan bisa bertemu dengan pacarnya, Dhita. Namun, kali ini suasana pun berbeda karena Dhita sekarang berada di Natuna. Malang tentu akan terasa berbeda tanpa sosok Dhita.
"Maaf, Mas ... Dhita masih harus berada di Natuna, dan itu entah sampai kapan. Mungkin saja sampai pandemi ini berakhir," balas Dhita.
Padahal kala itu seakan belum ada titik terang sampai kapan pandemi ini akan berakhir. Belum ada harapan sehangat surya yang terbit dan memancarkan kehangatannya. Sekarang, dunia seakan gelap gulita, dan juga tidak akan kepastian akan hari esok.
"Aku senang kalau kita bisa saling menelpon seperti ini, Dik ... Layang suara. Sedikit mengobat rindu, walau nanti kita pun tak bisa bersua. Walau kadang seperti ini juga menambah rindu di hati," ucap Dhito.
Mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Dhito, Ardhita menitikkan air matanya. Telepon rindu, layang suara yang bisa sedikit menjadi obat, tapi di saat yang bersamaan juga bisa membuat hati kian resah dan gelisah.
"Dik, kamu juga berpuasa sekarang?" tanya Dhito kemudian.
Ardhita menganggukkan kepalanya, dengan menyeka buliran bening di wajahnya. "Ya, Dhita berpuasa, Mas. Walau sangat berat. Pulau Natuna yang sangat panas, dan tugas berjaga yang sangat melelahkan dengan menggunakan Alat Pelindung Diri. Seakan bernapas dan menghirup oksigen saja rasanya susah," cerita Ardhita.
"Masyaallah. Pasti puasamu akan diganjar pahala sama Allah, Dik ... Ramadhan kali ini kita tanpa sua, ya Dik ... sampai Idul Fitri?" tanya Dhito lagi.
"Mungkin, Mas ...."
Dhito sendiri di sana sangat sedih. Pria itu kemudian mengusapi matanya yang terasa begitu pedas karena Dhito nyaris menangis juga. Rindu dengan kekasihnya.
"Kemungkinan iya, Mas ...." Ada jawaban dari Dhita yang sekarang begitu terdengar tengah menangis.
"Sehat-sehat ya, Dik ... mari kita saling mencintai dengan tetap sehat dan berusaha selamat sampai akhir pandemi yah. Aku akan menunggu sampai kita bisa bersua," balas Dhito.
Dari telepon rindu saja terasa sekali kesedihan yang dirasakan kedua pasangan itu. Walau Dhito akan kembali ke Malang, tapi tidak ada Ardhita di sana. Sudah pasti, kota Malang berkurang pesonanya. Selain itu, sekalipun Ramadhan tanpa sua, mereka berharap bisa tetap sehat dan berjuang selamat hingga akhir pandemi ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Amelia Putri Sholehah
aku tuh masih bingung apa itu SUA , artinya apa to suara atau apa sumpah gak ngerti 😂
2023-03-31
0
Dinarkasih1205
masa masa di mana bikin parno syukur alhamdulillah semua sudah terlewati
2023-03-26
1
Enisensi Klara
Ngeri emang saat itu dimana2 terdengar suara ambulance .....
2023-03-25
1