Nafisah yang biasanya tak pernah mau menuruti perkataan sang Papah, kini ia menuruti perkataan Zoya. Tentu saja hal itu membuat Zafran sangat bahagia sebagai Papahnya, ia tersenyum melihat putri semata wayangnya itu menuruti Zoya untuk belajar mengaji.
“Dia putri yang cantik dan penurut, semoga bisa cepat beradaptasi dengan yang lainnya yah, Nak Zafran,” puji Ayah yang juga sedang melihat Zoya mengajar Nafisah.
“Alhamadulillah, putri Anda dapat meluluhkan hatinya yang keras, padahal saat berangkat tadi dia terus saja mengoceh karena ponselnya saya sita dan memaksanya untuk ikut ke mushola, tapi nyatanya saat sampai di sini dia malah menuruti putri Anda. Semoga saja Nafisah bisa berubah dan lebih rajin lagi mengaji juga terlepas dari ponselnya,” harapan Zafran.
“Semoga saja, terus doakan agar hatinya melunak dan mendengarkan apa yang Nak Zafran katakan.”
Setelah semua anak-anak selesai mengaji. Ujang, pria yang biasa menjadi mu’azzin kini mengumandangkan azan isa, setelah selesai mengumandangkan azan Zoya melantunkan solawat sambil menunggu makmum lainnya berkumpul untuk salat isa. Iqamah dikumandangkan dan Ayah sudah siap diposisinya untuk memimpin sebagai imam salat isa.
“Terima kasih untuk hari ini yah, Mbak Zoya, sudah bersedia mengajarkan Nafisah mengaji. Esok kami kembali lagi,” ucap Zafran.
“Sama-sama, setiap hari minggu datanglah ke gubuk sekitar jam sepuluh, kami biasanya akan berkumpul untuk membuat kerajinan tangan dengan cara merajut, kamu bisa belajar bersama dengan yang lainnya, dari pada bete di rumah tak ada kegiatan jadi apa salahnya ikut bergabung, iya kan?” ucap Zoya memberitahu kegiatan yang diadakannya setiap hari minggu.
“Wah bagus itu,” ucap Zafran antusias. “Bagaimana menurutmu, Sayang? Apakah kamu mau ikut bergabung?" sambungnya bertanya pada sang putri.
“Ikut dong, masa tidak, iya kan, Fisah?” Zoya mencoba memprofokasi gadis kecil itu agar mengikuti kegiatan yang selalu diadakan setiap hari minggu.
Setiap hari minggu akan ada giliran para anak-anak desa Lengkong dan desa lainnya akan berkumpul di gubuk tempat biasa para Ibu-Ibu berkumpul untuk membuat kerajinan tangan saat menjelang siang hari sebelum azan zuhur sekitar jam sepuluhan. Jika hari-hari biasa adalah kegiatan para Ibu-Ibu, maka hari minggu adalah giliran anak-anak didik Zoya yang akan berkumpul dan menguasai gubuk tersebut. Tentu saja para Ibu-Ibu kece badai itu akan libur saat hari minggu.
“Insyaallah, Kak.” Nafisah menjawab lembut tidak seperti saat awal bertemu tadi.
“Baiklah kalau begitu, di rumah jangan lupa hafalan yang tari Kakak berikan yah, dihafalkan lagi dan esok disetorkan ke Kakak,” ucap Zoya mengingatkan akan tugas menghafalnya.
“Besok pasti aku sudah hafal, Kak Zoya tenang saja, aku bukan anak pemalas juga,” sahutnya, meski lembut tapi masih terdengar sedikit ketus, mungkin Nafisah belum sepenuhnya menerima perubahan yang terjadi dalam hidupnya.
*
Hari-hari selama beberapa hari ini Nafisah sudah menunjukkan perubahannya meski belum sepenuhnya. Zoya mengajarkan dengan sabar dan telaten, Nafiah juga termasuk anak yang pandai yang mudah menangkap apa yang diajarkan oleh Zoya.
Weekend tiba, Zoya sudah menyiapkan makanan ringan untuk kegiatan yang akan dilakukannya bersama dengan anak-anak didik mengajinya sepeti biasa. Makanan ringan, minuman, serta bahan untuk merajut pun sudah disiapkan, tinggal menunggu kedatangan anak-anak saja nanti jam sepuluh. Tepat jam sepuluh, anak-anak sudah mulai berdatangan satu persatu.
“Assalamualaikum, Kak Zoya,” salam Nafisah yang baru saja datang bersama sang Papah.
“Assalamualaikum, Mbak Zoya.” Zafran menyusul salam sang putri.
“Waalaikumsalam, Kakak pikir Nafisah tak datang, baru mau meminta Ibu menelepon Papah Nafisah untuk menanyakan apakah Nafisah datang atau tidak, eh kamunya sudah muncul duluan. Mari sini duduk dengan yang lainnya, nanti minta benangnya sama Kak Fadhil yah,” ajak Zoya.
“Aku sudah berjanji, jadi bukankah aku harus menepatinya,” ucap Nafisah.
“Sip, seratus untuk Nafisah.”
“Mas Fadhil, tolong bantu Kakak untuk mengajari yang lainya yah, Kakak mau mengajari Nafisah dulu, soalnya dia belum bisa,” pinta Zoya dengan lembut.
“Baik, Kak.” Fadhil yang mendapatkan tugas langsung bergegas membantu Zoya untuk mengajarkan anak-anak lainnya, mereka sudah bisa hanya saja masih perlu pengawasan agar sedikit lebih rapi.
Zoya mengajari anak-anak tersebut dengan telaten. Fadhil, anak laki-laki yang terbilang paling besar karena ia sudah duduk dibangku kelas dua SMP, sedangkan yang lainnya masih duduk dibangku SD. Fadhil selalu membantu Zoya dalam mengajari anak-anak merajut karena ia sudah lebih dulu bisa.
Zafran melihat Zoya begitu telaten mengajari putrinya, baik dalam mengaji, belajar salat dan juga belajar membuat kerajinan selama satu minggu ini. Ia seketika merasa terpesona akan perlakuan Zoya terhadap anak-anak dan tanpa sadar membandingkan dengan mantan istrinya. Tak seperti mantan istrinya yang selalu memarahi putrinya kala Nafisah melakukan kesalahan, padahal itu hanya hal sepele.
*
Hari-hari berjalan begitu cepat, tak terasa sudah satu bulan saja berlalu Nafisah menjadi murid mengaji Zoya. Kini Nafisah semakin dekat dengan Zoya, gadis kecil itu sudah berubah menjadi anak yang manis dan penurut serta rajin salatnya. Zafran benar-benar merasa beruntung sekali karena putrinya bisa menemukan seseorang yang bisa mengajari putrinya dan juga membuat putrinya berubah.
“Saya berterima kasih sekali pada Mbak Zoya. Nafisah kini menjadi gadis yang manis yang penurut. Dia tak pernah senurut ini sebelumnya, saya sangat bahagia sekali,” ucap Zafran kala sore hari saat mengantar putrinya untuk mengikuti kegiatan merajut di hari minggu.
“Mas Zafran terlalu meninggikan saya, saya hanya perantara saja, Nafisahnya saja yang memang berkeinginan untuk berubah menjadi lebih baik. Dia sejatinya anak yang penurut dan juga pintar, hanya saja dia kurang kasih sayang dan perhatian dari orang terdekatnya terutama orang tuanya,” sahut Zoya yang selalu rendah hati.
“Yah, dia memang membutuhkan kasih sayang dan perhatian yang lebih dari orang tuanya. Tapi sayangnya saya dan istri saya sudah berpisah, yang membuatku kecewa dia sama sekali tak pernah menengok sekalipun putrinya hanya sekedar ingin tahu bagaimana keadaan putrinya, apakah sehat atau tidak,” ucap Zafran dengan nada lirih.
“Yang sabar yah, Mas. Semoga Mas Zafran mendapatkan pengganti yang lebih baik dan menyayangi Nafisah sepeti putrinya sendiri.” Zoya mencoba bersimpati pada Zafran.
“Bagaimana jika Mbak Zoya saja yang menggantikan istri saya menjadi Ibunya sambung untuk Nafisah? Saya merasa Anda sangat cocok menjadi Ibunya karena dia lebih menuruti Anda ketimbang orang tuanya sendiri.”
Zoya langsung menoleh pada pria yang berdiri di sampingnya yang sedang menatap dengan senyum terkembang pada putri semata wayangnya yang sedang mengerjakan tugas merajutnya dengan Fadhil dan anak-anak lainnya. Bukan debaran perasaan sedang jatuh cinta yang ia rasakan, tapi bayangan akan kejadian naas satu tahun lalulah yang kini membuatnya merasa sesak pada dadanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Agustina Kusuma Dewi
kt wanita akan memaafkan tp tdk melupakan
2023-06-26
1