Matahari terbit dengan cerahnya. Manda membuka matanya dan berlari menuju kekamar Ayu. Manda kaget dia tidak menemukan siapapun disana. Dia berlari keluar sambil menangis.
" bi Narti...." teriak Manda
Bi Narti yang mendengar teriakan Manda langsung berlari menghampirinya.
" ada apa non..." tanya bi narti
Manda terus menangis sambil memeluk bi Narti
" Apa semuanya hanya sebuah mimpi, kalau itu mimpi Manda tidak ingin bangun." kata Manda sambil terus menangis.
Bi Narti tersenyum sambil jongkok didepan gadis kecil itu. Perlahan mengusap air mata Manda yang keluar tanpa henti.
" semua bukan mimpi non, mamaa non Manda ada disana." kata Narti sambil menunjuk ke luar.
Manda mengusap air matanya dengan kedua tangan mungilnya dan langsung merlari menuruni tangga. Langkah kecilnya membuat semua orang melihat ke arahnya. Dari belakang Manda langsung memeluk Ayu dengan erat.
" Jangan tinggalkan aku lagi ma..." kata Manda
Ayu berbalik dan memeluk gadis kecil itu.
" kata siapa mama akan meninggalkan Manda... Mama akan berada disini untuk selamanya." kata Ayu
Dira yang duduk di kursi taman hanya menatapnya dengan sinis. Lalu pergi meninggalkan tempatnya.
Bi Narti menghampiri Manda, dia mengajaknya mandi dan berganti pakaian. Karna hari ini adalah hari yang istimewa.
Manda sudah berpakaian rapi, dia melihat sekeliling ada banyak orang disana, mereka semua sedang sibuk.
Manda menarik lengan baju pak Eko
" Pak Eko, banyak sekali orang disini, mereka sedang apa?" tanya Manda.
" Ini adalah hari istimewa, non Manda akan mendapat Mama baru, dan tuan akan mendapatkan seorang istri." kata Eko
Manda terdiam sejenak, dia berfikir Ayu adalah mamanya yang telah lama pergi tapi kenapa pak Eko bilang dia adalah mama baru.
" Manda tidak ingin mama baru, Manda hanya ingin mama." teriak Manda.
Mendengar teriakan Manda, Hermansyah menghampiri mereka.
" Ada apa pak Eko?" tanya Hermansyah
" Begini tuan....
Belum menyelesaikan perkataannya Manda menyela.
" Pa... Manda tidak ingin mama baru... Manda cuma ingin mama."
Hermansyah melihat ke arah pak Eko, dia tidak tahu harus berkata apa, Ayu memang sangat mirip dengan Lidia, tapi dia bukan Lidia. Bagaimana dia harus menjelaskannya kepada Manda. Pak Eko merasa sangat bersalah melihat Hermansyah merasa kesulitan menjawab Manda.
" Sayang... Mama disini, cuma karna papa sama mama baru bertemu lagi, mama sama papa harus menikah lagi." kata Ayu yang tiba-tiba saja datang.
" Jadi ini pernikahan mama sama papa?" tanya Manda
Ayu melihat ke arah Hermansyah, dia tersenyum sepertinya dia telah memiliki tempat di hati Hermansyah.
Acara pun tiba, semua orang sudah berkumpul disana termasuk para kerabar terdekat Lidia. Meskipun ini mendadak, mereka terpaksa menerima karna semua demi Manda.
" Lihatlah pengantin wanitanya, dia sangat mirip dengan Almarhumah Lidia." kata seorang tamu.
Ningsih, adik Lidia melihat ke arah Ayu, memang mereka bak pinang dibelah dua. Sangat mirip. Ningsih menitikan air matanya, dia teringat kepada sosok sang kakak yang sangat dia rindukan.
Acara berjalan dengan lancar, Ayu telah resmi menjadi istri Hermansyah. Nama belakangnya kini adalah Hermansyah. Termasuk anaknya Indira, menjadi Indira Hermansyah.
Senyuman tampak dikedua wajah pembelai, Manda menghampiri keduanya. Dengan pelan dia mencium Ayu dan Hermansyah, lalu mereka berfoto dalam pelukan. Ayu melihat ke arah Dira, dia melihat anaknya itu sedang menunduk memendam amarah.
" Sayang... Dira sini..!" kata Hermansyah
Dira perlahan mendekat, wajahnya yang murung berubah dengan cepat, senyuman dan wajah gembira terlihat jelas di wajah Dira.
" Mulai sekarang, aku adalah papamu, dan dia adalah adikmu." kata Hermansyah
" papa.... Kakak..." kata Dira sambil tersenyum.
Mereka berfoto sebagai keluarga bahagia. Manda tidak berfikir apa pun mengapa dia memiliki seorang adik, yang jelas saat ini dia sangat bahagia. Keluarganya kembali untuh, dan dia juga mendapat seorang teman bermain.
" kak... Selamat, aku turut bahagia, semoga ini semua yang terbaik buat Manda." kata Ningsih
" Hari ini kamu menginap disini saja, kamu baru sampai hari ini, pasti lelah istirahatlah beberapa hari." kata Hermansyah
Ningsih mengiyakan permintaan kakak iparnya. Lagi pula dia sangat rindu dengan Manda. Sudah lama tidak bertemu setelah kepergian kakaknya.
Malam itu, Ningsih tidur dengan Manda. Ikatan darah memang sangat kuat, Manda juga sangat menyayangi tantenya. Ningsih belum memiliki seorang anak dia ingin sekali membawa Manda bersamanya tapi dia tidak memiliki hak apa pun.
Setelah Manda tertidur dia keluar mencari Dito suami Ningsih.
" Mas Dito dimana sih, dari tadi tidak terlihat." kata Ningsih lirih sambil melihat sekeliling.
Hari sudah sangat larut, tidak terlihat seorang pun. Mungkin mereka sudah pada istirahat, hari ini memang hari yang melelahkan, pikir Ningsih lalu berbalik. Dia tidak sengaja melihat Hermansyah sedang duduk sendiri di ruang kerjanya.
" kak... Belum tidur? Sapa ningsih sambil membuka pintu
" Ningsih.... kamu belum tidur?" kata Hermansyah sambil buru-buru mengusap air mata dan meletakkan foto di atas meja.
Ningsih melihat itu adalah foto kakaknya, Lidia.
" kak... Bukankah hari ini hari yang bahagia untuk kakak, mbak Lidia sudah tidak ada, sekarang ada kak Ayu yang akan mengantikan mbak Lidia."
Belum menyelesaikan perkataannya Hermansyah langsung memotong.
" Ningsih... Ingatlah satu hal. Bahwa tidak ada seorang pun yang akan bisa menggantikan posisi Lidia hati kakak."
Ningsih mengerti apa yang diucapkan Hermansyah, dia tahu betul bagaimana sifat kakak iparnya itu jadi dia tidak ingin berdepat denganya.
" Baiklah... Terserah kakak saja, kakak pasti sudah memikirkannya dengan sangat matang." kata Ningsih dan pergi keluar meninggalkan Hermansyah.
Sambil berjalan kembali kekamar Manda dia berjumpa dengan Dito.
" Dari mana saja sih mas kamu? Tanya Ningsih
" Ada sesuatu aneh yang terjadi." kata Dito pelan sambil menarik istrinya itu menuju kamarManda.
" Apa sih mas... Ada apa?" tanya Ningsih
Dito menjelaskan kalau dia bertemu dengan pak Ridwan, dan berbincang-bincang kalau pernikahan ini adalah rekayasa untuk kebaikan Manda. Pantas saja semua seperti sudah terencana, tidak hanya wajah bahkan sikap Ayu yang menyerupai Lidia
Mendengar itu Ningsih tersenyum.
" kak Hermansyah tahu apa yang terbaik untuk Manda." kata Ningsih sambil melihat manda yang tertidur pulas.
Dito terdiam, Ningsih bersandar dibahunya lalu menitikan air mata.
" andai saja, Manda bisa tinggal bersama kita."
" itu tidak mungkin, hanya Manda kekuatan Hermansyah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments