04| Berlatih

Pagi itu Natasha telah bersiap untuk pergi ke sekolah.

     "Kakak, pulangnya jangan terlalu lama nanti Lucas sendiri. Kakek sama nenek sedang tidak ada, terus ayah ibu pergi liburan tanpa mengajak kita."

Dikarenakan Lucas masih kecil, jadi mereka sepakat untuk berbohong mengenai kematian kedua orang tuanya. Natasha jongkok lalu mengelus pelan kepala sang adik.

     "Iya, nanti kakak mampir ke pasar sebentar untuk membelika Lucas sesuatu jadi mainnya sama Rose dulu, ya. Kakak pergi dulu!"

     "Ayo pangeran kita pergi, hari ini pangeran Austin akan datang untuk menemani pangeran. Jadi ayo, kita pergi ke dapur, menyiapakan beberapa kue untuk dimakan nanti."

Di sisi lain, Natasha mencoba untuk tetap murah senyum. Dia tidak boleh kelihatan lemah di depan bangsawan lain. Setibanya di depan gerbang, dia turun dan disambut oleh beberapa orang.

Mereka menatapnya dengan sendu, sementara gadis itu hanya tersenyum.

     "Putri, kami turut berduka cita mengenai raja dan ratu!"

     "Iya, kalau putri butuh teman, kami bisa menemani putri."

     "Dengan senang hati kami akan membantu putri agar ceria lagi."

     "Terima kasih, tetapi aku baik-baik saja. Aku menyanjungi niat baik kalian. Sepertinya sebentar lagi kelas akan dimulai, jadi kita harus bergegas."

Mereka berjalan seperti magnet bagi Natasha, tetapi itu tidak masalah.

Natasha sendiri tahu bahwa orang lain tidak perlu sampai nengetahui kesedihan kita sendiri, cukup dipendam. Berbagi cerita sama saja dengan menyebarkannya sendiri.

Hari ini adalah pelajaran mengenai sihir tahap pertama.

     "Baiklah, untuk sihir tahap awal adalah penguasaan terhadap angin. Oh iya, setiap sihir juga memiliki levelnya. Seperti yang kalian tahu bahwa sihir tingkat akhir yang sangat sulit untuk dikendalikan adalah sihir api hitam. Setelah kalian dapat menguasai sihir pertahanan, barulah kalian akan dengan mudah menguasainya."

     "Mengapa demikian? Ada yang tahu?"

Natasha tiba-tiba mengangkat tangannya dan berdiri.

     "Seperti yang sudah saya baca di buku. Sihir pertahanan diperlukan untuk menahan serangan api hitam. Alasan mengapa sihir api hitam sulit ditaklukan adalah karena hal itu sangat agresif. Mereka memang bukan benda padat, tetapi seperti hewan. Ketika penggunanya kehilangan kosentrasi dalam pengendalian sihir api hitam, maka mereka akan menyerang balik penggunanya. Nah, sihir pertahanan inilah yang mampu menangkis serangan dari sihir api hitam."

Natasha kembali duduk, mereka tecengang dengan penjelasan singkat dari gadis itu.

     "Benar sekali. Ketika melakukan pengendalian, kalian diperlukan kosentrasi yang penuh. Juga sihir pertahanan mampu menangkis api hitam agar tidak mengenai penggunanya. Sayangnya sampai saat ini hanya beberapa orang saja yang dapat menguasai kedua sihir tersebut. Diantaranya adalah kaisar dan raja Beverly terdahulu, yaitu ayahnya Natasha. Kembali ke topik!"

Setelah pelajaran usai, mereka dimintai untuk pergi ke lapangan di samping sekolah. Salah satu guru dengan wajah yang terbilang mahal senyum.

Guru itu hampir tidak pernah tersenyum saat memberikan praktik pada setiap muridnya.

      "Baiklah, kalian lihat kayu di depan ini?"

      "Ini akan digunakan sebagai media mengukur seberapa kuat sihir angin yang telah kalian pelajari."

Akhirnya mereka mulai melakukannya. Sebagian ada yang berhasil, tetapi ada juga yang masih lemah. Tibalah giliran Natasha, dia menghembuskan napasnya pelan demi bisa mengatur detak jantungnya.

Dia juga mencoba untuk mengingat-ingat buku yang telah dibacanya selama mengurung diri di dalam kamar. Pertama pusatkan pikiranmu ke telapak tangan, biarkan angin yang mendatangi dirimu. Lalu cobalah berkosentrasi dan membayangkan bahwa angin adalah sebuah batu yang hendak kau lempar.

Braakk!

Mereka semua terkejut dengan kekuatan sihir milik Natasha. Hanya dirinya saja yang mampu membuat kayu tersebut teepental jauh.

    "Pelatihannya cukup sampai di sini. Ingat, bagian kalian yang sihirnya masih lemah, bisa berlatih di rumah. Sekolah ini tidak membutuh mereka yang malas untuk belajar. Kelas dibubarkan!"

Natasha baru saja tiba di kerajaan, dia lantas bergerak menuju kamar. Sesungguhnya melakukan sihir tadi sudah cukup menguras tenaga. Bayangkan itu adalah sihir angin tingkat dan level terendah, lalu bagaimana jika dia mencoba mengendalikan api hitam?

      "Hari ini sangat melelahkan, tetapi aku tidak boleh menyerah. Demi mengetahui siapa dalang dari kematian orang tuaku, aku harus menjadi lebih kuat."

Natasha melihat adanya suara ketukan dari balik pintu kamar. Dia hanya acuh dan membukanya.

Seketika itu rasa lelahnya langsung berlarian entah ke mana. Di depannya ada sosok yang sudah beberapa hari ini dia hindari.

Ya, Austin kerap kali datang ke sini hanya untuk menemani Lucas. Walaupun begitu, dia tidak melupakan status dan tanggung jawabnya sebagai calon kaisar.

     "Lama kita tidak bertemu!" ucap Austin membuat Natasha lantas tersadar dari lamunannya.

     "Ah, salam pangeran. Maafkan saya yang tidak menemui anda setelah pulang tadi. Saya terlalu lelah untuk berjalan ke taman belakang."

     "Bolehkah aku masuk atau kita bicara di taman saja?" tawarnya.

     "Kita bicara ke taman saja, tetapi apakah tidak masalah jika saya berbicara dengan anda dalam keadaan berkeringat begini?" tanyanya dengan nada canggung.

      "Tidak masalah, kau tetap harum. Ayo, sebelum matahari terbenam!"

Akhirnya mereka berjalan seperti sepasang kekasih di lorong kerajaan. Beberapa pelayan yang tak sengaja melihat Austin tersenyum pun sontak terdiam.

      "Ternyata pangeran bisa tersenyum juga bahkan sangat tampan."

       "Kau benar. Aku dengar banyak gadis dari kalangan bangsawan menolak lamaran pangeran, padahal fisiknya tidak ada yang salah. Hanya luka bakar di wajah tidak akan mengurangi proposi ketampanannya."

      "Benar. Putri dan pangeran juga terlihat sangat akrab dan cocok. Semoga saja mereka memang ditakdirkan untuk bersama. Aku juga kasihan melihat pangeran yang sering dicemooh oleh orang-orang."

     "Semoga saja. Sudah ayo kita lanjutkan kerjanya, bisa-bisa nanti Rose mengamuk."

Di taman, nampak dua sejoli sedang menikmati pemandangan sore. Mereka sesekali tertawa dengan lelucon dari Austin.

      "Ternyata pangeran lucu juga. Saya tidak menyangka bahwa anda memiliki kepribadian yang saya suka."

Mendengar kata suka, seketika pipi Austin bersemu merah.

    "M-maksud saya adalah saya menyukai orang-orang yang memiliki sifat humoris. Walaupun sebenarnya mereka yang suka membuat orang lain tertawa, memiliki masalah yang lebih berat. Mereka adalah aktor yang paling terbaik dalam menyembunyikan masalahnya."

Mendengar itu, hati Austin sedikit menghangat.

      "Biasa mereka akan menutupi masalahnya dengan tertawa dan membuat diri mereka terlihat konyol di depan orang lain, agar dikira bahwa mereka baik-baik saja. Pangeran juga begitu, jangan terlalu memendam masalah seorang diri. Terkadang kita harus membaginya dengan orang yang kita percayai. Setiap manusia pasti memiliki masalahnya sendiri-sendiri."

Austin kini mengalihkan pandangannya pada Natasha, sementara gadis itu senantiasa menatap langit senja.

     "Sesekali pangeran juga harus menangis. Mereka yang menangis bukan berarti lemah, tetapi menandakan bahwa seberapa jauh mereka telah bertahan. Jika suatu saat pangeran tidak memiliki teman cerita, saya bersedia untuk mendengarkan semua keluh kesahnya. Siapa tahu saya juga bisa memberikan anda solusi."

Austin tersenyum, benar-benar Natasha adalah gadis yang mampu membuat siapapun betah untuk berlama-lama di dekatnya.

      "Terima kasih. Selama ini aku selalu melampiaskannya dengan jalan-jalan saja. Tidak tahu bahwa menangis juga adalah cara terbaik untuk meringakan beban."

       "Sejujurnya aku sedikit takut untuk sekedar jalan keluar kekaisaran, suara orang-orang yang mengataiku buruk rupa selalu terngiang-ngiang di kepalaku. Ibu selalu bilang untuk tidak mempedulikan mereka dan tetap fokus pada diriku sendiri. Hanya saja, aku tidak yakin dengan semua itu. Rasa tidak percaya diriku semakin besar saat lamaran untuk menjadi pendamping hidupku ditolak. Aku berpikir bahwa sepertinya tidak akan ada lagi perempuan yang menyukaiku bahkan jika itu dari kalangan bawah sekalipun."

Natasha lumayan terkejut dengan ucapan Austin. Selama ini dia menyimpan rasa traumanya sendirian dan berusaha untuk baik-baik saja. Untuk pria seumuran dengannya, memang sudah saatnya bagi Austin memiliki keluarga sendiri.

     "Ternyata kita memang tidak boleh menilai seseorang hanya dari luarnya saja!" batin Natasha dengan menatap Austin.

      "Pangeran, anda sudah bekerja keras. Terima kasih karena masih mau memperjuangkan hak anda. Di dunia ini kita bebas melakukan apapun asalkan tidak melanggar hukum yang berlaku. Anda juga bebas untuk jalan-jalan dan menyapa warga desa. Buktikan pada mereka bahwa biarpun fisik tidak sempurna, yang terpenting adalah hati."

Keduanya sudah seperti melakukan deep talk saja.

      "Eum, bolehkan saya melihat wajah anda sekali lagi pangeran?"

Austin hanya mengangguk dan melepaskan topengnya. Tanpa sadar, Natasha justru menyentuh pipi bekas luka bakar itu dengan lembut, Austin juga tidak terganggu dengan hal tersebut.

Rose yang kala itu hendak mengantarkan kue pada keduanya pun hanya bisa diam sembari memperhatikan mereka.

     "Seharusnya raja dan ratu melihat pemandangan ini. Andai saja ada sesuatu yang bisa mengabadikan moment langka ini!"

Tiba-tiba dari belakang, Lucas berteriak membuat keduanya tersadar.

      "Kak Natashaaa!"

Spontan Natasha menyingkirkan tangannya, sementara Austin bergegas memakai topengnya kembali. Rose lantas tersenyum kikuk saat melihat ekspresi Natasha yang terkejut.

      "Ahahaha, putri. Sebaiknya nikmati kue sore dulu sebelum mandi."

Dia berjalan perlahan, sementara Lucas sudah duduk di pangkuan Austin.

      "Rose, kau pasti berdiri di sana sejak tadi, kan?" selidik Natasha yang sudah sangat malu.

      "Ti-tidak putri. Tadi saya baru datang bersama dengan pangeran Lucas."

       "Kak Austin, menginap saja di sini. Nanti tidurnya bisa sama Lucas!" ajak pria kecil itu membuat Natasha langsung melotot ke arahnya.

      "Tidak boleh. Pangeran banyak pekerjaan di kekaisaran."

Lucas menatap Natasha dengan tatapan puppy eye.

      "Mungkin lain kali aku bisa menginap, tidak apa-apa, kan?" tanyanya dengan menatap ke arah Natasha.

      "E-eh, tidak masalah, sih. Hanya saja memangnya Kaisar tidak kerepotan nantinya mengurus kekaisaran sendiri?"

      "Tidak, ada bangsawan lain da juga dua adikku yang akan membantu. Sepertinya sebentar lagi akan malam, aku pamit pulang dan kau juga mandilah."

Sepergian pangeran, Rose terus-terusan mendesak Natasha untuk memberitahukan yang sebenarnya.

     "Putri ada hubungan, ya dengan pangeran Austin?" tanyanya membuat Natasha kesal.

      "Jangan gila Rose. Sekalipun aku calon pemimpin baru, tetapi kedudukan kita tidak sama. Sudahlah, siapkan aku air!"

      "Tunggu dulu putri. Lalu, bagaimana bisa anda terlihat sanhat dekat. Pasti putri memiliki perasaan pada pange-"

Natasha sudah lebih dulu memasukan kue ke dalam mulut Rose.

     "Kau terlalu banyak bertanya. Cepat siapkan saja aku air."

     "Aah, putri tidak asik."

Malamnya, Natasha mulai memikirkan pertanyaan Rose tadi.

     "Tidak mungkin aku jatuh cinta dengan pangeran? Apa aku harus memastikannya sekali lagi?"

Sementara itu di kekaisaran, terlihat Austin yang sedang asik menikmati makan malam bersama keluarganya. Permaisuri dari kaisar yang melihat wajah bahagia anaknya pun ikut tersenyum.

      "Sepertinya kakak kalian sudah menemuka pendamping hidup yang cocok!"

Mendengar itu Austin seketika terbatuk-batuk, adik bungsunya segera memberikannya air.

     "Makannya, kakak makan pelan-pelan saja."

Salah satu dari adik Austin pun angkat bicara.

     "Huh, memangnya ada yang mau dengan anak buruk rupa seperti dia?"

Tiba-tiba kaisar meletakan sendok dengan kasar di atas meja.

      "Jangan mulai Alex. Kau tidak bisa melihat kakamu senang barang sebentar? Apa yang membuat kalian berdua begitu membenci dia? Memangnya Austin sudah berbuat jahat apa?"

Kaisar juga sudah tidak tahan dengan penghinaan anaknya.

     "Ayah selalu membela dia, kapan mau membelaku?" tanya Alex sembari ditenangkan oleh istrinya.

     "Kak Alex juga kenapa harus memancing keributan? Biarkan kak Austin senang. Lagipula aku dengar dari ibu kalau perempuan yang bisa membuat kak Austin jadi begini adalah putri Natasha."

      "Natasha?" tanya adiknya yang lain.

      "Iya. Ibu bilang dia gadis yang baik juga tidak membedakan kak Austin dengan orang lain. Tidak seperti kalian, saudara sendiri saja dimusuhi. Ibu, ayah aku sudah kenyang. Aku akan kembali ke kamar untuk belajar."

      "Iya sayang."

Sepergian adik bungsunya, Austin juga pamit.

Permaisuri hanya bisa menggeleng. Hal seperti ini selalu saja terjadi.

      "Pasti Natasha itu hanya pencitraan saja. Dia tahu bahwa kak Austin adalah calon kaisar, jadi tidak masalah jika menjadi istri seorang buruk rupa!"

Akhirnya Kaisar melempar meja menggunakan sihir angin level rendah hingga membuat mereka terkejut.

     "Cukup Alex. Alasan inilah mengapa ayah tidak mau kau menjadi penerus ayah. Pemikiranmu terhadap orang lain selalu buruk, lantas bagaimana denganmu? Apa yang sudah kau lakukan untuk kekaisaran?"

      "Sayang, sudah. Ibu berniat mengundang para gadis bangsawan ke kekaisaran dan mengadakan pesta minum teh dan kalian lihat siapa nantinya yang tulus terhadap Austin."

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!