Setelah kepergian Rifan dan keluarganya, Mecca pun membantu sang ibu membersihkan rumah bersama adiknya. Meski Mecca sedikit merasa kesal pada keputusan ayahnya tadi yang memberi syarat di luar nalar kepada Rifan, tapi sebagai seorang anak ia tidak bisa membantah atau meminta ayahnya untuk mengganti persyaratan yang dia berikan sebab Mecca bisa dianggap sebagai anak durhaka.
Melihat kesedihan di wajah putrinya, Maryani langsung menghentikan sejenak aktivitasnya dan menghampiri Mecca yang tengah menyapu di depan sana. Maryani tahu betul ada sesuatu yang disembunyikan oleh putrinya itu, ia pun mengambil gagang sapu yang dipegang Mecca dan membuat gadis itu sedikit kaget dan reflek menoleh.
"Eh umi, ngapain umi ambil sapu aku? Sini biar aku aja yang sapu sampai selesai umi," ucap Mecca.
"Sebentar dulu, umi mau bicara sama kamu sayang. Soalnya umi lihat daritadi kamu melamun terus, sampai gak bener tuh nyapunya. Kotoran dimana kamu nyapu yang mana," ucap Maryani.
"Hehe, iya maaf ya umi? Aku masih kepikiran aja sama syarat abi ke Rifan tadi," ucap Mecca.
"Oalah, kenapa sayang? Kamu gak setuju ya sama syarat yang abi kasih?" tanya Maryani.
Mecca menggeleng cepat, "Bukan begitu umi, aku cuma takut aja kalau syarat abi tuh ngeberatin Rifan. Umi kan tahu sendiri, belajar di pesantren itu sulit. Gimana caranya coba Rifan bisa lulus dalam tiga puluh hari?" jawabnya.
"Iya sih, sebenarnya umi juga kurang setuju. Ya cuma mau gimana lagi sayang? Kita kan gak bisa bantah abi kamu itu," ucap Maryani.
Lalu, Vadella sang adik turut menghampiri mereka karena penasaran. Gadis yang masih duduk di kelas satu SMA itu memang selalu ingin ikut campur ke dalam urusan kakaknya, ia tak bisa jika tidak tahu apa permasalahan yang tengah dialami sang kakak sebab itu adalah hobinya.
"Mungkin aja abi emang sengaja kasih syarat begitu ke kak Rifan, supaya dia gak bisa nikahin kakak," ucap Vadella tiba-tiba.
Maryani dan Mecca sontak menoleh ke arahnya, tatapan mereka seolah menjurus tajam dan membuat Vadella merasa syok melihatnya. Gadis itu terlihat kebingungan dengan reaksi kedua wanita tersebut, padahal yang ia ucapkan tadi hanyalah sebuah dugaan.
"Ih ini pada kenapa sih? Kok ngeliatin aku kayak begitu banget? Emangnya ada yang salah ya sama kata-kata aku barusan? Perasaan itu cuma persepsi aku aja deh," ujar Vadella.
"Vadel, kamu kalau bicara itu jangan sembarangan ya! Apalagi tentang abi kamu sendiri," ucap Maryani.
"Ya maaf umi, aku kan cuma bicara sesuai yang aku pikirkan," ucap Vadella.
"Tetap aja itu salah, kamu gak seharusnya bicara seperti itu. Kamu mau emang kalau sampai abi dengar dan gak terima?" ucap Maryani.
"Iya umi, aku gak akan begitu lagi kok. Maaf deh kalau aku salah," ucap Vadella menunduk.
"Yaudah gapapa, sekarang kamu lanjut aja beberes disana! Jangan suka ikut campur urusan orang dewasa, kamu itu masih kecil!" suruh Maryani.
"Umi apaan sih? Aku tuh udah gede tau, aku kan udah SMA. Kecuali dulu pas aku masih SD, baru deh aku gak boleh ikut campur," ucap Vadella.
"Sama aja intinya kamu belum boleh ikut campur sayang," ucap Maryani tegas.
"Iya deh umi, tapi emangnya umi sama kak Mecca gak curiga gitu sama syarat yang dikasih abi ke mas Rifan tadi?" ujar Vadella.
Maryani tersenyum dan menggeleng pelan, "Enggak sayang, udah ya kita lanjut aja beberes nya gausah ngobrol yang gak jelas!" ucapnya.
"Iya iya umi.." Vadella pun menurut dan kembali melakukan bersih-bersih rumah disana.
Sementara Maryani masih ada di samping Mecca, ia ingin putrinya itu lebih tenang dan tidak memikirkan hal negatif mengenai ayahnya. Meski Maryani pun juga curiga kalau ada sesuatu yang dirahasiakan suaminya setelah memberi syarat aneh kepada Rifan demi bisa melamar Mecca.
"Sayang, udah ya kamu gausah mikirin soal itu lagi? Kamu percaya aja sama abi kamu, gak mungkin abi tega punya niat buruk ke Rifan," ucap Maryani sembari mengelus punggung Mecca.
"Iya umi, abis ini aku mau coba telpon Rifan deh. Aku sekalian pengen minta maaf ke dia karena syarat abi yang di luar nalar itu," ucap Mecca.
"Okay, tapi setelah kamu beresin semua ini sampai bersih ya sayang? Umi gak kuat kalau cuma beresin berdua sama adik kamu, apalagi dia kerjanya lambat," kekeh Maryani.
"Hahaha, umi parah banget sih! Nanti dia dengar loh terus ngamuk-ngamuk gak terima," ujar Mecca.
"Biarin aja, dia kan emang begitu. Yaudah ya ayo kita lanjutin beres-beres rumahnya!" ajak Maryani.
Mecca hanya mengangguk sambil tersenyum, mereka pun sama-sama kembali melanjutkan aktivitas beberes rumah itu dengan ceria. Meski dalam pikiran Mecca, ia masih saja memikirkan tentang Rifan dan khawatir pria itu tidak akan mampu menjalankan syarat dari ayahnya.
•
•
Baron yang baru selesai mengajar mengaji di masjid, berniat pulang ke rumah karena waktu Maghrib masih lumayan lama dan ia bisa menyempatkan diri untuk mandi membersihkan tubuhnya lebih dulu. Baron pun melangkah keluar dari masjid tersebut, namun baru beberapa langkah ia sudah berpapasan dengan seorang pemuda di depannya.
"Assalamualaikum om," sapa si pemuda yang memakai baju koko serta celana panjang itu.
"Eh, waalaikumsalam nak Yudha. Mau ke masjid ya kamu?" tanya Baron sambil tersenyum.
Pemuda bernama Yudha itu menundukkan wajahnya untuk mencium tangan Baron yang memang cukup dihormati di kampung ini, meski begitu Baron selalu saja merendah dan meminta pada setiap orang disana untuk tidak memanggilnya dengan sebutan ustad atau guru.
"Iya benar om, kebetulan saya sama anak-anak remaja masjid mau ada rapat nih buat kegiatan di bulan Ramadhan nanti," jawab Yudha.
"Ohh, ya bagus itu Yudha. Supaya bulan Ramadhan nanti gak sepi-sepi amat lah disini," ucap Baron.
"Betul om, maka dari itu saya mau bahas semua itu sama yang lainnya di masjid. Sekarang saya pengen siap-siap dulu sebelum yang lain datang om," ucap Yudha.
"Ah iya iya, silahkan nak Yudha! Eh tapi, kenapa Mecca gak diajak? Dia kan juga bagian dari remaja masjid," tanya Baron.
"Eee kalau soal itu sebenarnya saya pribadi sudah berniat mengajak Mecca juga om, tapi barusan pas saya lewat depan rumah om kelihatannya abis ada acara ya disana om?" ucap Yudha.
"Iya sih memang tadi itu ada acara di rumah, ya acara kecil-kecilan lah. Itu loh Mecca mau dilamar sama anak kota," jelas Baron.
Yudha pun tampak terkejut mendengarnya, entah kenapa perasaannya cukup sakit saat mengetahui Mecca telah dilamar oleh laki-laki lain. Namun, Yudha berusaha kuat dan menyembunyikan perasaan tak sukanya itu dari Baron agar tak menimbulkan kecurigaan.
"Oh begitu toh, syukur deh om kalau memang Mecca sudah dilamar dan menemukan calon suaminya. Saya ikut senang dengarnya om, semoga semuanya berjalan lancar ya om!" ucap Yudha.
"Aamiin aamiin, tapi sebenarnya om kurang sreg sih sama calon menantu om ini," ucap Baron.
Yudha sontak mengernyit bingung, "Loh kenapa om? Ada yang salah?" tanyanya keheranan.
Baron menghela nafasnya, "Haaahhh sebenarnya om mau cerita ke kamu, tapi takut malah jadi ghibah dan berdosa kita. Lebih baik gausah dilanjut aja deh," ucapnya.
"Ahaha, iya juga sih om. Maaf ya om kalau tadi saya agak kepo gitu?" kekeh Yudha.
"Gapapa nak Yudha, yasudah om duluan ya? Om doakan semoga rencana kamu sama yang lainnya berjalan lancar ya!" pamit Baron.
"Aamiin om," ucap Yudha singkat.
Setelahnya, Baron pun pergi menuju rumah dengan langkah perlahan. Sedangkan Yudha mencoba menguatkan diri dan mengusap dadanya sendiri untuk menghilangkan rasa sedihnya.
...~Bersambung~...
...JANGAN LUPA LIKE+KOMEN YA GES YA!!!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments