Bab 2. Syarat abi

"Abi, sa-saya..." belum sempat Rifan selesai bicara, tiba-tiba Baron mengangkat telapak tangannya dan membuat Rifan keheranan.

"Ada apa Abi?" tanya Maryani pada suaminya.

"Gapapa, Abi cuma minta Rifan buat bicara langsung sama Mecca nanti. Percuma dong kalau dia bicara sekarang, kan yang mau dilamar itu Mecca bukan Abi," jawab Baron disertai kekehan.

"Hahaha, Abi ini bisa aja. Ya tapi bener sih yang dibilang Abi, kamu tunggu sebentar ya Rifan sampai Mecca datang?" sahut Maryani.

"I-i-iya umi, saya juga daritadi cari-cari Mecca. Emangnya dia kemana ya umi?" ucap Rifan.

"Mecca ada kok di dalam, dia lagi siap-siap aja dibantu sama adiknya. Paling juga sebentar lagi dia keluar kok, soalnya udah lumayan lama dia dandan tadi," ucap Maryani.

"Oalah, iya gapapa umi saya sabar kok tunggu Mecca sampai keluar," ucap Rifan tersenyum.

Mereka akhirnya terpaksa menunda pembicaraan, lalu sambil menunggu kedatangan Mecca, mereka mulai berbincang-bincang kecil dan menikmati cemilan yang sudah disediakan. Namun, Rifan tampak gemetar dan gugup sebab ia baru pertama kali ada dalam kondisi seperti ini.

Tak lama kemudian, yang mereka tunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Mecca dengan penampilan cantiknya keluar dari kamar dan berjalan ke arah kerumunan orang itu bersama sang adik yang setia menemani, ya Mecca pun tak kalah gugupnya dengan Rifan karena ia akan segera dilamar oleh pria itu.

"Nah, itu dia Mecca nya keluar. Ayo ayo sini duduk sayang! Tuh Rifan sama keluarganya udah nungguin kamu tau," ucap Maryani.

"Iya umi," lirih Mecca sembari duduk di sebelah ibu serta ayahnya itu, begitu juga dengan sang adik yang turut terduduk disana.

Rifan hanya bisa melongok menatap wajah Mecca yang tampak lebih cantik dari biasanya, ia tak percaya jika sebentar lagi kekasihnya itu akan resmi ia lamar dan hubungan mereka bisa terus berlanjut ke jenjang yang lebih serius. Inilah yang sudah lama Rifan nanti-nantikan.

"Ehem ehem.." suara deheman Baron membuat lamunan Rifan buyar dan seketika mengalihkan pandangannya dengan wajah memerah.

"Kalian ini belum sah, gak boleh pandang-pandangan lama kayak gitu! Mau kena dosa kalian?" tegur Baron.

"Tau nih, kamu gimana sih Rifan? Jaga sikap dong di depan calon mertua kamu!" sahut Haidar.

"Maaf ayah, Abi. Aku tadi cuma kaget aja lihat penampilan Mecca yang Masya Allah cantik banget," ucap Rifan agak menunduk.

Maryani sampai tersenyum dan menggelengkan kepala mendengarnya, "Aamiin, kamu bisa aja deh mujinya nih sampe anak umi malu-malu," ujarnya.

"Ah umi, aku gak malu-malu kok, aku biasa aja." Mecca langsung membantah ucapan ibunya.

"Ahaha.." mereka semua tertawa dan membuat suasana makin hangat.

Meski begitu, Rifan tetap saja sulit untuk menghilangkan rasa gugup di dalam dirinya. Ia masih belum yakin jika lamaran kali ini akan berjalan sukses, pasalnya ia dapat mengetahui tatapan Baron yang seperti menyembunyikan sesuatu. Ia pun ragu Baron mau menerima pinangannya pada sang putri.

"Yasudah, karena sekarang kita semua sudah berkumpul disini, bagaimana kalau kita lanjutkan saja acaranya?" usul Haidar.

"Iya betul pak Haidar, Mecca juga kayaknya siap nih buat dengerin ucapan Rifan," ujar Maryani.

"Kalau begitu, silahkan dilanjutkan nak Rifan!" ucap Baron memberi perintah.

Rifan mengangguk pelan dan mengambil nafas dalam-dalam, ia menatap lurus ke arah Mecca serta kedua orangtuanya masih dengan jantung yang berdetak sangat kencang. Rifan terpejam sejenak lalu mengeluarkan kotak cincin dari saku bajunya dan menunjukkan itu pada Mecca.

"Abi, umi, dan kamu Mecca, tujuan saya datang kesini tidak lain tidak bukan yaitu untuk melamar kamu. Saya mau melanjutkan hubungan kita ke jenjang yang lebih serius, apa kamu bersedia menerima lamaran saya?" ucap Rifan pelan.

Mecca tertunduk disertai senyuman tipis, ia menatap ibu dan ayahnya dengan tatapan bingung karena ia pun membutuhkan saran mereka.

"Gimana Mecca, apa jawaban kamu sekarang?" tanya Baron pada putrinya.

"Eee aku sih tergantung abi sama umi, kalau abi umi setuju ya aku setuju juga," jawab Mecca.

"Kamu gimana sih sayang? Yang dilamar kan kamu, kenapa kamu malah balik tanya ke kami? Semua itu kan tergantung perasaan kamu sayang, kamu suka enggak sama nak Rifan?" ucap Maryani.

"Yaaa aku.." Mecca tampak gugup dan terus menyatukan kedua tangannya.

"Sudah sudah, gini aja deh kalau menurut Abi. Nak Rifan, apa kamu sudah bisa mengaji dan belajar ilmu agama seperti yang pernah Abi suruh?" sela Baron.

Deg!

Perasaan Rifan langsung terkejut bukan main, ia selama ini memang mencoba mendalami ilmu agama agar bisa menjadi menantu yang baik bagi Baron. Namun, ia mengalami kesulitan sehingga memutuskan untuk berhenti dan tidak lagi melanjutkan pelajarannya itu.

"Maaf Abi, saya belum terlalu paham agama. Tapi, saya sudah rajin shalat kok bi. Saya juga bisa membaca Alqur'an walau masih terbata-bata," jawab Rifan dengan gugup.

"Nah kan, berarti kamu masih belum memenuhi kriteria untuk menjadi menantu abi. Kalau begitu abi punya satu syarat buat kamu kalau kamu mau menikah dengan Mecca," ucap Baron.

"Eee apa itu bi? Insyaallah saya akan lakukan sebaik mungkin," ujar Rifan.

"Seperti yang tadi abi sudah bilang, abi mau siapapun yang menikah dengan Mecca itu adalah orang yang ahli agama supaya dia bisa membimbing Mecca nantinya," ucap Baron.

"Iya abi, saya akan usahakan untuk belajar menjadi lebih baik lagi. Saya mau menjadi seorang ahli agama seperti yang abi inginkan," ucap Rifan.

"Bagus itu, abi juga minta kamu untuk belajar di pesantren dan kamu harus bisa lulus dalam waktu tiga puluh hari. Kalau kamu berhasil, kamu boleh langsung menikahi Mecca," ucap Baron.

"Hah??" mata Rifan terbelalak seketika mendengar persyaratan yang diajukan Baron, ia tak percaya jika Baron akan meminta itu darinya.

Tidak hanya Rifan, bahkan Mecca serta yang lainnya pun tak menyangka dengan apa yang dikatakan Baron barusan. Namun, mereka juga tak bisa berbuat apa-apa karena itu sudah keputusan mutlak dari Baron selaku kepala rumah tangga disana. Rifan pun harus menuruti semua itu untuk bisa menikah dengan Mecca tanpa halangan.

"Kenapa Rifan? Apa kamu keberatan dengan syarat yang abi berikan?" tanya Baron pada Rifan setelah melihat ekspresi laki-laki itu.

"Eee enggak kok bi, saya gak keberatan. Insyaallah saya bisa memenuhi semua persyaratan yang abi berikan itu, semuanya saya lakukan demi bisa menikah dengan Mecca," ucap Rifan.

"Bagus, tapi jangan kamu jadikan menikah sebagai alasan kamu belajar agama Rifan! Semua itu harus kamu lakukan karena Allah!" ucap Baron.

"I-i-iya bi, itu maksud saya. Saya akan belajar di pesantren selama bulan Ramadhan ini, saya janji sama abi saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk lulus setelah lebaran nanti," ucap Rifan.

Baron tersenyum senang mendengarnya, ia percaya jika Rifan bisa melewati semua itu karena ia tahu kesungguhan pria itu dalam belajar.

...~Bersambung~...

...JANGAN LUPA LIKE+KOMEN YA GES YA!!!...

Terpopuler

Comments

Fenti

Fenti

aku mampir, salam dari karena Amin yang sama 😁

2023-06-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!