Julia menyusul kakaknya ke kamar sesuai permintaan sang ibu tadi, gadis itu berlari-lari kecil menaiki tangga seraya meneriaki nama sang kakak yang terus berjalan tanpa perduli padanya. Entah Rifan mendengar atau tidak, tetapi lelaki itu hanya diam memegangi keningnya sambil berjalan di atas tangga dengan perlahan seolah tengah berpikir.
Julia pun berhasil menyusul kakaknya itu, ia langsung memegangi tangan Rifan agar pria itu tak terjatuh dari sana. Rifan yang terkejut sontak menatapnya, pria itu mengernyit heran melihat keberadaan sang adik yang tiba-tiba di sampingnya lalu tersenyum dengan tangan berpegangan pada lengannya. Rifan tak mengerti mengapa Julia muncul disana, dia pun reflek menghentikan langkahnya lalu menatap wajah Julia.
"Kamu ngapain pegang-pegang tangan aku? Udah kayak orang mau nyebrang aja, lagian ini kan di rumah tau," heran Rifan.
Julia tersenyum sembari mengusap rambutnya, "Gapapa kak, aku mau pastiin aja kakak gak kenapa-napa di jalan. Aku cemas soalnya tadi kakak kelihatan pusing gitu, makanya aku langsung susul kakak deh," jawabnya.
"Halah bohong aja kamu! Pasti kamu disuruh mama kan buat susul aku?" ujar Rifan.
"Hehe, iya sih bener.." gadis itu terkekeh kecil sembari menggaruk kepalanya.
"Udah gausah anterin aku, kamu pergi aja sana! Aku bakal baik-baik aja kok, ya walau emang bener sih aku lagi pusing," ucap Rifan.
"Gapapa kak, aku sebagai adik yang baik mau bantu kakak jalan sampai kamar," ucap Julia.
"Kamu gausah sok baik! Justru aku jadi curiga nantinya, karena kamu kalau baik tuh pasti ada kemauannya. Mending kamu ke kamar sendiri aja sana!" ucap Rifan ketus.
Julia pun mengembungkan pipinya pertanda ia kesal pada sang kakak, "Ih kakak aneh! Aku bantu kok malah diusir sih? Gak jelas!" ujarnya.
"Ck, iya iya terserah kamu aja. Tapi gausah pegang-pegang begini, risih tau aku dipegangin sama kamu!" ucap Rifan.
"Kalau aku gak pegangin, nanti kakak jatuh gimana?" tanya Julia sambil tersenyum.
Rifan hanya memutar bola matanya, lalu kembali melangkah ke atas lebih dulu. Julia yang ada di sebelahnya juga langsung bergerak cepat mengikuti kakaknya sembari terus memegang lengan sang kakak, walaupun cukup sulit baginya mengimbangi langkah kaki Rifan, sebab pria itu sudah berjalan cukup cepat di depannya.
"Ih kak pelan-pelan aja, aku gak kuat tau ngejarnya!" protes Julia yang tak didengar oleh Rifan.
Mereka akhirnya tiba di kamar Rifan, lelaki itu segera duduk di pinggir ranjangnya dan merebahkan tubuhnya dengan kedua tangan terentang sambil menghela nafas. Rifan memejamkan mata dan menaruh satu tangannya di atas dada, sedangkan Julia masih memandangi pria itu sambil berdiri tak jauh darinya dan menghentak-hentak kaki.
"Kak, kayaknya kakak stres banget gara-gara syarat dari papanya kak Mecca itu. Saran aku nih ya, mending kakak sudahi aja hubungan kakak sama kak Mecca, biar kakak gak pusing terus kayak gini," ucap Julia memberi saran.
Seketika Rifan membuka matanya dan terkejut, "Kamu bicara apa sih Lia? Jangan ngaco deh! Gak mungkin aku selesai sama Mecca!" ucapnya tegas.
"Ih yaudah biasa aja kali, gausah ngegas gitu! Aku kan cuma kasih saran tau," ucap Julia.
"Saran kamu tuh gak bermutu tau, udah sana keluar ah jangan ganggu aku!" sentak Rifan.
"Iya iya, aku keluar nih sekarang. Tapi, kakak istirahat aja ya jangan capek-capek biar pusingnya bisa hilang!" ucap Julia sambil tersenyum.
"Ya Lia," singkat Rifan.
Julia pun berbalik dan melangkah keluar dari kamar kakaknya, sedangkan Rifan langsung memejamkan mata lalu mulai tertidur.
•
•
Sementara itu, Baron pulang ke rumah dan bertemu dengan Mecca yang sedang menyapu halaman. Sontak Baron langsung menghampiri putrinya itu sambil mengucap salam, kebetulan memang Baron sedang ingin berbincang dengan Mecca untuk membahas mengenai Rifan.
"Assalamualaikum, Mecca!" ucap Baron sambil tersenyum.
"Waalaikumsalam, eh abi. Udah selesai bi ngajar ngajinya?" tanya Mecca sembari mencium tangan ayahnya.
"Iya udah, kebetulan kamu ada disini. Duduk yuk abi mau bicara sama kamu!" ucap Baron.
"Ohh, iya bi sebentar aku taruh sapu dulu." Mecca setuju dan meletakkan sapu yang ia pegang tadi ke tempat asalnya, lalu barulah ia duduk di kursi depan bersama sang ayah.
"Eee abi mau bicara apa sama aku?" tanya Mecca.
"Soal Rifan, menurut abi dia bukan laki-laki yang cocok untuk kamu. Kamu lihat sendiri kan tadi reaksi dia sama orangtuanya waktu abi kasih syarat begitu ke Rifan?" ucap Baron.
"Aku gak tahu bi, tapi aku rasa wajar aja mereka kaget saat itu. Soalnya syarat dari abi tuh rada-rada aneh gitu loh," ucap Mecca sambil menunduk.
Baron langsung melotot ke arah wajah putrinya itu hingga membuat Mecca ketakutan, bahkan jantung gadis itu sudah berdetak kencang karena khawatir akan dimarahi oleh ayahnya. Mecca pun tak berani menatap wajah sang ayah, ia terus menunduk dengan menggigit bibirnya.
"Kamu bilang syarat dari abi ini aneh? Pemikiran kamu gimana sih sayang? Syarat itu udah paling pas dan mudah loh, kalau abi jadi Rifan sih abi siap-siap aja buat terima syarat itu!" ucap Baron tegas.
"Ya abi sama Rifan kan beda, gak semua orang bisa kuat seperti abi," ucap Mecca membela diri.
Baron menggelengkan kepalanya seraya memijat keningnya sendiri, tak lama kemudian Maryani muncul dari dalam rumah saat mendengar suara orang mengobrol dari arah luar. Wanita itu menghela nafasnya saat melihat sang suami telah sampai di rumah dan terduduk bersama putrinya.
"Oalah ternyata abi udah pulang toh? Pantas aja umi tadi kayak dengar suara laki-laki gitu dari dalam, umi pikir siapa," ucap Maryani mencium tangan Baron.
"Iya umi, baru aja abi sampai. Capek banget nih, jadinya abi duduk dulu sambil ajak Mecca buat ngobrol," ucap Baron.
"Oh gitu, pada ngobrol apa aja sih emang? Kedengarannya dari dalam kayak serius banget," tanya Maryani penasaran.
"Ah umi gausah kepo, mending umi ke dalam terus bikin teh hangat buat abi!" ucap Baron sambil tersenyum.
Maryani yang baru hendak duduk, agak kesal dengan permintaan suaminya itu. Namun, sebagai istri yang baik dan pengertian tentunya Maryani harus menuruti semua permintaan suaminya. Akhirnya Maryani pun tidak jadi duduk dan memilih masuk ke dalam untuk membuatkan teh hangat.
"Abi jahat banget sama umi, kasihan tahu umi tadi kayaknya penasaran banget sampe mau duduk juga disini!" ujar Mecca.
"Loh kalau kamu kasihan, kenapa tadi kamu gak bilang biar kamu aja yang buat tehnya gitu? Jadinya kan umi kamu bisa duduk disini," ucap Baron.
"Eee ya kan pikiran aku tuh takutnya abi masih ada yang mau diomongin sama aku gitu, nanti kalau aku pergi terus abi ngobrol sama siapa dong?" ucap Mecca beralasan.
"Enggak kok, abi udah selesai bicaranya. Sana kamu bantu umi kamu gih!" ucap Baron.
"Ohh, yaudah deh bi." Mecca mengangguk dan bangkit dari duduknya, ia menyusul ibunya masuk ke dalam sembari membawa sapu yang tadi.
...~Bersambung~...
...JANGAN LUPA LIKE+KOMEN YA GES YA!!!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments