Dengan suhu AC terendah seharusnya ruangan ini terasa dingin bagi penghuninya, namun entah bagaimana terasa sangat panas bagi seluruh orang di ruangan tersebut.
Untuk beberapa detik, ruangan yang awalnya penuh perdebatan menjadi sangat tenang, tak ada satupun yang berusaha untuk bersuara karena masih dalam keterkejutan.
Beberapa saat kemudian Pak Permana, papa dari Direktur muda itu mengalihkan padangan matanya kepada seorang gadis muda cantik yang berada tepat di samping putranya yang masih dalam keadaan saling berpegangan tangan.
“Siapa namamu?” tegurnya sembari menatap gadis tersebut dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan menyelidik.
Fadhil menyadari ketertegunan gadis yang digenggamnya tersebut, gadis yang baru ditemuinya hari ini dan yang ia jadikan korban untuk menyudahi perdebatan dengan papanya.
Ia pun segera memberikan kode pada gadis tersebut dengan sedikit menggerakkan pergelangan tangannya yang masih saling berpegangan.
“Eh … ma-maaf pak, nama saya Mecca Dini Pradipta.” Gelagapnya tanpa persiapan apapun.
“Siapa nama orang tuamu? Apa pekerjaan mereka? Tinggal di mana kamu?” selidiknya tanpa henti.
Belum sempat Mecca menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan kepadanya, pria di sebelahnya seolah mengerti kebingungannya dan mengambil alih untuk memberikan jawaban.
“Yang penting papa sekarang tahu gadis yang Fadhil cintai, pertanyaan-pertanyaan papa akan kami jawab nanti saat papa sudah memberikan restu. Sekarang Fadhil dan Mecca pergi dulu ya pa.” Pamitnya sambil melambaikan tangan kanannya dengan masih mempertahankan genggaman tangan kirinya pada gadis cantik itu.
“Oh ya Nin, tolong atur ulang pertemuan klien hari ini.”
“Dan kamu Faiz, tolong gantikan aku meeting dengan karyawan pagi ini.” Perintahnya pada sekretaris dan asisten pribadinya secara bergantian.
“Aku mau pergi kencan dulu dengan gadis cantik ini.” Senyumnya tersungging sembari berjalan semakin menjauh meninggalkan beberapa orang yang masih terpana.
Waktu telah menunjukkan pukul 08.51 pagi. Matahari mulai meninggi namun masih memancarkan kehangatannya. Di tengah perjalanan yang masih terbilang padat tapi tidak menunjukkan kemacetan, mobil Lexus Ux berwarna hitam-putih melaju dengan kecepatan sedang.
Dalam keheningan pengemudi dan penumpangnya melenggang menelusuri jalan yang mulai terasa sepi. Bagai terkena sihir, Mecca hanya mengikuti Fadhil dengan patuh.
Ia berusaha untuk tetap tenang dan mencoba untuk menahan meminta penjelasan sampai pria tersebut yang pertama membuka suara. Namun rasa penasaran mulai tidak dapat ia bendung lagi.
Sepanjang perjalanan, ia memperhatikan tiap jalan yang nampak asing untuknya. Semakin lama jalan yang ditelusurinya semakin jauh dan semakin sepi.
“Ma-maaf pak, ini bapak mau bawa saya kemana?” kekhawatiran mulai tampak di wajah cantiknya.
“Nanti kamu akan tahu.” Sahutnya singkat.
Sekitar 15 menit kemudian, mobil yang mereka tumpangi memasuki sebuah jalan dengan gapura batu tinggi berwarna keabu-abuan. Di sana terbentang rumput kehijauan, pohon-pohon tinggi, lalu diikuti pasir berwarna putih, dan di depannya terbentang laut luas kebiruan. Sungguh memanjakan mata yang memandangnya.
“Wow …! cantik banget, keren …! ini seperti pantai milik pribadi.” Kagum Mecca dengan mata penuh binar kebahagiaan. Tanpa permisi dan menoleh pada pengemudinya ia melepas sneakers putihnya dan turun segera bagai terhipnotis.
Fadhil tersenyum kecil melihat kelakuan gadis yang dibawanya dengan paksa tersebut. Ia melihat kepolosan gadis itu berlari cepat menuju pinggir pantai dan menikmati deburan ombak yang menyapu kedua kakinya diikuti tawa lebar bahagia.
“Lucu juga dia. Dasar anak kecil.” Ujarnya menggelengkan kepala, sembari menuruni mobilnya.
Fadhil menyenderkan tubuhnya di kap mobil dengan mata yang masih terpatri pada gadis yang tengah bermain ombak tersebut. Ia tak berusaha memanggil ataupun mengejarnya, ia hanya ingin memberikan waktu bagi gadis tersebut untuk melepaskan segala kebingungan yang telah ia buat.
Tak berselang lama, Mecca yang merasa diperhatikanpun mulai membalas pandangan Fadhil terhadapnya. Mecca memutuskan untuk mendekat ke arah Fadhil saat mata mereka saling bertemu.
“Kok bapak bisa tahu tempat seperti ini? Saya jadi merasa ini seperti pantai pribadi. Lihat saja, cuma ada kita berdua di sini.” Ucapnya dengan tatapan menoleh ke kanan dan ke kiri menelusuri tiap jengkal tempatnya berpijak saat ini.
“Karena nggak sengaja dulu pernah nyasar ke sini, akhirnya jadi sering datang saat banyak pikiran”. Jelasnya singkat.
“Terima kasih ya, sudah mengajak saya ke sini.” Jawabnya dengan senyum tulus.
“Kamu kenapa enggak tanya soal yang aku lakukan tadi?”
“Hmmm… Ini mau tanya, tapi bingung harus mulai dari mana.”
“Tanya saja, akan aku jawab semua.”
“Kenapa bapak lakuin itu ke saya? ini hari pertama magang saya loh, tapi sudah membolos.” Gerutunya sembari memutar kedua bola mata.
“Hahaha… Jadi yang kamu khawatirin cuma karena bolos?” tawanya merekah.
Perhatian Mecca beralih pada wajah Fadhil, ia melihatnya dengan lekat.
“Hmmm… ternyata saya kurang satu hal dalam menilai bapak.”
“Hah, maksudnya?”
“Bapak kalau tertawa tingkat ketampanannya langsung meningkat drastis.” Godanya diikuti gerakan mengetuk-ngetuk kedua pipi. Tanpa ia sadari, hal itu membuat Fadhil merasa tersanjung sekaligus malu, hingga menampilkan rona kemerahan pada pipinya.
“Ki-kirain apaan. Kalau itu sih semua orang juga sudah tahu nilai ketampananku.” Sahutnya mengalihkan pandangan, berharap lawan bicaranya tak menyadari debaran jantungnya.
“Nih cewek apaan sih, muji orang lain dengan ekspresi imut begitu, bikin salting saja.” Ucapnya dalam hati.
“Sekarang bapak jelasin semua ke saya. Saya nggak mau pusing mikirin hal itu.” Sahutnya menggeleng-gelengkan kepala.
“Intinya aku mau minta tolong ke kamu untuk pura-pura jadi kekasihku agar aku terhindar dari perjodohan yang dibuat oleh orang tuaku.” Jelasnya singkat.
“Kenapa harus pura-pura? Kan tadi bapak juga sudah minta restu dengan orang tua bapak. Kenapa enggak sekalian minta restu juga ke keluarga saya?” godanya kembali.
“Nih cewek luar biasa, nggak ada sungkan-sungkannya sama sekali.” Ucapnya dalam hati masih menatap Mecca dengan tak percaya.
“Kamu jangan aji mumpung ya, itu enggak akan terjadi.” Tegasnya.
“Terus kalau ternyata orang tua bapak malah merestui hubungan kita bagaimana?” tanyanya polos.
“Hahaha… Aku rasa itu tidak mungkin, aku kenal baik dengan orang tuaku, terutama papa, beliau menginginkan menantu seperti apa aku sangat hafal.” Ledeknya melirik Mecca dari ujung kepala hingga ujung kaki.
“Tapi menolong bapak tidak akan bikin masalah untuk saya dan keluarga saya kan?” Selidiknya serius.
“Aku nggak jamin kalau tidak ada masalah. Aku yakin papa akan cari tahu secara detail tentang kamu. Tapi aku akan berusaha untuk melindungi kamu ataupun keluargamu.” Janjinya pasti.
“Oke, Deal ! Karena kita sepasang kekasih sekarang, lebih baik pakai panggilan aku-kamu atau sayang-cinta?” tanyanya menggoda dengan kerlingan sebelah mata.
“Aku-kamu saja!” Sahutnya tak percaya dengan pertanyaan Mecca.
“Sepertinya aku terjebak dengan gadis gila.” Gumamnya pelan.
.
.
.
Happy Reading and Enjoy 🤩
Jangan lupa klik favorit, like, komentar, vote, dan rate 5 ⭐ ya agar Author makin semangat dalam berkarya. Untuk mengetahui cara vote, silahkan para readers mampir pada halaman ATTENTION ya.
Jangan jadi penikmat dan silent readers, tunjukkan diri dengan like ya!
Terima Kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Erlinda
benarkan karakter si Mecca terkesan murahan...
2021-07-04
0
Eti Guslidar
senjata makan tuan...
2020-08-09
1
Priska Anita
Mampir untuk dukung terus author-nya 💜
2020-08-07
1