AN INEFFABLE SERENDIPITY
Di lorong ruangan tingkat 69 yang masih terasa sunyi, Mecca Dini Pradipta duduk pada sebuah meja kerja berwarna keperakan dengan desain minimalis namun terasa sangat nyaman digunakan.
Mata kecoklatannya menatap lurus ke seberang meja yang ia duduki saat ini. Pintu jati tinggi berwarna coklat mengkilap dengan ukiran gaya klasik menghiasi permukaannya.
Pada pintu tersebut terpasang papan nama dengan huruf kapital RUANG DIREKTUR UTAMA, entah mengapa saat membaca tiap katanya membuat jantung gadis itu berdebar tak karuan, rasa antusiasnya mengambil alih di hari pertama magangnya ini.
Sesekali ia memperhatikan cermin yang ia letakkan di bawah meja, perhatiannya beralih pada bulu mata lentik yang menghiasi mata kecoklatannya, lalu beralih ke bibir mungil kemerahan, dan berlanjut pada rambut panjang tanggung berwarna dark brown tersebut. “Perfect.” Senyum manisnya tersungging cerah.
Seketika ia mulai berdiri dan merapikan blouse putih polosnya, memasang kartu tanda mahasiswi di bagian kanan atas pada pakaiannya kemudian kembali menepuk-nepuk kecil kain celana panjang stretch berwarna hitam pekatnya tersebut.
Mecca meraih tote bag berwarna putih gading dengan gambar dream catcher yang digradasi warna pastel. Ia memasukkan tangan kanannya, berusaha merogoh sangat dalam untuk mencari sesuatu. Pouch berwarna hijau mint ia keluarkan dengan segera.
Di dalamnya terdapat lotion, lip balm, baby powder, dan minyak telon dengan aroma chamomile. Tak ada satupun make up ala gadis-gadis jaman sekarang yang dimilikinya. Wajah polos Mecca tanpa make up memang tergolong sangat cantik, ia hanya mengambil lotion dan mengenakannya di kulit telapak tangan untuk menghindari rasa kering akibat dinginnya AC.
Untuk mengisi waktu, ia mulai membuka ponselnya dan beralih ke situs pencarian. Dia mulai mencari banyak informasi tentang perusahaan tempat ia magang saat ini sebagai refrensi penulisan skripsinya.
Perusahaan Grup A ini merupakan salah satu perusahaan alat berat terkemuka di Indonesia. Pemilik perusahaan terkenal dengan tangan dinginnya dibidang bisnis. Mereka telah melebarkan sayapnya secara luas dalam berbagai macam bentuk usaha, dari bidang jasa, perdagangan, industri, dan lain-lain.
Di tengah keasyikannya dalam membaca berbagai artikel dalam smartphonenya, tak berselang lama terdengar jelas suara pintu lift yang terbuka, dengan otomatis tubuh Mecca berdiri tegak bersiap menyambut siapa saja yang akan menghampirinya.
Kemudian nampaklah seseorang dari kejauhan dalam balutan dress putih panjang mengenakan hijab merah marun dengan tubuh mungil, berkulit putih, dan perut besar khas orang hamil perlahan mendekatinya.
“Wah… Wah… Wah... Hari pertama magang semangat sekali ya, kantor masih sepi sudah nongkrong saja di situ.” Tegurnya sembari menunjuk dengan tatapan mata dan bibir yang di majukan.
“Mbak Nindy, akhirnya datang juga. Dari tadi perasaanku campur aduk antara gelisah dan antusias. aku takut kalau Pak Bos datang lebih pagi dari pada mbak.” Cerocosnya dengan cepat.
“Tenang saja, aku sudah hafal kebiasaan Pak Fadhil, jadi nggak mungkin aku telat.” Liriknya dengan senyum kecil.
“Terima kasih banyak ya kakak sepupuku yang tercantik, kalau bukan karena rekomendasi mbak untuk jadiin aku sekretaris pengganti selama mbak cuti, aku pasti masih kebingungan cari tempat magangan.” Menunjukkan ekspresi imut dengan kedipan-kedipan lucunya.
“Jangan terima kasih saja, hadiah untuk calon keponakanmu yang mau berojol ini jangan lupa, ingat aku minta apa waktu itu.” Memberikan nada sedikit menekan sambil membelai perut buncitnya.
“Tenang... Untuk calon keponakan tersuper pasti dibelikan kok.” Cengirnya menunjukkan deretan gigi putih rapinya.
“Good !” sembari mengangkat jempol kanannya.” Pokoknya selama seminggu sebelum aku cuti, kamu harus bisa handle semua pekerjaan ya. Jaga nama baikku.” Menunjukkan mata tajam mengancam.
“Siap BOS !” sembari mengangkat tangan kanannya dalam posisi hormat.
“Tapi Mec, jurusan kamu sama posisi kita ini kan berbeda, apa bisa membantu pembuatan skripsimu? Di sini lebih banyak hanya bekerja via telepon dan mengarsipkan berkas saja loh.” Tanyanya khawatir.
“Nggak apa-apa mbak, aku kan bisa cari-cari informasi ke devisi lain untuk bahan bahasanku nanti, jadi tolong kenalkan aku dengan beberapa narasumber yang bisa bantu pengumpulan data ya mbak.” Ujarnya menunjukkan senyum termanis.
“Kalau masalah itu sih kamu tenang saja yang penting pekerjaan utama kamu disini tidak sampai kamu lalaikan.”
“Siap laksanakan.” Sahutnya cepat.
“Eh Mec, mbak ke kamar mandi dulu ya, maklum kalau sudah dekat HPL (Hari Perkiraan Lahir) begini suka beser bawaannya. Nanti kasih tahu mbak ya, kalau Pak Fadhil sudah datang.” Ucapnya sambil berlalu.
Tak lama berselang, kembali suara pintu lift terdengar terbuka, dengan sigap Mecca berdiri hendak memberikan salam. Dari jarak yang tak terlalu jauh dari meja kerjanya,
Mecca memperhatikan dengan seksama dua pria tinggi, dengan setelan jas hitam dipadu dengan kemaja putih dan sebuah dasi yang disesuaikan. Pria yang berjalan paling depan memiliki ketampanan yang membuatnya terpana, seperti mesin otomatis penilai subjek, Mecca mengukur tiap inci yang ditangkap matanya.
Pria dengan tinggi sekitar 175 cm, bertubuh tegap dengan dada bidang, berkulit kuning langsat, alis hitam tebal, bibir berwarna merah muda, dan sorot mata penakluk berwarna kehitaman. Begitulah penilaiannya mengeluarkan hasil. Entah sihir apa yang dimiliki pria itu, sehingga Mecca tak dapat mengalihkan pandangannya untuk memperhatikan pria yang kedua.
Saat kedua pria tersebut melewatinya tanpa menoleh atau mungkin tidak menyadari bahwa ia adalah sosok baru di ruangan itu, menjadikan kesadarannya hilang setengah. Dengan gelagapan ia mengucapkan,
“Se-selamat pagi pak.” Tanpa diikuti salam kembali oleh yang disapanya, hingga kedua pria itu masuk ke ruangan tepat diseberangnya.
“Wow gila... Bikin deg-degan saja tuh mas ganteng, dia itu manusia atau bukan sih, parah pesonanya. Fokus Mec… Fokus!” hela nafas kuat diikuti tangan kiri yang meraba dada untuk menenangkan detak jantungnya yang masih berisik itu.
Lewat beberapa menit dari adegan salam-menyalam itu, pintu lift kembali terbuka. Ada sepasang paruh baya yang keluar berjalan menghampirinya.
Entah siapa kedua pasangan tersebut, mereka nampak marah dan tergesa-gesa. Tanpa ba-bi-bu, kedua pasangan tersebut melewati Mecca dan masuk ke ruangan Direktur Utama tanpa permisi. Mecca hanya dapat diam mematung tanpa tahu harus berbuat apa-apa. Hingga akhirnya ia dikejutkan oleh tepukan kecil dibahu kanannya namun terasa sangat mengagetkan.
“Hei... Mangap melulu tuh mulut, kemasukan buaya darat baru tahu rasa tuh.” Tepuknya pada bahu kanan gadis dihadapnya diikuti cengiran kecil.
“Aduh... Jantungku mau copot rasanya mbak!” ucapnya dengan mata tertutup.
“Mbak sepertinya aku sudah lihat Pak Fadhil deh, beliau sudah masuk ke ruangannya tadi dan...” belum berakhir ucapnya, namun telah diinterupsi tanpa izin.
“Ya sudah, ayo aku perkenalkan dengan beliau.” Ajaknya sedikit menarik tangan disebelahnya.
“Tunggu mbak, ini bukan saat yang tepat. Sebentar lagi mbak, didalam masih...” lagi-lagi ucapnya terpotong.
“Halah... Enggak usah nanti-nanti, lebih cepat lebih baik, kamu jangan tegang, tenang saja ya.” Ucapnya sambil menarik tangan di belakangnya dan berkedip sekilas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Karyati Sholapari
namanya udh bagus mecca tp panggilan nya kok mec.. ga enak banget.. knp tdk dini sj.. hee.. hee
2021-11-24
0
Erlinda
baru mulai magang aja udah memikirkan pesona CEO..ga seru tokoh nya
2021-07-04
0
Priska Anita
Like dari Rona Cinta sudah mendarat disini 💜
2020-07-22
1