AJAKAN

“Nak, apa kau ingin ikut bersamaku?” tanya pria itu lagi.

“Kau akan membawaku ke mana? Apa kau ingin menyiksaku seperti yang mereka lakukan?” tanya Yi Cai. Yi Cai yan telah mendapat siksaan berkali-kali, akhirnya tidak mudah lagi mempercayai perkataan orang lain.

“Aku tidak akan melakukannya,” jawab pria tua itu.

“Bagaimana bisa aku percaya padamu?” Yi Cai masih ragu dengan perkataan pria itu.

“Bahkan sebaliknya. Jika kau ikut denganku, aku akan memberimu kekuatan agar mereka tak bisa menindasmu lagi,” bujuknya.

Yi Cai menyipitkan netranya karena heran dengan perkataan pria tua itu. “Kenapa? Kenapa kau ingin memberiku kekuatan?” tanyanya.

“Aku hanya akan membantumu mendapatkannya. Selebihnya, tergantung apakah kau mampu mendapatkan kekuatan itu,” ujarnya.

Yi Cai menundukkan kepalanya seraya memikirkan dengan baik tentang ucapan dari pria tua itu. Kemudian, ia bertanya lagi kepadanya, “Apa yang akan kudapatkan selain itu? Selain mereka tidak dapat menindasku, apa yang bisa kudapatkan dari kekuatan itu?” tanyanya.

“Kau bisa mendapatkan apa pun yang kau inginkan, sesuai dengan usaha yang kau lakukan. Bahkan, jika kau mampu, seluruh Dunia Continent ini akan tunduk kepadamu,” cetusnya.

“Dunia… Continent? Kenapa kau berpikir aku dapat melakukannya?” tanya Yi Cai.

“Karena kau mampu,” jawabnya.

Darah yang mengalir di tubuh Yi Cai tiba-tiba berdesir hebat, memompa jantungnya untuk berdebar kencang. Ambisi mulai hadir dalam pikiran Yi Cai.

Setelah terdiam beberapa lama, ia pun akhirnya angkat bicara seraya bangkit dari posisinya.

Yi Cai menggenggam gagang payung yang digenggam oleh pria tua yang berdiri di hadapannya. Ia menatap lekat netra pria tua itu, dengan tatapan penuh ambisi yang terpantul di kedua manik matanya.

“Aku ingin menjadi kuat. Tuan, tolong bantu aku!” cetus Yi Cai.

Pria tua itu menarik senyuman di bibirnya. “Bagus! Pilihan tepat! Sungguh sia-sia jika kau menolaknya,” cetusnya. “Kalau begitu, ikutlah denganku! Aku akan menjadi guru yang membimbingmu,” cetusnya.

***

“Yang Mulia, jika boleh bertanya, ada keperluan apa Anda kemari?” tanya seorang Petugas pengawas astronomi.

“Bukan apa-apa, aku hanya penasaran. Beberapa hari terakhir, aku tidak bisa tidur nyenyak karena memimpikan sesuatu,” ujarnya. “Ah, benar. Apa akhir-akhir ini, kau mengamati pergerakan bintang yang berbeda?” tanya Raja kepada Petugas itu.

Pengawas astronomi terhening selama beberapa saat, lalu berjalan selangkah mendekati Baginda Raja yang berada tepat di hadapannya. Kemudian, ia pun angkat bicara, “Mungkinkah… apa yang Yang Mulia khawatirkan, sama dengan kekhawatiranku?” tebaknya.

“Jika boleh tahu, kekhawatiran apakah gerangan yang mengganggumu? Jika apa yang kau khawatirkan sama dengan apa ku khawatirkan, aku akan membagi isi pikiranku. Dan juga, aku ingin kau mencari jawaban dan solusinya,” tutur Raja. “Apakah ada masalah dengan posisi bintang-bintang keluarga kerajaan? Ataukah… ada halangan yang mengganggunya?” Raja langsung bertanya ke intinya.

“Ampun, Yang Mulia. Saya hanya hanyalah seorang Pengawas Astronomi yang mengawasi pergerakan bintang-bintang keluarga kerajaan. Namun, Yang Mulia juga pasti tahu jika saya adalah seorang peramal perbintangan. Saya tidak berani memastikan, tetapi saya hanya bisa menafsirkan menurut pengamatan saya pribadi. Sejauh ini, bintang-bintang milik keluarga kerajaan selalu stabil memancarkan sinarnya, kecuali bintang Putra Mahkota. Yang Mulia pun sudah tahu sebelumnya, jika takdir Putra Mahkota nantinya tidak biasa. Namun, saya tidak bisa menafsirkan tentang baik dan buruknya. Entah keistimewaan itu akan berdampak baik bagi nasibnya, atau… saya hanya bisa berharap kemungkinan terbaik untuknya. Sedangkan kemungkinan terburuk, biarlah takdir yang menentukan,” tuturnya.

Baginda Raja mendengarkan apa yang Petugas Pengawas Astronomi katakan dengan seksama. Ketika menyangkut nasib Putra Mahkota, selama ini Baginda Raja tidak pernah berhenti mengkhawatirkannya.

Terlebih lagi, Putra Mahkota adalah satu-satunya pewaris yang suatu saat akan menggantikan kepemimpinannya. Wajar saja jika Baginda Raja selalu mengkhawatirkan nasib pewaris satu-satunya siang dan malam. Akan tetapi, karena ia terlalu memanjakannya, hal itu membuat Putra Mahkota menjadi seorang pemuda yang berkepribadian semena-mena dan kejam terhadap bawahannya sendiri.

Hal itu tentu saja kerap sampai ke telinga Baginda Raja. Namun, karena terlalu menyayangi satu-satunya pewarirnya, ia hanya bisa memberi hukuman ringan untuknya. Bahkan, terkadang ia sengaja menutup mata dan telinga atas apa yang dilakukan oleh Putra Mahkota.

“Yang Mulia …,” panggil Pengawas astrnomi. Ia sengaja menyadarkan Baginda Raja yang tengah melamun sembari memusatkan pandangannya ke arah bintang milik Putra Mahkota yang berada di langit-langit menara Museum Astronomi.

Ketika Petugas Pengawas Astronomi memanggilnya, Baginda Raja pun akhirnya tersadar dari lamunannya.

“Ya, aku mendengarkan. Kau bisa melanjutkannya.” Mempersilakan agar Petgas Pengawas Astronomi itu melanjutkan perkataannya.

“Namun, yang benar-benar saya khawatirkan kali ini bukanlah nasib Putra Mahkota,” cetusnya.

Ucapan Petugas Pengawas Astronomi itu membuat Yang Mulia Raja reflek menoleh ke arahnya. Baginda Raja mengernyitkan kedua alisnya dengan tatapan mata kehausan yang penuh dengan rasa penasaran.

“Kalau begitu, apa ada perihal lain yang membuatmu khawatir?” tanyanya.

“Ampun, Yang Mulia. Sebelumnya, maaf karena kelancangan hamba. Namun, izinkan hamba bertanya satu hal kepada anda.” Meminta izin terlebih dahulu.

“Baik. Tanyakan saja apa yang ingin kau tanyakan. Aku pasti akan membantumu menjawab semua rasa penasaranmu,” ujarnya.

“Begini… Yang Mulia … .” Tiba-tiba saja Petugas Pengawas Astronomi itu berlutut di hadapan Yang Mulia seraya menundukkan kepalanya. “Yang Mulia, maaf karena saya akan mengungkit satu hal yang akan membuat Anda tidak nyaman. Satu hal ini, mungkin sebuah kelancangan yang seharusnya tidak lancang saya katakan dengan mulut rendahan ini. Namun, saya perlu penjelasan untuk menyelidiki segala sesuatu yang mengganjal. Yang Mulia, semua ini tentang bintang keluarga kerajaan. Bisakah Anda memperhatikan langit dengan seksama? Selain bintang Putra Mahkota, adakah bintang lain yang bersinar lebih terang darinya?” tanyanya.

Baginda Raja mengernyitkan kedua alisnya. Ia benar-benar diburu oleh rasa penasaran tatkala menyaksikan sikap aneh Petugas Pengawas Astronomi, beserta dengan perkataan-perkataan canggung yang keluat dari mulutnya.

Yang Mulia tak ingin banyak bicara. Ia pun langsung mendongakkan kepalanya, menata[p langit-langit malam yang dipenuhi dengan bintang-bintang. Ia memperhatikan bintang milik Putra Mahkota yang memang bersinar terang, paling terang di antara bintang-bintang lainnya. Namun, Baginda Raja tak ingin terlarut dalam keindahan sinar bintang itu. Seperti yang harus ia perhatikan selama menjadi Penguasa Negara, ia tak boleh meremehkan segala sesuatu, hingga terlalai dengan detail kecil yang terlewat.

Sebuah detail kecil yang terlihat sepele, tetapi pada akhirnya berakibat fatal hingga menghancurkan fondasi kokoh kejayaan secara perlahan. Ya, ia harus memperhatikan segala sesuatu dan segala. Dan hasil pengamatannya kali ini….

“Bintang itu … .” Baginda Raja sengaja menggantung perkataannya.

“Yang Mulia, apakah anda melihatnya?” tanya Petugas Pengawas Astronomi.

“Sejak kapan bintang asing itu terlihat mencolok di antara bintang lainnya?” tanya Baginda Raja.

“Ampun, Yang Mulia. Maaf, karena hamba merahasiakannya selama ini. Bukannya hamba sengaja menyembunyikannya. Hanya saja, hamba masih belum yakin dengan sesuatu yang hanya berdasarkan spekulasi semata,” ujarnya.

“Lalu, apa yang kau pikirkan tentang bintang itu… berdasarkan spekulasimu?” tanyanya.

“Yang Mulia, maaf karena hamba harus berspekulasi lancang. Namun, menurut pemahaman hamba selama ini … Yang Mulia, apakah keturunan Pangeran Yongping sudah benar-benar Anda musnahkan?” Tiba-tiba, Pengawas Perbintangan itu mengalihkan topik pembicaraan.

Ketika tiba-tiba membahas nama ‘Pangeran Yongping,’ seketika darah yang mengalir di dalam tubuh Baginda Raja mendingin, layaknya dibekukan di tengah tumpukan salju membeku.

“Pangeran Yongping… kenapa kau tiba-tiba membahasnya?” tanya Baginda Raja dengan nada bicara yang dingin dan datar. Posisi Raja tetap berdiri tegak membelakangi tubuh Pengawas perbintangan yang berlutut di balik punggungnya. Baginda Raja berusaha menyembunyikan kepanikannya tatkala satu nama itu disebutkan. Akan tetapi, sekeras apa pun ia berusaha menyembunyikannya, bahasa tubuhnya tak bisa membohonginya. Kedua telapak tangan Baginda Raja mendingin dan bergetar hebat.

Sementara sang Pengawas Perbintangan itu segera menundukkan kepalanya lebih rendah dari sebelumnya, tatkala menyadari perubahan emosi Baginda Raja yang tampak tidak biasa dari sebelumnya.

“A-ampun, Yang Mulia. Namun, untuk mengetahui sesuatu, kita harus menyelidikinya, meskipun kita tidak menginginkannya. Yang Mulia, hamba sangat paham satu hukum yang telah Anda tetapkan. Jika saja ada yang berani menyebutkan satu nama itu, maka, ia akan dihukum mati,” cetusnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!