"Benarkah? Aku jadi penasaran. Bagaimana kalau kita sedikit bermain dengannya?”
“Apa yang kau rencanakan?”
“Lihat saja bagaimana caraku melakukannya,” ucapnya sembari tersenyum licik. “Yi Cai! Oiii… Yi Cai!!!” panggilnya dengan cara tidak sopan.
Pemuda bertopeng yang merasa namanya terpanggil pun mencari-cari sumber suara orang yang memanggilnya. Ketika melihat seorang pemuda yang duduk santai sembari melambai-lambaikan tangannya, Yi Cai menoleh-nolehkan ke sekitarnya.
“Iya, kau! Yi Cai serigala buruk rupa. Aku memanggilmu. Aku akan menraktirmu jika kau datang kemari,” ujar pemuda itu.
Ketika pemuda itu mengatakan bahwa dia akan menraktir Yi Cai, Yi Cai yang sudah kelaparan pun akhirnya mulai bersemangat.
“Ternyata tidak semua manusia itu jahat,” pikirnya.
“Apa kau benar-benar akan mentraktirku?” tanya Yi Cai dengan tatapan mata berbinar.
“Tentu saja. Tapi… kau harus melakukan sesuatu untukku, baru aku akan membayarmu dengan makanan.” Menawar kepada Yi Cai.
“Apa yang harus kulakukan?” tanya Yi Cai dengan polosnya.
“Lepas topengmu!” perintahnya.
Perintah dari pemuda itu membuat Yi Cai reflek membelalakkan netranya.
“Kenapa? Kau tidak berani melakukannya? Hei! Semua orang sudah tahu betapa buruknya wajahmu itu. Bukankah melihat sekali lagi bukanlah masalah? Benar, tidak?” Melirik teman yang ada di seberangnya. Temannya pun tertawa kecil sambil berpikir bahwa permainan yang tengah dilakukan benar-benar gila.
“Coba tanya semua yang ada di sini. Semua, apa kalian tidak penasaran dengan wajah Yi Cai?” serunya kepada semua orang yang ada di kedai itu.
Semua orang yang mampir di kedai itu saling berbisik-bisik kepada rekan-rekannya, membuat kedai yang tadinya tenang menjadi gaduh.
“Apa dia Yi Cai?”
“Siapa dia?”
“Apa kau tidak tahu? Dia si serigala buruk rupa. Aku dengar, wajahnya sangat menjijikan.”
“Benarkah? Apa karena itu dia memakai topeng?”
“Lihat saja penampilannya. Sangat lusuh dan tak terawat. Aku baru melihat penampilan seorang manusia yang sangat buruk seperti itu.”
“Apa kau tidak penasaran dengan wajahnya?”
“Aku lumayan penasaran. Bagaiaman jika kita menyruhnya melepaskan topengnya?”
“Ide bagus. Aku juga penasaran dengan sosok manusia berwajah paling buruk ini.”
“Hei, Kau! Apa kau tidak ingin menunjukkan wajahmu kepada kami?” seru salah seorang yang ada di Kedai itu dengan lantang.
“Benar! Coba perlihatkan wajahmu pada kami jika kau berani,” desak yang lainnya.
“Benar, tunjukkan pada kami.
“Aku juga penasaran. Cepat buka topengmu!”
“Yi Cai, buka topengmu!”
Banyak yang mendesak Yi Cai untuk membuka topeng wajahnya, membuat tubuh Yi Cai seakan membeku di tempat.
Yi Cai yang tumbuh besar jauh dari kalangan masyarakat, awalnya tak pernah mempermasalahkan wajahnya. Namun, ketika dia mulai menginjakkan kaki ke dunia luar, semua pasang mata selalu tertuju pada wajahnya.
Mereka saling berbisik-bisik di belakang, beberapa yang lainnya mengusir Yi Cai secara terang-terangan karena wajah buruk rupanya dianggap sebagai pembawa kesialan.
Sejak saat itu, Yi Cai baru menyadari bahwa wajahnya adalah kelemahannya. Untuk meminimalkan perasaan benci mereka terhadap wajahnya, Yi Cai mengukir seuah topeng yang terbuat dari kulit kayu untuk menutupi wajahnya yang bagi orang lain sangat tak sedap untuk dipandang.
“Hei, apa kau tuli? Teriakan sekeras itu dari banyak orang, apa kau tidak mendengarnya? Apa kau ingin membuat mereka mati penasaran? Bukankah hanya wajah saja? Lihat! Selain dirimu, apa ada yang menutupi wajahnya dengan topeng kayu busuk sepertimu? Cepat lepas! Melepas topengmu tidak akan membuat wajahmu rupawan. Cepat! Jika kau tidak ingin melakukannya sendiri, aku bisa membantumu,” desaknya.
“Aku… aku …,” gagap Yi Cai.
“Kenapa? Cara bicaramu sangat menyebalkan. Jangan bicara lagi! Cepat lepas topengmu! Jangan buat aku turun tangan dan memaksamu,” paksanya. “Oh, benar. Di Dunia Continent ini, apa kau sudah membuka segel bayangan penjaga di tubuhmu?” tanyanya.
Yi Cai hanya menggeleng-gelengkan kepala, karena ia sendiri tidak mengerti tentang bayangan penjaga yang dimaksud.
“Haha, dia belum membukanya.”
“Berati dia hanyalah pemuda lemah. Bukan hanya buruk rupa, tapi juga lemah. Benar-benar paket lengkap,” ejek seseorang yang ada di sana.
“Kau belum membuka segelnya. Jadi, jangan salahkan aku jika memaksamu dengan cara kasar. Lemah… jangan salahkan aku. Salahkan dirimu yang terlahir jelek dan lemah,” hinanya.
Yi Cai membisu. Dia hanya bisa menundukkan kepalanya, mendengar hinaan dan cercaan-cercaan yang dia dapat dari banyak orang asing yang sama sekali tidak dikenalnya. Yi Cai benar-benar tidak mengerti.
Mengapa mereka semua membencinya?
Yi Cai tidak mereka yang membenci dirinya tanpa alasan, hanya karena mereka tidak senang melihat wajahnya. Hanya masalah wajah, membuatnya menderita hingga di titik ini. Namun, Yi Cai yang tak bisa apa-apa, hanya bisa terdiam tanpa melakukan pembalasan apa pun. Ia hanya bisa menggigit lidahnya sembari mengepalkan kedua telapak tangannya.
“Kenapa kalian semua membenciku?” tanyanya dengan suara pelan. Akhirnya Yi Cai memberanikan diri mengeluarkan uneg-uneg yang selalu mengganggunya.
“Apa aku tidak salah dengar? Kau bertanya kenapa kami membencimu? Bukankah sudah jelas? Jawabannya, karena wajahmu yang sangat menjijikan! Masih bertanya?!” sentaknya. “Sudahlah! Lupakan tentang membuka topengmu. Terima ini!” Pemuda itu melemparkan sepotong roti ke bawah Yi Cai.
Kemudian, mereka berdua menaruh beberapa uang perak di atas meja dan beranjak pergi dari tempatnya.
Ketika pemuda itu melemparkan sepotong roti ke arah Yi Cai, Yi Cai pun segera memungutnya, walau roti telah kotor karena terjatuh ke tanah. Meskipun demikian, Yi Cai tetap memungutnya dan membersihkannya. Ia menyantap roti itu dengan cepat, layaknya orang kelaparan, karena dia memang sangat kelaparan.
Semua orang yang ada di sana pun semakin jijik ketika meihat tingkah laku Yi Cai yang dipandang jorok bagi mereka.
“Aku jadi tidak nafsu makan. Ayo pergi ke tempat lain,” ajak seseorang yang ada di sana kepada temannya.
“Aku juga. Ayo pergi!”
Melihat pelanggannya banyak yang meninggalkan Kedai, Bos pemilik kedai pun segera mengusir Yi Cai dengan kasar. Bukan hanya itu saja, ia bahkan menyiramkan air bekas cuci piring ke tubuh Yi Cai, sebelum Yi Cai bersiap untuk pergi.
Yi Cai pun terpaksa pergi karena ia pun dipaksa. Tubuhnya basah kuyup, membuatnya menggigil kedinginan. Bahkan, langit tak memihak padanya. Langit menurunkan rintikan hujan, lalu mengguyur tubuh Yi Cai yang semula basah kuyup, kini ditambah guyuran derasnya hujan.
“Dingin sekali,” gumamnya. ‘Apa yang harus kukenakan? Aku bahkan hanya memiliki ini saja yang bisa kupakai,’ batinnya resah karena tubuhnya yang mulai menggigil kedinginan, di samping dia yang tak memiliki pakaian ganti.
Yi Cai adalah namanya. Dia hanyalah anak sebatang kara yang baru menginjak usia 16 tahun.
Sejak kecil, Yi Cai tak pernah berbaur dengan masyarakat, tempat orang-orang bersosialisasi. Ia tinggal di hutan yang jauh dari peradaban penduduk.
Yi Cai yang ingin melihat dunia luar, si samping menemukan identitasnya yang sebenarnya pun memberanikan diri untuk pergi ke suatu Negara makmur yang terletak di Xianjiang Selatan.
Ia berpikir bahwa hidupnya akan lebih mudah dan menyenangkan, karena ia bisa berkomunikasi dengan sebangsanya. Namun, semua tak seindah yang dia kira. Karena kekurangannya yakni wajah buruk rupa, orang-orang merasa jijik terhadapnya, juga menilai penampilannya yang kampungan.
Untuk mengurangi kebencian mereka, Yi Cai pun menutupi wajahnya dengan topeng yang ia buat dengan kulit kayu. Walau Yi Cai sendiri tahu bahwa semua itu takkan membantunya mengurangi kebencian mereka.
Tak jarang ia mendapat cercaan, hinaan, ditindas, bahkan dipermainkan seperti yang dilakukan oleh 2 pemuda tadi. Namun, karena tujuan utamanya yaitu menemukan identitas aslinya, Yi Cai tidak akan menyerah untuk menghadapi takdir yang tak berpihak kepadanya.
Tuk… tuk… tuk… bunyi suara sepatu yang perlahan sampai ke telinga Yi Cai. Yi Cai akhirnya sadar jika kepalanya tak lagi diguyur derasnya rintikan hujan di tempat perteduhannya seadanya. Yi Cai pun mengangkat kepalanya. Ia sangat heran tatkala melihat seorang pria tua membagi payungnya dengannya.
“Nak, pasti berat bagimu,” ucap pria tua itu.
Yi Cai terpaku dalam keheningan. Pandangan matanya tetap tertuju kepada sosok pria tua yang baginya, bagaikan malaikat berwujud manusia yang baru ia jumpai pertama kalinya dalam hidupnya.
Setelah menatapnya begitu lama, Yi Cai pun akhirnya tersadar ketika suara berat pria itu memanggilnya sekali lagi.
“Nak, apa kau bersedia ikut denganku?” tanyanya sembari mengulurkan tangannya di hadapan Yi Cai.
Yi Cai menatap uluran tangan itu tanpa menyambutnya. Kemudian, ia baru membuka mulutnya, “Siapa… kau?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
anggita
ok., 👌
2023-05-17
0