Awal (3)

Beberapa jam telah berlalu, kami masih saling mencoba untuk melewati jembatan itu berulang kali sampai kami berhasil keluar dari dunia yang aneh ini. Tapi... percuma saja, hasilnya akan sama saja, tidak ada perubahan. Kami hanya akan kembali ke tempat sebelumnya meskipun sudah melewati jembatan itu. Jika berjalan lurus setelah melewati jembatan itu, kami akan menemukan gedung sekolah yang terbengkalai dan terus seperti itu.

Hingga akhirnya kami memiliki segala kemungkinan agar keluar dari jembatan ini. Dengan cara berdiri di kedua sisi jembatan, untuk mengetahui apakah disisi kanan dan kiri jembatan adalah tempat yang sama atau tidak. Salah satu dari temanku menyebrang dan yang satunya lagi tetap di tempat berdiri di depan jembatan itu.

Hanya di jembatan itu sajalah yang memiliki kabut yang sangat tebal hingga kami tak bisa melihat apa yang ada di depan Jembatan itu. Pertama-tama kami mencoba dengan menggunakan sebuah tali yang kami temukan di sekitar halaman sekolah. Kedua orang saling memegang kedua tali itu dan salah satunya berjalan menyebrangi jembatan yang penuh dengan kabut tebal itu.

"I-ini... percuma saja... kita tak akan bisa keluar! aaaaarghhh!" ucap Rahmat yang putus asa sambil memukul-mukul tanah dengan kencang hingga tangannya berdarah. Apa yang mereka lakukan percuma saja, meskipun sudah saling memegang tali dan yang salah satunya menyebrang. Setelah Rahmat pergi menyebrangi jembatan itu, Rahmat kembali lagi dan bertemu dengan Wawan yang memegang talinya di tempat sebelumnya.

"Kau benar... sepertinya kita akan mati di sini... benarkan Fajar?" ucap Wawan yang wajahnya cemas.

Sementara itu aku hanya bisa melamun sambil duduk di tempat. Karena aku sangat tahu betul situasi saat ini, apapun yang akan kita lakukan hanya lah sia-sia. Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk keluar dari tempat ini. Kita semua pada akhirnya akan mati disini tanpa berbuat apa-apa.

Kemudian Agus berdiri dan berkata, "Teman-teman... ayo kita berkeliling di sama Sekolah itu..." ucap Agus sambil menunjuk ke arah Sekolah terbengkalai itu.

Mendengar hal itu Bagas segera berdiri dan menghampiri Agus... bugh!. Bagas memukul wajah Agus dengan kencang hingga membuat Agus terjatuh tersungkur di atas tanah. Sepertinya akan ada keributan disini, tapi kami tidak melerai mereka dan hanya melihat mereka dengan keadaan putus asa.

"Apa kau gila! kau menyuruh kami untuk masuk ke dalam tempat itu! kau ingin kami semua mati hah!?" ucap Bagas yang merasa kesal dengan ucapan Agus.

Agus segera bangkit kembali dan menarik kerah Bagas, "Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang! apa kita harus duduk terdiam disini sampai mati karena kelaparan! apa kau masih ingin hidup! jika kalian ingin mati maka tetaplah duduk disini seperti orang bodoh!. Aku akan pergi sendiri ke dalam sekolah itu, mungkin saja akan ada petunjuk disana..." ucap Agus yang akhirnya pergi meninggalkan kami.

Mendengar ucapan Agus mengenai akan ada petunjuk disana, membuatku teringat kata-kata yang diceritakan kakek saat itu. Cerita terakhir kakek yang ku anggap paling aneh dari semua yang pernah kakek ceritakan. Yaitu... mengenai bagaimana cara keluar dari dunia ini jika kami terjebak di dalamnya.

"Tunggu..." ucapku yang membuat langkah kaki Agus terhenti.

"Ada apa lagi, Fajar..." ucap Agus yang sudah lelah dengan keadaan ini.

"Soal petunjuk itu... kakekku pernah memberitahukannya padaku..." ucapku yang kemudian semua orang langsung menatapku dengan tajam dan seketika wajah mereka yang terlihat putus asa mulai kembali memiliki senyuman mereka.

"Benarkah!? cepat katakan!..." ucap rahmat sambil menggoyangkan tubuhku dengan penuh semangat karena akhirnya kita akan bisa keluar dari sini.

Yang lainnya pun ikut menghampiri ku dan berkumpul di sekitar ku untuk mendengar seperti apa cara keluar dari sini. Agus yang sudah berjalan jauh pun akhirnya kembali lagi untuk mendengarkan ku. Wajah mereka kini terlihat seperti sebelumnya... aku sangat senang melihatnya. Itu membuat perasaanku yang gelisah dan campur aduk sedikit mereda.

"Caranya... adalah kita harus mencari mayat orang-orang yang pernah masuk ke sini dan menguburkannya. Kita harus menguburnya disalah satu kelas di sekolah terbengkalai itu yang alasnya berisi tanah" ucapku yang seketika wajah mereka yang ceria sirna kembali begitu mendengar cara untuk keluar dari dunia ini.

"APAAAA! JADI KITA TIDAK BISA KELUAR SEBELUM MENGUBUR MAYAT-MAYAT MEREKA!!!" teriak Rahmat yang mendorong tubuhku dengan kasar hingga tergeletak. Rahmat yang baru saja memiliki harapan untuk keluar, kini kembali menjadi putus asa.

Melihat sikap Rahmat yang seperti ini membuat yang lainnya juga merasa putus asa. Keadaan kembali menjadi suram dan penuh dengan penyesalan. Kemudian akhirnya mereka saling menyalahkan satu sama lain. Mulai dari Zilan yang sembrono menyebrangi jembatan ini yang membuat semua orang pergi mengejarnya.

Kemudian mereka akhirnya kembali menyalahkan Agus yang merupakan dalang kedua yang menyebabkan mereka semua terjebak di tempat ini. Karena sikap Agus yang sok seperti pahlawan yang tanpa pikir panjang segera melewati jembatan itu untuk menolong Zilan dan yang membuat teman-temannya mengikutinya hingga akhirnya semuanya terjebak disini.

"Semua ini salah kau! kalau saja kau tidak sok menjadi seorang pahlawan! kami tidak akan mengikuti mu!" ucap Rahmat yang marah-marah sambil menarik kerah Agus begitu pun Agus sebaliknya juga menarik kerah Rahmat.

"Tidak! meskipun Agus juga salah, tapi yang memulai ini semua adalah dia! gara-gara kau Zilan! kami jadi seperti ini!" ucap Wawan yang kesal dan menyalahkan Zilan.

"Kalian jangan menyalahkan aku! kalian sendiri yang pergi menyebrang untuk menyelamatkan ku! kalau saja kalian tidak mempedulikan ku, seharusnya kalian tidak akan yang terjebak disini bersama ku!" ucap Zilan yang mencoba melawan meski matanya berkaca-kaca seakan mau menangis.

"Benar seharusnya kita membiarkan Zilan terjebak disini sendirian saja! dengan begitu kita tidak mungkin bisa terjebak disini!" sambung Bagas yang memarahi Zilan.

"Apa kau bodoh! membiarkan teman kita terjebak disini sendirian!?" ucap Rahmat yang pikirannya teralihkan begitu mendengar ucapan Bagas saat sedang berkelahi dengan Agus.

"Aku tidak peduli! mau siapapun yang terjebak disini! aku sama sekali tak akan mempedulikannya! lebih baik aku meninggalkan temanku dari pada aku terjebak disini bersama kalian!" ucap Wawan yang wajahnya merah kesal.

"Apa kau sungguh berpikir begitu? kau sama sekali tak mempedulikan temanmu ya? kau ingin berkelahi dengan ku!" ucap Bagas yang segera berlari ke arah Wawan dan menghantam wajahnya dengan genggaman tangannya yang di kepal.

"Bukankah kau juga berkata seperti itu sebelumnya! kau bilang seharusnya kita membiarkan Zilan terjebak disini sendirian saja kam!" teriak Wawan sambil menahan sakit wajahnya yang sudah memar.

Mereka saling bertengkar satu sama lain dan saling menyalahkan. Anis dan Lilis hanya bisa menangis melihat keadaan mereka yang seperti ini. Kejadian seperti ini sama sekali tidak pernah terjadi diantara teman-teman ku. Karena kami selalu bermain bersama-sama dan tak terpisahkan.

Kami saling tertawa dan tersenyum, kami tidak pernah memukul satu sama lain ataupun saling membentak. Ini sama sekali tidak pernah terjadi sebelumnya... semuanya... persahabatan yang kami bangun sejak dulu menjadi rusak karena kami terjebak di dunia sialan ini!.

"CUKUUUUUP! HENTIKAAAAAAN!!!" teriakku dengan sangat sangat keras kepada teman-teman ku dan seketika mereka berhenti berkelahi.

"Ada apa lagi Fajar? apa kau ingin membicarakan soal syarat bodoh yang kau bilang sebelumnya agar keluar dari sini?" ucap Rahmat dengan menatap tajam mataku.

"Bukankah kita ini teman?..." ucapku sambil menundukkan wajahku.

"Hah? apa kau bilang!? kurasa pertemanan kita sudah berakhir sampai sini" ucap Rahmat yang kemudian pergi meninggalkan kami.

"Tidak! pertemanan kita tidak akan pernah berakhir! bukankah kita saling peduli dengan teman-teman kita! kalian ikut terjebak kesini bukan karena Agus yang sembrono pergi menyebrang sendirian ke sebrang jembatan ataupun Zilan yang tanpa pikir panjang menyebrangi jembatan itu. Apa kalian tidak menyadarinya?..." ucapku yang membuat mereka heran dengan kata-kata ku.

"Menyadari apa? jangan membicarakan omongan kosong!" ucap Rahmat dengan kesal yang akhirnya berjalan kembali dan menghampiri ku sambil mengepalkan tangannya. Dia berniat untuk melayangkan pukulannya padaku saat itu, tapi...

"Apa kalian tak menyadarinya kalau kita saling mempedulikan teman-teman kita! Agus yang pergi menyebrangi jembatan untuk menyelamatkan Zilan itu karena dia peduli pada temannya agar selamat. Begitu juga dengan kalian! sebenarnya kalian pergi menyebrangi jembatan itu bukan karena sikap Agus yang sok seperti seorang pahlawan. Akan tetapi hati kalian peduli dengan nyawa teman-teman kalian, sehingga kalian pergi mengejar Agus yang menyebrangi jembatan itu!. ucapku yang membuatnya terdiam dan wajah mereka yang marah menjadi merasa bersalah dan menurunkan pandangan mereka.

Sementara itu Rahmat yang sudah bersiap menghampiriku dan segera memukulku, berhenti begitu mendengar kata-kataku.

"Terus?..." sambung Rahmat yang masih tak puas dengan jawaban ku dan wajahnya masih terlihat marah dan kesal padaku.

"Bukankah kau bilang sendiri, kalau kau tidak akan membiarkan teman kita terjebak disini sendirian? kepada Bagas yang saat itu kata-katanya sangat buruk. Lalu saat Bagas yang tidak terima kalau Wawan tidak mempedulikan siapapun akan terjebak disini, Bagas marah dan tidak terima dengan ucapan Wawan. Bukankah itu artinya kita saling peduli? kita saling peduli karena kita tidak ingin salah satu dari kita pergi meninggalkan persahabatan kita" ucapku.

"Cukup..." ucap rahmat yang terlihat geram sambil menundukkan wajahnya.

"Karena itulah saat Zilan terjebak di dunia ini kita segera menyebrang untuk menyelamatkan Zilan dan berpikir untuk membawa Zilan kembali.. Begitu juga denganku, aku yang terakhir menyebrang juga peduli dengan kalian... aku tidak ingin kita berpisah. Tapi apa yang terjadi disini? kita saling menyalahkan satu sama lain dan saling memukul. Apakah kita pernah melakukan hal itu sebelumnya! bukankah kita selalu bersama dan tertawa bersama!" ucapku yang tiba-tiba saja saja Rahmat segera menarik kerah ku dengan kencang.

"Lalu kita harus bagaimana! apa yang harus kita lakukan sekarang! kita harus mencari mayat orang yang pernah terjebak disini!. Itu... ukh... itu menakutkan... hal itu membuatku berpikir kalau kita akan seperti mayat itu... karena terjebak disini dan membusuk... aku takut... ukh... hiks... hiks..." Ucap Rahmat.

Aku benar-benar mengerti... aku mengerti apa yang dirasakan olehnya dan juga yang dirasakan oleh teman-teman ku saat ini. Aku benar-benar mengerti... rasa takut, putus asa... aku benar-benar mengetahui perasaan yang mereka rasakan. Bahkan Rahmat yang tampangnya seperti preman dan anak yang suka berkelahi pun bisa menangis seperti ini.

"Tidak ada cara lain bukan..." ucap Agus sambil bergerak menghampiri ku.

"Tidak... hanya itu yang dikatakan kakekku. Jika kita sudah berhasil mengubur semua mayat yang ada di kelas tersebut. Maka kabut yang ada di jembatan itu akan menghilang dan jalan menuju dunia kita sudah terbuka kembali..." ucapku.

"Baiklah kalau begitu... apa boleh buat. Hei! bangun dan jangan menangis!" ucap Agus kepada Rahmat yang terduduk menangis di tanah. Kemudian Rahmat bangun dan mengusap-usap air matanya yang bercucuran.

"Jadi... kita hanya perlu melakukannya saja kan..." ucap Rahmat yang matanya masih berkaca-kaca.

"Benar..." ucapku.

"Kalian yang di sana! cepat kemari..." ucap Agus yang kemudian mereka menuruti perkataannya dan kami saling berkumpul berlingkar untuk membicarakan sesuatu yang sangat penting.

Yaitu cara untuk keluar dari dunia setan ini... cara tercepat untuk menemukan para mayat yang ada. Mereka membagi tugas mereka, Agus dan Rahmat pergi untuk menjelajahi tempat ini untuk mencari mayat-mayat orang yang terjebak di dunia ini. Kemudian aku, Zilan, Bagas dan Wawan membagi dua kelompok untuk mencari dimana kelas yang berisi tanah kosong.

Sementara itu Lilis dan Anis bertugas untuk mengumpulkan buah-buahan yang ada di depan lapangan sekolah. Terdapat semak-semak beri merah liar disana dan juga satu pohon ceri besar di tengah-tengah semak-semak yang rimbun itu. Kami saling bertugas di tugas kami masing-masing dan melakukannya dengan cepat.

Keributan yang pernah terjadi, kami berniat untuk saling melupakannya dan menganggap hal itu tidak pernah terjadi. Ini adalah hari pertama kami tinggal di dunia ini dan berjalan dengan sangat baik. Entah apa yang akan terjadi ke depannya, kami akan selalu bersama sampai akhir, karena ini adalah kisah persahabatan kami.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!