Mutia segera lupa akan kekesalannya tadi pada Indah, sekretaris suaminya. Berkat bantuan Dirga. Lelaki tampan, muda dan terkesan ceria juga rada tengil itu. Entah sihir apa yang ia gunakan, sehingga dalam hitungan menit dalam perkenalan mereka, Dirga mampu mengalihkan masalah sebesar coral menjadi kerikil bahkan hanya jadi serpihan debu saja, dalam pikiran Mutia.
“Iya Mas, aku juga akan masuk.” Mutia kembali pada mode ramah pada suaminya yang baru saja menyampirkan selimut di bahunya.
Pras memang begitu. Entahlah tingkat romantisnya itu masuk dalam angka berapa jika di urutkan dari angka satu hingga sepuluh. Mau di beri nilai nol, itu keterlaluan. Mau di kasih 9, tentu tidak sesuai. Mau di beri 3, tapi kadang juga bisa melakukan hal tak terduga, yang masuk sih dalam kategori romantic.
Dulu, waktu mereka hanya punya satu kendaraan roda 4. Ia selalu menyiapkan jas hujan di balik jok kendaraan roda dua tanpa atap yang di gunakan Mutia. Sehingga istrinya tidak pernah bingung dan takut kebasaahn saat hujan turun.
“Mas ya, yang siapkan jas hujan di jok motorku ..?”
“Iya.”
“Makasih perhatiannya, Mas ga mau aku sakit kan?” pancing Mutia. Berharap suaminya seide dengannya. Pertanda Pras sungguh ingin ia selalu sehat sebagai bukti cintanya pada Mutia.
“Tidak. Aku tidak mau kamu pulang terlambat. Dan lalai dengan pekerjaan rumahmu.” Heeeer. Bukan itu kali, jawaban yang Mutia inginkan. Nyesel kan nanya. Kesannya ketus lagi kalau sudah bicara. Tapi … ya begitulah Pras. Yang tidak pandai memilih kata-kata sekira membuat istrinya merasa tersanjung.
Ajaibnya, hal itu tidak membuat Mutia lelah untuk tetap berusaha mengerti watak suaminya tersebut. Mutia dulu sering bertanya, lebih tepatnya mengenang masa, mengapa mereka dulu akhirnya memutuskan untuk menikah. Syukur-syukur Pras bisa katakana cinta, Tapi hasilnya nol besar.
“Mas …”
“Hm …”
“Dulu kenapa kita tiba-tiba menikah ya?”
“Sayang aja, ada perawan nganggur.” Jawabnya datar. Mungkin maksudnya bercanda. Tapi Pliis deh, wajahnya ga sedatar itu juga, plat! Ngalahin TV layar datar lho. Sumpah.
“Hiish … sorry ya nganggur. Dulu aku juga pernah kerja magang tau ga sih, bukan pengangguran.” Kesal Mutia.
“Iya … perawan magang.” Lanjutnya memperbaiki kosa katanya yang juga tidak memberi efek berbunga di hati sang istri.
“Iih. Bilang karena Mas sangat sayang dan cinta padaku kek, gitu. “ Rutunya kesal dengan jawaban suami yang jauh dari kalimat, sekira membuatnya melambung dan melayang ke udara saking bahagianya.
“Iya … karena itu juga.” Jawabnya saat Mutia akan pergi menjauhinya.
“Itu apa mas …?” Mutia berbalik ingin mendengar kata cinta dalam bentuk jelas dan lugas dari mulut sang suami.
“Iya yang kamu bilang tadi.” Jawabnya sedikit senyum sambil menyeruput kopi hitamnya.
“Yang mana …?” cecar Muti ingin dapat pengakuan.
“Ya yang tadi. Ucapan sendiri kok lupa.” Heh, buset. Tadi Mutia yang akan pergi meninggalkannya. Sekarang justru hanya tersisa Mutia yang ia tinggal sendiri dalam perasaan penuh kebangongan. Kesel kan.
Itulah gambaran rumah tangga Mutia. Sampai di usia tujuh belas, bukan karena tak ada aral di dalamnya. Mereka berdua hanya tidak saling meruncingkan masalah yang muncul di permukaan. Mutia, sering membandingkan cara suaminya memperlakukannya dengan suami temannya yang menurut Mutia super romantic. Tapi Pras bilang, "Menikah saja dengan suami temanmu itu, aku bukan dia." Iya sih … tapi ga gitu juga kan solusinya. Berubah dikit kek.
“Mas … Mbak Widya pas ulang tahunnya, di beliin gelang berlian lho oleh suaminya. Keren banget suaminya, bisa pinter gitu pilih hadianya, bagus banget. Mau ah sekali-kali ulang tahun di beliin kayak gitu oleh Mas Pras Mahendra.” Demikianlah Mutia, bukan tipe wanita yang pandai menyimpan impiannya, ia selalu terbuka mengungkapkan isi hati dan apa keinginan di kepalanya. Sehingga Pras tidak capek menerka apa yang ia inginkan. Sehingga pada saat Mutia akan berulang tahun ia langsung menyodorkan amplop berisi uang pada Mutia.
“Nih … kamu beli sendiri kado ulang tahun yang kamu mau. Jangan mau kalah dari Mbak Widya mu itu.” Rupanya dalam diamnya itu, dia adalah seorang pengingat yang baik. Tentang semua yang pernah Mutia ceritakan padanya. Kalau sudah begitu, prestasi romantisnya Pras, bolehlah nambah 1 menjadi ke angka 4. Iya ga sih?
Oh iya … sikap diam Pras itu hanya pada kalimat. Alias pendiam. Hal itu berbeda dengan kebutuhan biologisnya. Itu lumayan berbanding terbalik dengan cara bicaranya yang irit. Pras lumayan Pria yang tangguh dan tidak pernah mau di tolak jika soal meminta haknya sebagai seorang suami.
Mungkin di bagian itulah, batin Mutia terpenuhi. Membuatnya lupa dengan kekurangan suaminya yang tidak banyak bicara tapi banyak kerja. Sepertinya Pras memang lebih senang memberi aksi ketimbang narasi. Rasa cinta Pras tak dapat di wakilkan melalui kata-kata, saking cintanya pada Mutia. Ia cukup menikmati istrinya dengan caranya.
Mencintai dalam diam, memenuhi semua kebutuhan Mutia sesuai keinginan Mutia. Dalam bentuk apapun. Pras sungguh mencintai Mutia apa adanya. Ia terlalu memanjakan Mutia, sampai Mutia tak punya control untuk dirinya sendiri. Hal itu terlihat dari tampilan tubuh Mutia sekarang.
Mutia yang cantik, putih dan langsing di masa gadisnya. Kini sudah menjelma bagai itik yang buruk rupa. Ia bukanlah wanita yang peduli dengan bentuk tubuhnya, yang kesininya semakin tidak beraturan. Baginya selama Pras tidak complain, ia kan makan atau cuek saja. Toh, ia berpenampilan sesuai selera suaminya.
“Mas … aku sekarang gendut banget ya ?” tanya Mutia suatu hari.
“Kamu timbang aja sendiri.” Jawab Pras dalam mode datar andalannya.
“Iih … Mas. Kalo gendut bilang.” Mutia langsung nyolot.
“Yang penting sehat dan bahagia.” Jawabnya mencium kening istrinya. Nah loo, kalo dah gitu Mutia melenyot donk. Kan tetap di cium suami. Artinya dia masih semenarik itu di hadapan suaminya. Lalu, untuk apa dia capek jogging, atur pola makan. Toh saat dia gendut tak pernah di hina. Dan nanti bila kurus pun pasti tidak mendapat pujian dari suami super irit bicara itu.
[Mut, ngegym yuk. Di sanggarku ada instruktur baru. Ketceh] isi chat Shane ke ponsel Mutia ketika ia baru membuka mata. Setelah semalam berada dalam pelukan suaminya dalam sebuah kamar hotel. Dan itu di anggap Mutia sebagai bulan madu versi Pras.
[Ngapain buang waktu. Ga bakalan kurus juga akunya] balas Mutia asal-asalan. Mutia seolah anti jika di ajak senam, zumba, ngegym atau apapun yang beraroma ngecilin badan. Baginya ga guna, unfaedah.
[Eh … buntelan beras. Tiga bulan lagi kamu tuh 40 tahun lho. Loe kasih kado dong buat diri loe sendiri. Dengan mengubah ukuran baju loe. Ga sadar … loe jauh dari kata good looking]
Bersambung ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
bunda n3
hahaha, pras gemesin juga sih wkwk
2024-05-27
0
💜⃞⃟𝓛 ༄༅⃟𝐐🇺𝗠𝗠𝗜ᴰᴱᵂᴵ 🌀🖌
pengen getok pras, jawaban nya nyelekit, kalau punya suami seperti itu, enak nya di tinggal aja
2023-08-02
0
Wanda Revano
mau gk komen kog y lucu.ck buntelan beras sumpah gokil sih.gue jg kek buntelan beras sekarang Thor😂😂ku kira bkln ngebosenin eh ternyata gk y.emmmm gue like komen n kembang y thor
2023-04-10
2