Bagi Mutia pernikahan adalah sebuah kesepakatan antara dua orang untuk hidup bersama selama mungkin. Enam bulan mengenal Pras tentu adalah waktu yang sangat singkat. Sebab sebelumnya ia sudah menghabiskan waktu 6 tahun menjalin hubungan yang orang sebut ‘pacaran’ bersama Dino. Mantan terindahnya.
Apakah Pras hanya pelariannya saja? Sebab sebulan sebelum bertemu Pras, Dino sungguh meminta untuk mengakhiri hubungan mereka tanpa alasan yang jelas. Hanya berdalih ia tak pantas untuk di tunggu saat masih asyik membuang waktu di bangku kuliahnya. Dino secara sadar dan sungguh, memutuskan begitu saja hubungan yang juga sudah sama-sama di ketahui oleh orang tua masing-masing.
Lalu salahkan Mutia, membuka hati untuk seorang Pras yang secara fisik dan mental jauh dari deretan catatan standartnya selama ini.
Mutia suka dengan pria romantic, Pras tidak.
Mutia suka dengan pria yang banyak bicara, Pras tidak.
Mutia suka pria yang mau menyanyi untuknya kala sedih, Pras tidak.
Mutia suka melihat pria yang terlihat tampil percaya diri dan menawan, Pras tidak.
Mutia suka dengan pria bertubuh tinggi. Ya … pras hanya masuk kriteria itu.
Lalu, apa hanya bermodalkan postur itu. Mutia berani mengambil keputusan untuk menerima Pras.
Tidak, bukan itu.
Saat itu. Hanya karena Pras terlihat serius mendekatinya. Terlihat sungguh-sungguh ingin memperjuangkannya, menginginkannya menjadi ibu dari anak-anaknya. Bahkan tak ada benih cinta dalam hatinya.
Fix, Mutia terlalu berani mengambil resiko. Berumah tangga dengan pria yang baru ia kenal, bahkan tanpa rasa. Ia hanya yakin, bahwa cinta akan datang karena terbiasa. Juga, tak ada alasan baginya untuk tidak menyayangi Pras, selama pria itu berbuat baik padanya. Hukum alam yang sangat alamiah.
Dan buktinya, Mutia berhasil mempertahankan rumah tangga mereka hingga di angka 17 tahun. Rumah tangga yang tak pernah terdengar bertengkar, apalagi bertikai. Pras tampak baik memerankan tokoh suami yang baik di dalam rumah tangga mereka.
Pras tetaplah Pras yang sedikit bicara, namun tidak buta akan kebutuhan anak dan istrinya. Semua ia cukupkan dengan segala penghasilan yang memang selalu ia percayakan pada istrinya. Dan Mutia cukup pandai dalam urusan mengelolanya dengan baik. Bukankah tidak sia-sia jika selama ini Mutia senantiasa belajar untuk jatuh cinta pada suaminya sendiri.
“Mau minum tante …” Suara yang terdengar dekat dengan telinga Mutia. Saat ia memandang kelamnya malam dari sisi Balkon hotel yang memberikan pemandangan exotic malam itu.
Mutia menoleh.
Kemudian tak sengaja mengerjabkan matanya tatkala melihat sebuah pemandangan indah nan macho, menakjubkan di sebelah kanan balkon yang ia hinggapi sekarang.
Mutia mengalihkan pandangannya, lalu memastikan di mana kakinya berpijak kini. Apakah ia masih berpijak di bumi, atau tak sadar sedang terbang ke kayangan.
Ah …Ternyata benar saja, ia masih di bumi. Tapi, mengapa mahkluk di samping balkon ini bagai pangeran. Tampan, gagah dan begitu sempurna di matanya. Ini nyatakan? Bukan halu.
“Ini … aku ga punya teman berbagi minuman. Teman-temanku belum kembali ke kamar.” Ucapnya lagi. Mnegulurkkan segelas whine dalam gelas kaca. Dan kali ini dengan senyuman yang luar biasa manisnya.
“ OMG … ini senyuman atau gulali sih. Manis benar. “ Batin Mutia tetiba meronta.
“E … oh. Maaf saya tidak minum itu.” Jawab Mutia setelah berhasil meredam amukan badai di dadanya. Hey … apa itu tadi ? Tsunamikah yang terjadi di dalam hatinya. Mengapa ia merasa senyuman orang di depannya ini bagai sihir. Mutia sungguh terpana di buatnya.
“Oh … saya Dirga Tante. Dirga Rahardian.” Dengan sopan pria itu mengulurkan tangannya hendak berkenalan pada Mutia.
Mutia menyambut tangan yang terulur tadi dengan cengkraman yang cukup hangat.
“Tante Mutiara, kan?” wuush … Mutiara bahkan belum menyebut namanya, tetapi kenapa anak ini sudah dengan percaya diri menyebut namanya.
“Maaf jika lancang. Saya Co EO yang mengurus semua acara tadi. Dan bisa ikut menikmati tidur di kamar di sebelah tante adalah bagian dari bonus.” Ujarnya menjelaskan dengan sedikit pecicilan tanpa di minta.
“Oh … tante kira kamu peramal.” Akhirnya Mutia sudah kembali ke bumi bersama dengan isi otaknya yang sempat gegar akibat pertemuanya dengan pria yang terlihat masih sangat ranum ini.
“Udah malam tante, kenapa masih di luar dan sendirian juga?” tanyanya kepo.
“Huuum … pemandangan malam dari sini sangat indah dan sempurna. Tak masalah bukan, menunda waktu memejamkan mata. Sebab besok belum tentu saya masih menginap di sini.” Jawab Mutia sebijak mungkin. Sambil melempar tatapan pada lawan bicaranya.
“Ya … benar sekali. Apalagi aku. Bisa berada di hotel bintang lima begini saja hanya karena bekerja.” Curhatnya merendah.
“Oh sudah bekerja, tante kira masih bocah. Masih seragam putih abu atau yaah, mahasiswa semester dua lah.” Lirik Mutia lagi dengan tatapan yang tak dapat di artikan.
“Semuda itu, aku di mata tante …?” Kekehnya. Ampun … kenapa anak ini harus tertawa selepas itu. Diakan jadi tambah tampan maksimal dengan mimic wajah demikian. Hati Mutia tak karuan di buatnya. Lain kali ia harus bawa lakban deh, kalau ketemu anak ini. Hati Mutia bisa berloncatan kegirangan oleh pesonanya.
“Ya … emang keliatan masih kayak brondong jagung.” Kekeh Mutia yang mencoba untuk melepas tawanya, menggali potensi humornya.
“Iiih … Dirga bukan bocah tante, Dirga juga bukan brondong. Dirga udah 22 tahun, mau 23 tahun.” Wajahnya di buat memelas, minta Mutia percaya padanya.
“Masa … imut gitu?” Mutia menyipitkan matanya agar lebih fokus mengamati tampilan lelaki muda di sampingnya.
“Ha … ha… orang bilangnya wajahku baby face dan innocent gitu tante.” Pujinya pada diri sendiri. So’ akrab.
Lagi … Mutia memperhatikan penampakan lelaki muda itu dari ujung rambut sampai ujung kaki.
“Ga innocent banget siih. Soalnya pipinya hampir ga keliatan.” Kekeh Mutia. Ya iyalah, masa polos, bukankah jambangnya banyak. Hampir menutupi semua permukaan pipi dan dagunya.
“Ini … ini sengaja di pelihara tan, supaya terlihat tua dari usia sebenarnya. Biar kelihatan seperti lelaki dewasa.” Dirga membelai janggut dan jambangnya pelan.
Mutia hanya tertawa sambil menggeleng, tak setuju dan merasa jika selera humor lelaki muda ini lumayan.
“Oh … iya tan. Gimana evaluasi pelayanan EO kami tadi, apakah tante merasa puas?” tanya Dirga. Mungkin ini inti dari alasan obrolannya malam itu, dengan Mutia. Kliennya.
“Oh … so far so good sih. Tante ga merasa ada cela buruk saat pesta tadi. Dari dekorasinya, makanannya, cara penghidangannya, pelayanannya. Sampai acaranya, perfect. Tante suka.” Mutia mana bisa berhenti jika bicara seperti itu.
“Syukur deh kalau begitu. Ijin tante, boleh minta no kontak nya. Atau ku kasih kartu nama EO kami. Mungkin saja kelak kita bisa bekerja sama lagi, di lain acara.” Oh … anak ini sedang ingin mempromosikan bisnisnya pada Mutia. Kirain bocah ini ingin tebar pesona dengan tante-tante seusia Mutia.
“Siniin, ponselmu. Biar tante ketik nomor tante aja.” Mutia meminta ponsel Dirga, untuk menyimpan no kontaknya.
“Sudah malam.” Ada selimut yang sengaja di gantung seseorang di bahu bagian belakang Mutia. Tepat saat ponsel Dirga sudah kembali ke tangan pemiliknya.
Bersambung …
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Bilqies
aku mampir thor
2024-05-24
0
Putri Minwa
lanjut
2023-04-19
1
Conny Radiansyah
Tante Mutia bukan lagi puber ke2 khan 😲
2023-03-20
2