Mutiara itu dulunya pernah body yang bagus hanya berjalan dengan seiringnya waktu pasca menikah dengan Pras. Ia tenggelam dalam dunia sebagai serang ibu rumah tangga yang pekerjaannya ga pernah habis apa lagi cuti. IRT ga kenal tanggal merah kan? Iya … Pras menikah dengannya memang saat pria itu sudah bergelar Magister, namun bukan berarti kehidupan mereka serta merta berada di puncak kejayaan.
Rumah tangga mereka juga sempat melewati pasang surut kehidupan. Karier tak selalu meroket, sebab semua orang juga akan berlomba menuju jenjang karier tertinggi. Bahkan kadang menggunakan cara yang tak terpuji.
Mutiara pernah menjadi IRT yang kepanasan dan kehujanan mengantar jemput anak pergi dan pulang sekolah dengan kendaraan roda dua.
Mutiara juga pernah mengalami menjadi emak-emak yang sayang dengan makanan sisa anak yang tak habis. Dan dia lah yang menjadi bank sampahnya. Hal itu mendukung terjadinya perusakan metabolisme dan bentuk tubuh Mutiara menjadi melar tak karuan. Di bantu dengan sedikitnya waktu yang tak pandai ia bagi untuk berolah raga, sehingga boddy 'karung beras' itu tak dapat Mutiara hindari. Dan ajaibnya Pras tak pernah komplain. Apakah karena Mutia tetap cantik di matanya, atau ia memang terlalu menerima Mutiara apa adanya. Entah lah.
Yang pasti kini Mutiara lebih sering di panggil ‘buntelan beras’ oleh teman-teman sefrekuansinya. Sebab hanya sisa dia yang tidak memiliki body goal seperti yang lainya. Shane, malah sebagai owner sebuah sangar senam dengan fasilitas lengkap dann tutor yang ngumpuni untuk terus mempertahankan bentuk tubuh mereka, juga beralasan ingin sehat sampai tua.
[Tante … bos bilang, besok ada waktu ketemu. Untuk tempat boleh tante saja yang tentukan.] Belum bubar kumpulan ibu-ibu rempong itu. Ponsel Mutiara sudah bergetar lagi tanda notif di kolom hijau masuk.
“Mbak Nunuk, besok punya waktu kapan dan di mana? Pihak WOnya siap ketemu.” Mutiara menyampaikan isi chat Dirga untuk Nunuk yang akan punya hajat.
“Besok …? besok aku ada jadwal apa yaaah?” Wanita yang masih cantik di usia 57 tahun itu berusaha mengingat-ingat jadwalnya.
“Mbak … besok kita ada janji di klinik kecantikan. Bukannya skin carenya udah mau habis?” Visha mengingatkan Nunuk, seolah ia memang asisten si nyonya, istri direktur itu.
“Nah … besok pukul berapa janjiannya ?” Nunuk bertanya lagi dengan Mutia.
“Sebentar …” Jawab Mutia mengusap ponselnya. Segera menghubungi Dirga. Sedikit menjauh, agar tidak bising dan lebih jelas mendengar jawaban Dirga.
"Ga ..." suara Mutia agak tertahan. Berharap suara lembut yang dapat di tangkap pemuda itu.
"Iya ... tante. Gimana?" Dirga merespon dengan cepat. Rupanya ponsel anak itu memang tak lepas dari tanganya.
"Besok .... Bos mu free jam berapa?" tanya Mutia tanpa basa basi.
"Biasanya Bu Desti free di atas jam 9 sampe jam 9 malam." Jawab Dirga pasti.
"Heem ... Oke. Tante kasih pastinya nanti ya, Ga."
"Cuma tanya itu. Tan?" Dirga seperti tak rela obrolan via phone berlangsung singkat.
"Truus, maunya ngobrol apa?" Mutia sedikit menunda obrolan itu berakhir.
"Nanya kabar kek." Heeem, itu brondong mo' mancing nih.
"Ya ... Kalo bisa angkat telpon tante. Artinya kamu baik-baik saja kan, Ga." Tak sengaja Mutiara tertawa renyah. Kenapa anak itu terdengar seperti caper padanya.
"Ha ... Ha ... Iya juga sih.” Dirga setuju saja dengan jawaban dari pertanyaannya yang di buat-buat itu.
“Okeeeh, tante tutup dulu ya. Mo’ kasih info sama calon klien kelean dulu.” Mutia menegaskan untuk mengakhiri sesi tanya jawan unfaedah itu.
“Siap, di tunggu info selanjutnya tante imut.” Dirga mulai kehilangan rasa hormatnya pada wanita yang hampir sepantaran dengan ibunya itu. Entah bagaimana Mutiara di matanya. Hingga Dirga terdengar bersemangat saat bisa ngobrol dengan tante imut itu.
Mutia menutup panggilan dengan sedikit ulasan senyum di bibirnya, percakapan itu sederhana bahkan tidak mengandung bahan penyedap juga pemanis buatan. Hanya, rasanya lucu saja. Di usia kepala empatnya selain buntelan beras, kini ia di panggil imut juga oleh orang yang baru ia kenal. Mutiara menepis rasa konyol yang membuat dadanya sedikit berdesiran.
“Ish … siapa yang telepon. Sampe ke pojokan segala. Gak mungkin Pras kan, Mut ?” tebak Shane yang sangat tau, jika suami temannya itu bukan tipe lelaki yang suka berteleponan ria pada Mutiara.
“Ya gak lah. Itu, aku barusan mastikan jam bisa ketemu kapan dan di mana sama pihak WO.” Jawab Mutiara menangkis tebakan Shane.
“Jadi gimana?” Nunuk segera melanjutkan pertanyaannya.
“Mbak bebas menentukan di mana dan kapannya. Besok dari jam 9 pagi sampai 9 malam. Orangnya free.” Jawab Mutiara menyesuaikan informasi dari Dirga tadi.
“Oke … sore saja di café Xoxo. Kalian mesti temenin ya semua. Di sana ada live music juga, sekalian hang out.” Nunuk menentukan tempat dan waktu.
Hari yang di tentukan tiba, segerombolan ibu-ibu rempong itu datang lebih duluan. Tampak dari segala bentuk pesanan makanan yang beraneka ragam di atas meja. Mereka seolah tak takut pada makanan yang tersaji, sebab setelahnya mereka pasti akan melakukan olah raga lagi agar lemak tak tertimbun berlebihan.
Desti dan Dirga datang bersamaan. Agak kikuk awalnya untuk mencari keberadaan calon Klien yang sudah membuat janji temu. Tempat itu ialah wadah nongkrongnya anak muda. Bukankah yang akan mereka tangani adalah sebuah event pernikahan, yang artinya pembicaraan ini mungkin lebih serius dengan orang tua. Ah, mungkin pasangan catennya yang akan mereka ajak bernegosisasi.
“Dirga …” Mutiara segera menyebut nama pemuda itu saat ia dan temannya masih memastikan menuju meja mana. Dan Dirga pun melambaikan tangan, kemudian menarik tangan Desti untuk melangkah menuju, di mana asal suara memanggilnya.
“Anjiiir … itu siapa? Ketceeeh beeut!!” Shane kagum akan ke tampanan pemuda yang baru saja melambaikan tangannya pada Mutiara.
“Itu Dirga … mereka tim WO itu.” Jawab Mutiara secepatnya memberi keterangan.
“Sejak kapan selera mu sekeren itu, Mut?” Shane benar benar tidak menyangka lelaki yang terlihat gagah, macho dan memiliki senyum manis itu sungguh berjalan menuju mereka. Dan, langsung mengulurkan tangannya pada Mutiara dengan penuh rasa hormat. Dilanjutkan berjabatan dengan mereka semua yang ada di sana, tak terkecuali Desti. Pun melakukan hal serupa.
“Ijin tante. Boleh kami menunjukkan beberapa list apa saja yang menjadi bagian pelayanan kami nantinya?” Dirga bagai juru bicara Desti. Sebab merasa dialah yang telah berhasil membuat janji temu ini. Dan Mutia adalah sasaran Dirga menyodorkan buku menu mereka.
“Oh … iya, terima kasih.” Walau terdengar kaku. Mutiara segera mengambil buku itu. Lalu menyerahkan pada Nunuk yang sejak tadi tak banyak bicara. Melainkan hanya memperhatikan Dirga dari kejauhan sampai kini duduk di hadapannya.
Ada apa?
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
nuraeinieni
semangat bacax nih
2023-04-03
1
azzahra
up thor
2023-03-21
2
Conny Radiansyah
kayak tante" girang nih, lihat brondong pada ngiler 😜 ... sorry ✌️🙏
2023-03-20
4