"Apa?" Hamzah terkejut mendengar perkataan Yusuf. Dia pun menatap lekat pada remaja laki-laki itu untuk mengetahui apakah dia sekedar bercanda atau tidak.
Beberapa detik berlalu, Hamzah hanya terdiam lalu dia pun tertawa kecil. Hal itu membuat Haida menjadi mengerutkan dahi kebingungan.
Lalu Hamzah pun menggelengkan kepala. "Kenapa Oma Haida mau menjodohkan saya dengan Alifa?"
"Karena aku melihat kamu pria yang baik dan juga kamu berasal dari keluarga yang baik-baik," sahut Haida tanpa ada keraguan. "Jadi, bagaimana, Hamzah? Kamu mau menikah dengan Alifa?"
Hamzah terdiam sesaat. Dia memikirkan jawaban untuk pertanyaan Haida. Sedangkan Yusuf yang tidak sabar menunggu jawaban pun akhirnya menceletuk, "Sudah terima saja, Mas Hamzah."
"Menikah adalah suatu perkara yang tidak bisa diputuskan dengan sembarangan. Jadi saya meminta waktu untuk memikirkan hal ini. Lagi pula apakah Alifa juga mau bersuamikan seorang pria seperti saya?
Haida menarik nafas panjang dan berkata, "Firasat seorang ibu itu tidak pernah salah. Dan aku adalah ibu dari ibunya Alifa. Aku sangat yakin dengan keputusan menikahkan kalian berdua. Kalian pasti bisa saling melengkapi."
*
*
*
"What?" pekik Alifa ketika mendengar cerita dari Haida. "Aku nggak mau dan nggak akan nikah sama guru ngaji aku sendiri."
Alifa berjalan mondar mandir di depan Haida. Saat ini mereka berada di dalam kamar Alifa, tengah membicarakan perjodohan yang dilakukan oleh sang nenek.
Malam telah larut, Hamzah pun sudah pulang dua jam yang lalu. Namun, perdebatan Haida dengan Alifa masih belum selesai.
Alifa tentu saja marah besar pada sang nenek yang menjodohkannya dengan seorang pria tanpa persetujuan Alifa terlebih dahulu.
Wajah Alifa menjadi gelisah bercampur marah. Tentu saja dia menolak keras perjodohan itu. Tidak terbayang apa jadinya jika dia menikah nanti.
Apalagi yang menjadi suaminya adalah Hamzah. Pria yang dalam pandangan Alifa adalah seseorang yang lugu dan sok alim.
"Kamu tenang saja, Alifa. Hamzah meminta waktu untuk mengambil keputusan. Kalau dia nggak mau nikah sama kamu, Oma juga nggak akan maksa."
Alifa menarik nafas panjang. Dia berusaha sekuat tenaga untuk tetap tenang meski hatinya tetap saja gundah.
Melihat sang cucu tertuanya berada dalam kebimbangan, Haida pun bangkit dari duduknya. Dia menatap wajah Alifa dengan sorot mata teduh.
"Oma mau ke kamar. Sudah malam. Kamu juga tidur ya? Jangan kebanyakan begadang!" kata Haida menasehati Alifa dengan suara yang lembut.
Akan tetapi Alifa tetap memalingkan wajah pada Haida. Raut kemarahan masih terukir jelas di wajahnya.
Dia melipat tangannya di depan dada dan sama sekali tidak menyahut ucapan Haida.
"Oh ya," kata Haida saat dirinya hendak menutup pintu tetapi teringat akan sesuatu. "Alifa, jangan lupa sholat! Dan berdoa agar Alloh selalu memberikan pilihan terbaik untukmu."
Alifa masih saja diam tak menyahut. Akan tetapi Haida tersenyum sambil menutup pintu secara perlahan.
Setelah itu, Alifa membaringkan tubuhnya ke atas kasur. Dia menarik selimut hingga menutupi hingga ke leher.
Lalu Alifa berdecak dan menggelengkan kepala untuk menghilangkan pikiran yang semrawut di dalam kepala.
"Pokoknya besok aku harus ketemu Hamzah dan bilang ke dia kalau aku nggak mau dijodohin," Alifa bergumam pada dirinya sendiri sebelum akhirnya dia memejamkan mata dan terlelap.
Sementara itu, di tempat berbeda, lebih tepatnya di kamar pribadi milik Haida. Tampak wanita itu sedang menelepon seseorang.
Dari raut wajahnya terlihat sangat serius sambil berjalan menuju balkon, mencari udara segar.
"Aku mau kamu cari informasi lengkap tentang Hamzah. Ingat! Selengkap-lengkapnya. Mengerti?"
"Baik, Bu Haida," jawab orang di seberang sana.
"Oke, good. Bayaranmu akan aku transfer secepatnya."
Haida memutuskan sambungan telepon dengan orang suruhannya itu. Lalu dia mencari nomor telepon yang sudah lama tidak dia hubungi.
Sejenak hati Haida terasa sesak kala menatap deretan nomor telepon itu. Namun, dia memantapkan hati untuk menekan tombol hijau di layar.
Tak berselang lama, sambungan telepon pun diangkat oleh seorang pria di seberang sana. Haida menarik nafas panjang kala pertama kali mendengar suara mantan menantunya setelah sekian lama tidak bertemu.
"Apa kabar, Steve?" tanya Haida berbasa-basi.
"Nyonya Haida? Ada apa menelpon malam-malam begini? Maaf aku sedang sibuk," kata Steve, ayah dari Alifa.
Haida menghela nafas, mencoba untuk tetap bersabar dengan sikap Steve yang seolah menghindari darinya.
Ya, sejak bercerai dengan anak perempuannya, Steve memang menjadi menjaga jarak dengan Haida maupun dengan Alifa dan Yusuf.
"Apa kamu tidak mau bertanya tentang kabar anakmu, Steve?"
"Aku tahu mereka pasti baik-baik saja," sahut Steve.
"Alifa sebentar lagi akan aku nikahkan dengan seseorang. Apa kamu tidak mau mengucapkan sesuatu padanya? Atau kamu tidak ingin bertemu dengan pria yang kemungkinan akan menjadi menantumu?" Haida bertanya dengan suara yang lemah lembut.
Haida sangat berharap dengan Steve mengetahui kabar Alifa yang akan dijodohkan dengan Hamzah akan mengetuk hati pria itu untuk menemui anaknya.
Sejenak tak ada respon dari Steve. Di ujung sana, terdengar sepi dan sunyi.
Maka Haida pun bertanya kembali, "Halo, Steve?"
"Hmm," Steve bergumam sebagai jawaban. "Ya, besok aku akan coba temui Alifa kalau aku ada jadwal kosong. Maaf, Nyonya, aku harus tutup teleponnya. Aku sibuk sekali malam ini."
Haida membuka mulut untuk berbicara tetapi seketika itu telepon diakhiri oleh Steve secara sepihak. Lalu Haida pun menarik nafas panjang.
Bukan pertama kalinya Steve bersikap seperti itu. Bahkan untuk menerima telepon dari Haida pun itu merupakan sebuah momen yang amat langka.
*
*
*
Siang harinya, sesuai rencana, Alifa pergi ke kampus Hamzah untuk membicarakan tentang perjodohan antara mereka.
Dengan ditemani Caca, Alifa berjalan sambil pandangannya menyisir sekeliling mencari sosok Hamzah. Dan ternyata Hamzah ada bersama teman-temannya sedang membicarakan sesuatu di halaman kampus.
Alifa pun bersiap untuk menghampiri Hamzah akan tetapi saat itu juga ponselnya berdering yang membuat Alifa melirik ke arah layar ponsel.
Alifa tertegun kala melihat nama sang ayah tertera di layar ponsel. Ini baru pertama kalinya Steve menelepon Alifa setelah sekian lama tak berjumpa.
"Alifa, kenapa?" tanya Caca pada Alifa yang malah diam di tempat sambil menatap ponselnya.
"Ayah aku telepon, Ca," kata Alifa tak percaya.
"Ya angkat, dong. Cepet!" titah Caca yang tahu akan persoalan Alifa dengan ayahnya.
Alifa pun mengangkat telepon dan menaruh ponsel di daun telinganya.
"Assalamualaikum, ayah. Apa apa?" Alifa bertanya dengan dada yang sesak akibat tak kuasa menahan rindu dan juga rasa penasaran.
"Waalaikumsalam, Alifa. Apa kabar? Ayah dengar kamu mau menikah ya?"
"Apa? Kata siapa?" Alifa bertanya dengan nada yang jengkel. Dia sudah dapat menebak siapa orang yang memberitahu kepada ayahnya perihal kabar itu.
Sudah pasti Oma Haida yang memberitahu ayah. Siapa lagi? Pikir Alifa.
"Oh, jadi kamu nggak akan nikah?" Steve yang kebingungan balik bertanya. "Ya sudah. Ayah dengar kamu mau menikah. Jadi ayah berniat ingin bertemu dengan calon suami kamu."
Di seberang sana, Steve yang sedang duduk di sebuah ruangan paling atas dari gedung pencakar langit hanya bisa memijat pangkal hidungnya.
Steve sadar sekarang kalau semalam Haida menelepon hanya agar dia menghubungi Alifa dengan membuat berita bohong Alifa akan menikah.
Sedangkan di tempat lain, Alifa tampak kecewa pada sang ayah. Dia sudah sangat ingin bertemu dengan Steve tapi ternyata ayahnya hanya ingin bertemu jika dia membawa pria yang akan menjadi calon suami Alifa.
Tak habis ide, Alifa pun buru-buru berkata, "Eh, Ayah. Tunggu sebentar. Aku benar akan menikah kok. Kita mau ketemuan dimana, Yah?"
"Benarkah?" Steve mengerutkan dahi tampak berpikir. Lalu dia berkata, "Bagaimana kalau kita bertemu di Lilac Cafe? Ayah tunggu kalian di sana."
"Oke, Yah."
Setelah menutup telepon, Alifa tersenyum semringah. Hingga membuat Caca penasaran akan apa isi percakapan Alifa dengan ayahnya.
"Kenapa, Fa?"
"Aku sama Hamzah bakal pergi ketemu sama Ayah aku," ungkap Alifa gembira.
Sedangkan Caca semakin mengerutkan dahi. "Lah katanya, kamu nggak mau nikah sama Hamzah? Bagaimana sih?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
singgah, semnagat upnya thor 😊
2023-03-25
2