Sore itu di salah satu rumah mewah di sebuah komplek perumahan elit, tampak ada yang berbeda dari biasanya. Sore hari yang biasanya sepi bagai tak berpenghuni, kini terdengar suara lantunan ayat-ayat Al Quran dari seorang wanita.
Sang wanita begitu serius dalam membaca ayat Al Quran meski tampak kepayahan. Sedangkan seorang pria yang terlihat sebaya dengannya duduk di hadapan sang wanita.
Pandangan sang pria tertunduk memperhatikan setiap ayat yang dibaca oleh sang wanita.
Sejak awal pertemuan Hamzah memang berusaha sebisa mungkin untuk tidak memandang Alifa. Dia mengusahakan dirinya untuk tetap menunduk, meski di dalam hati terus saja ada godaan untuk melirik wajah cantik dari seorang Alifa.
"Maaf, Alifa," kata Hamzah menjeda bacaan Alifa. Lalu dia menunjuk sebuah kata yang baru saja dibaca oleh wanita itu. "Ini ada huruf mad thabi'i bertemu dengan hamzah. Jadi hukum bacaannya mad wajib muttasil, harus dipanjangkan lima harakat."
Alifa berdecak sekaligus menghela nafas jengah. Lalu dia menatap sinis pada Hamzah.
"Iya aku juga tahu. Jangan sok pintar deh," ketus Alifa yang kemudian melanjutkan bacaannya.
Sedangkan Hamzah menarik nafas panjang, berusaha untuk sabar menghadapi sikap jutek dari seorang Alifa.
Sampai tak terasa waktu mengaji pun selesai. Hamzah merasa lega karena akhirnya terbebas juga dengan seorang wanita.
Begitu pula dengan Alifa yang sama-sama lega karena sesi mengaji telah berakhir.
Tepat ketika mereka berdua sedang berkemas, Haida berjalan menghampiri sambil tersenyum seeta memandang Alifa dan Hamzah secara bergantian.
"Sudah selesai mengajinya?" tanya Haida berbasa-basi. "Kalau begitu kita makan dulu yuk."
"Oke, Oma. Kebetulan nih Alifa juga sudah lapar," kata Alifa sambil memegangi perutnya.
Dia pun meraih tangan Haida dan menuntunnya ke ruang makan. Namun, Haida menahan tangan Alifa dengan pandangan mata yang menatap lurus pada Hamzah.
"Mas Hamzah juga ikut yuk?" ajak Haida membuat Alifa tersentak kaget sampai melototkan mata.
"What?" seru Alifa menunjuk Hamzah dengan sorot mata yang sinis. "Oma mau ngajak dia makan bareng kita?"
"Iya dong. Mau kan, Mas Hamzah?"
Hamzah tersenyum lalu menggelengkan kepala perlahan. Dia tahu jika kehadirannya tidak disukai oleh Alifa sehingga dia berniat untuk tidak bergabung makan bersama.
"Saya sebaiknya pulang saja, Oma Haida. Sebentar lagi kan masuk waktu sholat maghrib."
"Kalau itu mah perkara gampang. Mas Hamzah sholat saja di sini. Biar sekalian kita bisa sholat berjamaah dan Mas Hamzah yang jadi imam."
"What?" teriak Alifa sekali lagi tak terima dengan penawaran sang nenek. "Tapi, Oma…"
"Shhtt, Alifa, diam!" bentak Haida melirik tajam Alifa. Lalu menoleh pandangan hangat pada Hamzah. "Bagaimana? Mau ya? Pamali lho nolak rezeki."
Hamzah tampak bingung harus menerima tawaran Haida atau sebaiknya pergi saja. Dia menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
Baru sempat Hamzah membuka mulut hendak berbicara, Haida sudah lebih dulu menarik tangan Hamzah dan membawanya ke dalam rumah.
Tepat saat itu juga terdengar kumandang suara adzan maghrib. Hamzah yang tak mau menunda sholat maghrib karena waktunya yang sangat singkat, akhirnya menerima ajakan Haida.
Mereka sholat berjamaah dengan Hamzah sebagai imam. Pada awalnya, Alifa tidak mau ikut tetapi Haida memaksanya.
Setelah itu, mereka pun makan malam bersama. Yusuf langsung menempati tempat duduk di samping Hamzah. Remaja laki-laki itu menyendok nasi yang masih mengepulkan uap hangat ke dalam piring hingga menggunung.
Sedangkan Haida langsung menempati kursi di hadapan Yusuf dan langsung menuangkan air minum ke dalam empat gelas.
Sehingga tempat duduk yang tersisa hanya kursi yang berhadapan langsung dengan Hamzah. Alifa menghela nafas kala menjatuhkan bokongnya di kursi itu karena secara otomatis pandangan Hamzah dan Alifa akan bertemu selama acara makan bersama.
Alifa menatap sinis pada pemuda yang baru pertama kali masuk ke rumahnya namun sudah dapat mencuri atensi sang oma. Alifa menadang Hamzah dengan penuh intens dan penuh selidik dengan benak yang bertanya-tanya.
Sedangkan Hamzah sejak tadi dia berusaha mengobrol dengan Yusuf agar pandangannya bisa teralihkan dari Alifa.
Mereka berdua saling bertukar cerita dengan disimak oleh Haida. Wanita yang telah memiliki dua cucu itu juga sesekali ikut bertanya tentang keluarga Hamzah.
Berbeda dengan Alifa yang memilih berdiam tanpa berniat bertanya apapun pada Hamzah.
"Oma seneng banget karena sudah lama keluarga kita nggak seperti ini. Sholat berjamaah, makan bareng sambil ngobrol-ngobrol," kata Haida mengungkapkan perasaannya di sela-sela acara makan. Lalu Haida memandang Hamzah dan tersenyum. "Mas Hamzah juga pasti rindu suasana seperti ini kan?"
Hamzah membalas senyuman Haida dan mengangguk mengiyakan. "Iya, betul, Oma Haida. Apalagi saya merantau sendirian. Jauh dari orang tua. Oh iya, kalau boleh tahu, orang tua Yusuf dan Alifa masih ada?"
Mendadak semua orang di ruangan itu terdiam. Begitu pula pergerakan tangan mereka. Membuat Hamzah tertegun dan merasa heran.
Apakah ucapannya tadi membuat keluarga Haida tersinggung? pikir Hamzah.
Lalu tiba-tiba Alifa membanting sendok ke piring dengan sangat keras. Wanita itu langsung berdiri dengan tatapan penuh amarah melayang ke arah Hamzah.
"Bisa nggak sih, nggak usah kepo sama privasi orang lain? Nggak sopan tahu," bentak Alifa pada Hamzah.
"Alifa," seru Haida berniat menegur sang cucu pertamanya.
Akan tetapi Alifa yang sejatinya sudah tidak suka dengan Hamzah memilih untuk meninggalkan ruangan tanpa perlu menghabiskan makananya. Dia mengabaikan saja teriakan Haida yang memanggil namanya.
Justru Alifa makin mempercepat langkah kakinya menaiki anak tangga dan akhirnya masuk ke dalam kamar dengan membanting pintu dengan sangat keras.
Hamzah semakin dibuat terheran dengan sikap Alifa. Dia mengelus dadanya sambil menggelengkan kepala.
Satu pelajaran penting yang Hamzah dapatkan dari Alifa : wajah cantik tidak tentu mencerminkan akhlak yang cantik pula.
"Maafkan Alifa ya, Mas Hamzah," kata Haida dengan sorot mata sendu.
Tatapan Haida kosong memandang hidangan yang tertata di meja. Tampak wanita itu sedang mengulang rekaman masa lalu yang tersimpan di dalam benak.
"Kedua orang tua Alifa sudah lama bercerai. Sejak saat itu, Alifa jadi sensitif kalau ditanya soal orang tuanya."
Hamzah menganggukkan kepala perlahan. "Saya minta maaf, Oma Haida. Kalau perkataan saya tadi menyinggung perasaan Alifa."
Haida menarik ujung bibirnya membentuk senyuman. "Sama sekali tidak, Mas Hamzah. Wajar kok kalau Mas Hamzah tanya-tanya soal calon mertua Mas Hamzah sendiri."
Seketika Hamzah membulatkan mata sempurna kala mendengar perkataan Haida. Dia menoleh cepat ke arah Haida yang masih mempertahankan senyumannya.
Dahi Hamzah mengerut kebingungan. Tapi tak berapa lama, Hamzah tertawa lepas sambil menggelengkan kepala.
"Oma Haida ini bisa saja bercandanya."
Yusuf yang masih duduk bersama Haida dan Hamzah pun akhirnya angkat bicara. "Oma nggak bercanda, Mas. Mas Hamzah mau nggak kalau nikah sama Kak Alifa?"
"Apa?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
tria sulistia
oke kak. makasih sebelumnya.
2023-03-26
0