Bab 5 - Pengakuan cinta Cakra

Hening, keduanya terdiam beberapa saat. Sahara menatap lurus ke depan, sementara Cakra berulang kali menghela napas. Mendadak, ia gusar sendiri.

"Sahara," panggilnya.

"Iya?" Sahara menoleh dengan alis terangkat.

"Aku,-- sebenarnya aku, fyuhhh!"

"Kenapa? mau pamit pulang?" tanyanya, "sudah jam delapan, jarak Ambarawa - Semarang lumayan jauh, jangan malem-malem kalau pulang," serunya terkesan khawatir.

Ya, Sahara memang khawatir pada pemuda itu jauh dalam lubuk hatinya. Apalagi, kasus be gal juga sedang marak, tak pandang tempat sepi ataupun ramai.

"Apa kamu punya ponsel?" tanya Cakra, Sahara menggeleng.

"Belum, lagian ponsel bukan barang yang penting bukan?" netra polos itu menatap Cakra lekat.

"Hm, mungkin! Nanti kalau ada rezeki,--"

"Jangan deh, aku nggak suka nerima barang mahal cuma-cuma," potong Sahara.

"Ck ck, pede kamu! Kalau ada rezeki aku main lagi kesini," seru Cakra terkekeh usil.

Blushhh, Sahara memalu. Pipinya sampai bersemu merah karena salah menebak apa yang akan diucapkan oleh Cakra.

"Sudah malem, aku pamit! Tapi, ada satu hal serius yang pengen aku omongin," ujar Cakra.

"Sahara, aku suka sama kamu!"

"Hah?" Sahara membeo antara kaget dan tak percaya.

"Aku suka kamu sejak pertama kali lihat kamu di panti ini, suka sejak kamu masih pakai pita dua di ikatan rambutmu. Suka sejak kita masih umur delapan tahun dan sering nangis bareng," seru Cakra akhirnya.

Sahara hanya diam, ia ingat betul kenangan masa kecilnya bersama Cakra. Manis sekaligus asem, mereka sering bertemu dari umur delapan tahun, tepatnya sejak Bu Kinanti menjadi malaikat tak bersayap untuk panti tempat Sahara tinggal.

"Hey, kamu yang suka sembunyi di belakang Bu Kinanti. Ayo kenalan."

Sahara kecil nyatanya yang lebih dulu mengajak Cakra berkenalan. Sifat periang dan murah senyum berhasil membuat Cakra kecil suka berujung cinta setelah dewasa.

"Sahara, sejauh ini nggak ada wanita yang benar-benar dekat denganku selain kamu dan Mama," ujar Cakra.

Rival hendak menghampiri Cakra untuk pulang mengingat jam di dinding sudah hampir pukul sembilan. Namun, Rival terhenti di depan pintu saat melihat Cakra dan Sahara sedang membicarakan masalah hati.

"Oh ya? Tapi aku tidak bisa menerima cintamu, Cakra! Kita masih terlalu muda untuk memikirkan apa itu cinta dan segala benang kusutnya.

"Aku sedang tidak mengajakmu pacaran. Mama bilang, aku harus kerja dulu baru boleh pacaran. Sahara, aku hanya mau kamu tahu isi hatiku, itu saja." Cakra menggenggam tangan mungil Sahara.

"Terus aku harus gimana?" Sahara dilema, selama ini ia hanya menganggap Cakra teman, tidak lebih.

"Cukup jaga hati, kalau kamu mau."

"Denganku!" sambung Cakra dalam hati.

Sahara masih termenung, terlebih saat melihat motor gede itu melaju meninggalkan halaman panti bersama hitamnya malam yang semakin pekat.

"Sahara, ayo masuk!" ajak Arimbi kala melihat Sahara duduk termenung di teras setelah Cakra pergi.

"Eh, iya Bu!"

***

Keesokan harinya, badan Cakra demam. Kinanti sudah was-was sejak putranya itu pulang dari panti dalam keadaan basah kuyup.

"Cakra, Mama anter ke dokter ya?" tawar Kinanti. Apalagi melihat wajah Cakra yang pucat membuat wanita paruh baya itu khawatir.

"Cakra cuma masuk angin kehujanan, Ma!"

"Masuk angin juga harus diperiksa, biar anginnya minggat. Udah ah, gak boleh bantah! Mama yakin nih pasti gara-gara semalam."

"Ma, tolong telpon Rival aku nggak masuk hari ini," seru Cakra.

"Mana ponselmu!"

Cakra menyodorkan ponselnya, baru menyalakan layar dari tombol sisi kanan, Kinanti sudah dibuat terkejut dengan foto gadis yang terpampang disana. Siapa lagi kalau bukan Sahara.

"Hm, katanya nggak suka, tapi foto Sahara nangkring disini. Hayoo?" goda Kinanti.

Cakra hanya mesam mesem sebagai jawaban.

Kinanti langsung mengirim pesan pada Rival, setelahnya memaksa Cakra ikut ke dokter.

Kebetulan hari ini pesanan cateringnya lagi kosong, sehingga Kinanti punya waktu mengantar Cakra.

"Jalan pelan-pelan," tegur Kinanti, sambil memapah Cakra keluar kamar.

Lantas meminta Cakra duduk di kursi samping kemudi. Meski tak semahal milik Lendra, setidaknya mobil ini adalah titik awal perjuangan Kinanti saat merintis usaha catering.

Mobil melaju pelan menuju rumah sakit terdekat, Kinanti saking khawatirnya sampai tak fokus mengemudi.

"Cakra..." panggilnya.

"Hm, iya Ma?" balas Cakra lirih.

Kinanti mengangguk lantas lebih cepat lagi. Hingga akhirnya sampai di parkiran rumah sakit, gegas turun dan memapah Cakra.

Cakra hendak protes, apalagi saat mamanya meminta petugas membawa brangkar untuknya.

Dengan terpaksa menurut, Cakra dibawa ke UGD bersama Kinanti yang mengurus pendaftarannya.

Puk!

Seseorang menepuk bahu Kinan dari belakang, Kinanti selesai mengurus pendaftaran Cakra pun menoleh.

"Siapa ya?" tanya Kinanti melupa, padahal jelas ia ingat siapa pria di hadapannya saat ini. Pria berjass atasan suaminya.

"Kamu lupa, kalau mantan kamu ini atasan suamimu," sindir seorang.

Kinanti melirik sinis sambil menghela napas, "aku bahkan lupa kalau punya suami!" ketusnya sebelum pergi.

Pria itu tersenyum simpul menatap Kinanti dari kejauhan.

"Masih tak berubah, galaknya!" bergumam kemudian tekekeh pelan.

Setelah selesai dengan pemeriksaan awal, dan dokter memberi penanganan. Cakra diminta rawat inap minimal satu hari semalam agar kondisinya lebih stabil.

"Asam lambung naik, dia juga demam tinggi. Tinggal dan habiskan beberapa infus agar lebih stabil, saya akan meresepkan beberapa obat rawatan lambung," seru dokter diangguki Kinanti.

"Cakra..." Kinanti masuk ke ruang rawat Cakra setelah dipindahkan.

"Ma, udah aku bilang aku gak kenapa-napa kita pulang aja ya?" ajak Cakra.

"No, bandel sekali. Gini nih kalau kamu jarang sarapan," keluhnya sedikit mengomel.

Cakra hanya meringis pelan, "Ma, tadi aku lihat Om Sagara!"

Kinanti melotot dibuatnya, "salah lihat kali," ujar Kinanti.

Salah satu alasan hingga saat ini kenapa ia tak pernah mengunjungi Lendra di kantor tempat kerjanya adalah perusahaan itu milik Sagara, orang di masalalu Kinanti.

Laki-laki yang meninggalkan Kinanti demi menikah dengan wanita pilihan Orang tuanya.

"Tapi, Ma! Om Sagara kan baik, kita bisa meminta tolong padanya untuk jadi donatur pengganti," pikir Cakra.

"Cakra, cukup ya! Nggak ada kata baik, dia sama seperti Papamu tukang main perempuan," seru Kinanti sambil mengusap wajahnya.

Tanpa sadar, ia malah membuat vigure Lendra di mata Cakra semakin buruk, meski itu benar adanya.

Cakra tak benar-benar istirahat, badannya terasa menggigil sekaligus sakit semua.

Ia jadi khawatir dengan Rival, apakah sahabatnya itu sehat wal afiat setelah semalaman hujan-hujanan.

Cakra melihat Kinanti menunggunya sampai tertidur di sofa, ia tahu wanita hebatnya itu cukup lelah dengan hidup yang sekarang. Baru saja meraih ponsel, seseorang mengendap masuk membawa bingkisan buah.

"Stttt... Jangan bilang Om datang," seru Sagara.

Cakra mengangguk pelan, "ya Om!"

"Gimana keadaan kamu? sakit apa? Kenapa Lendra tak ikut mengantar kalian?" cerca Sagara.

"Om sendiri ngapain di rumah sakit, sakit?" tanya balik Cakra tanpa menjawab pertanyaan Sagara.

Hal itu sukses membuat pria paruh baya itu menghela napas panjang.

Terpopuler

Comments

Degan

Degan

eh kinanti mantannya sagara ternyata ya🤔

2023-04-12

0

⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀𝐙⃝🦜

⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀𝐙⃝🦜

piye iki thor... Sagara mantan nya Kinanti. tpi Kinanti di tinggal Sagara dan menikah dengan Kinara, tpi Sagara gak cinta Kinara makanya sagara selingkuh, gitu ya thor ? 🤔

2023-04-12

0

🍭ͪ ͩ𝐀𝐢𝐬𝐲𝐚𝐡👙B⃠ikini

🍭ͪ ͩ𝐀𝐢𝐬𝐲𝐚𝐡👙B⃠ikini

aih..ribet teh🤭..
buat pilem dengan judul...papa mertua ku mantan pacar mamaku 🙈🙈.
. kesimpulannya lendra dan sgara SMA sma jelek dimta mamanya Cakra

2023-04-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!