"Melamun apa? Ayo kembali," ajak Sahara.
Gadis itu menyunggingkan senyum termanisnya sambil menarik tangan Cakra menyusuri taman bunga mawar dan beberapa bunga samping panti.
"Sahara..." Panggil Cakra.
Sahara menoleh, "hm, ya?" mengerutkan alisnya menatap Cakra bingung.
"Sudah tujuh belas tahun bentar lagi kelas tiga dong, ya?"
Sahara mengangguk, "iya tapi aku bingung, kayaknya sehabis lulus langsung kerja aja."
"Oh," sahut Cakra. Ia mengekor Sahara masuk kembali ke dalam panti.
"Kalian ini kaya adik kakak aja," seru Kinanti tersenyum melihat keakraban Sahara dan Cakra.
Arimbi pun ikut tersenyum, tak berselang lama Wahyu dan Nana menghidangkan jamuan sederhana untuk makan bersama. Tentu Sahara tak diam, ia langsung menuju meja makan yang bersisihan dengan ruang tamu dan membantu adik-adiknya.
Cakra duduk, ia lebih senang mengamati Sahara dari kejauhan. Hingga pandangannya buyar saat Kinanti menepuk pelan pundaknya, "kamu menyukai Sahara?" tanya Kinanti.
Cakra terdiam, kemudian menggeleng pelan sebagai jawaban.
"Yakin?" tanya Kinanti sekali lagi. Ia tahu putranya sudah dewasa, sudah mulai bisa membedakan mana perasaan sayang dan mana perasaan cinta.
"Sekolah yang bener dulu Cakra, nanti kalau sudah bisa menghasilkan uang sendiri baru kamu boleh pacaran."
"Hehe, iya Ma."
Kinanti dan Cakra menghabiskan hari minggunya di panti. Tanpa tahu jika seseorang kini tengah marah dan mengamuk di rumah karena tak menemukan keberadaan mereka.
"Selalu begitu, selalu saja ke panti, panti dan panti! Apa tidak bisa hari minggu diam di rumah dan melayani suami, lama-lama aku musnahkan juga itu panti," teriak Lendra marah-marah.
Joan dan Bibi hanya bisa saling tatap dan mengedikkan bahu seolah kode agar membiarkan Tuannya meluapkan kekesalan.
"Tadi Ibu pesan apa Jo?" tanya Lendra.
"Anu, Pak! Ibu cuma bilang mau ke panti sama Den Cakra," ujar Joan.
Brakkkkk...
Lendra membanting kursi, ia kembali meraih mobilnya dan keluar rumah.
Hingga malam tiba dan kembali, Lendra masih tak menemukan Kinanti di rumah. Hal itu semakin membuat Lendra meledakkan amarah dan menjadi-jadi.
Tinnnn...
Joan membuka gerbang, mempersilahkan mobil Kinanti masuk.
Sampai di bagasi, Kinanti dan Cakra saling pandang.
"Papamu sudah pulang!" ujar Kinanti.
"Hm, iya Ma!"
Mereka masuk, akan tetapi disambut tatapan horor Lendra saat sampai di ruang tengah.
"Mas sudah pulang?" tanya Kinanti datar.
"Darimana kalian?" Tanya Lendra dengan nada dingin.
"Dari panti, Pa! Kami kan selalu kesana sebulan sekali." Cakra menjawab dengan perasaan was-was.
"Hm, kalau begitu. Masuklah ke kamar dan bebersih. Papa mau bicara dengan mama."
Cakra mengangguk, baru saja ia menutup pintu kamarnya. Suara gaduh terdengar memekakkan telinga.
Plakkkk...
Tamparan telak langsung mendarat di pipi Kinanti, Lendra menamparnya keras hingga rasa panas langsung menyergap pipi wanita paruh baya cantik itu.
"Sudahku bilang, kalau hari minggu diam di rumah. Aku suamimu! Apa susahnya berdiam di rumah dan layani suami saat ia tak kerja."
"Terus Mas? Menurutmu, aku harus diam di rumah menunggumu padahal kamu sedang sibuk dengan ja lang di luaran sana?" teriak Kinanti.
"Sembilan belas tahun kita sama-sama, aku berusaha menahan diriku agar tidak sakit. Aku berusaha memakhlumi kesalahan-kesalahanmu! Apapun itu. Tapi sekarang? Perkara kecil kamu sampai menamparku," pekik Kinanti. Air matanya menetes, bersama luka yang terus Lendra torehkan.
"Hehhh, seharusnya kamu berkaca! Apa kamu sudah melayaniku dengan baik, aku bosan kamu selalu menyalahkan wanita cantik di luaran sana. Sedangkan kamu? Lihat dirimu? Cantikkah? Bahkan laki-laki miskin di luaran sana bisa melihat dengan jelas mana wanita yang cantik atau bukan," seru Lendra.
"Jadi karena itu, kamu hanya mikirin nafsu dan keinginanmu tanpa memikirkan Cakra!" balas telak Kinanti.
"Cakra sudah cukup dewasa, ia bisa menerima kenyataan dengan baik kalau Mama dan Papanya sudah tak saling mencintai." Lendra menyeringai.
Deg.
Kinanti membeku, inilah akhir dari semuanya. Bertahan hanya akan membuat hati semakin sakit. Mengadu dengan orang tua Mas Lendra pun percuma karena mereka selalu meminta agar Kinanti memakhlumi perselingkuhan suaminya.
Lendra membanting pintu dan pergi setelah meledakkan amarahnya. Sementara Cakra tertegun di balik pintu kamar.
"My first heartbreak," gumam Cakra. Dengan gemetar ia membuka handle pintu dan menghampiri Kinanti yang terisak.
"Cakra," seru Kinanti. Dengan tubuh bergetar Kinanti memegang pipi Cakra.
"Anak Mama sudah dewasa, kamu sudah tahu mana yang baik untukmu dan mana yang bukan untukmu! Mama minta maaf, kalau mama belum bisa menjadi ibu terbaik un--"
"Ma, aku sudah tahu semuanya Ma! Sudah tahu. Berhenti memendamnya sendiri, Ma!" Cakra memeluk Kinanti, diam-diam mengepalkan tangannya erat.
Dialah, Bayu Cakrawala. Pemuda delapan belas tahun itu masih duduk di bangku SMA kelas tiga. Hari-hari menjelang kelulusan, ia malah mendapati pertengkaran hebat kedua orang tuanya. Kadang, Cakra sampai berfikir seperti apa manusia yang ia sebut Papa itu di luaran sana? Apakah baik? Apakah pantas?
Cakra kehilangan seorang panutan, ia tak lagi mengharap kasih sayang dari Lendra sejak melihat dengan mata sendiri beberapa waktu lalu Papanya memukul sang Mama. Belum lagi suara gaduh tiap kali Lendra memintanya masuk ke dalam kamar. Rumah yang awalnya menjadi tempat Cakra berlindung justru kini terasa engap, sesak dan panas. Andai Cakra punya sedikit saja keberanian, maka meninggalkan rumah yang penuh serpihan kaca berserakan ini sangatlah mudah.
***
Pagi terasa dingin, sayup-sayup Cakra mendengar suara Mamanya memasak di dapur. Meski bukan titisan CEO, kehidupan Cakra terbilang cukup lumayan. Papanya bekerja sebagai manager salah satu perusahaan properti, sementara Mama seorang Ibu rumah tangga yang sehariannya disibukkan oleh usaha cathering. Beradu dengan wajan dan panci, serta bau bumbu masakan setiap hari.
"Ma," sapa Cakra menuruni tangga setelah rapi dengan seragam SMA-nya.
"Pagi anak Mama, sudah rapi bin ganteng! Mau berangkat sekarang?" tanya Kinanti dengan senyum lebar, seolah tak ada beban.
"Papa,---"
"Papa nggak pulang, udah biarin aja!" potong Kinanti.
Cakra mendekat, lalu memeluk Kinanti dari belakang layaknya anak manja pada umumnya.
Jika seusia Cakra sudah mulai jatuh cinta dengan gadis-gadis cantik, akan tetapi tidak dengan pemuda itu.
Kinanti adalah cinta pertama dalam hidupnya, jadi dalam pikiran Cakra adalah bagaimana cara membahagiakan Mamanya saat ini?
"Cakra berangkat dulu, Mama jaga diri ya? Kalau ada apa-apa langsung kabarin." Cakra mencium tangan Kinanti dan berpamitan.
"Iya, hati-hati sayang. Mama nggak apa-apa selama ada kamu," seru Kinanti.
Cakra berangkat, ia berpesan pada Bibi dan Pak Joan untuk menjaga Mamanya bila sang papa kembali pulang dan mengamuk. Dengan melajukan motornya, ia keluar dari komplek perumahan menuju SMA Bina Bangsa.
Lain dengan Sahara, setiap detik memandangi kalung pemberian Cakra yang menggantung di leher jenjangnya. Kadang terbesit banyak tanya, kenapa Cakra sebaik itu padanya? Pada seorang gadis yatim piatu seperti Sahara.
Apalagi Bu Kinanti! Mama Cakra itu selalu saja memberikan bantuannya untuk ibu panti dan adik-adik agar tak kekurangan makanan. Mulai dari uang untuk tambahan biaya sekolah, beras, susu dan bahan-bahan lain yang kadang selalu dibawakan langsung dari Semarang.
My first breakhheart : patah hati pertamaku.
.
.
.
Duhlah, mensad sekali Abang Cakra ini punya Papa yang jahat🥺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀𝐙⃝🦜
Suami macam apa itu, apa dia lelaki yg di part awal ??
masih blom kliatan hilal nya 🤔🤔
untuk Kinanti kamu sabar banget ya di selingkuhin selama 19 taon
2023-04-12
1
🍭ͪ ͩ𝐀𝐢𝐬𝐲𝐚𝐡👙B⃠ikini
boleh numpuk tuh papa nya Cakra gak sih🙄🙄🙄..
jahad tau Gak
2023-04-12
1
𝐒𝐲𝐚𝐚☻
Wah enak nya banget membandingkan isteri sendiri sama pelakor gila weh gila tu otak di penuhi ulat kah 🙄
2023-04-12
2