Kamu adalah definisi rumah kedua, setelah rumah pertamaku hancur.
Cakra~
***
Cakra hampir tak sarapan karena memikirkan masalah mamanya. Alhasil, sampai sekolah ia langsung menuju kantin untuk sekedar mengisi perut dengan gorengan atau roti.
"Laper banget ye, sampai diteriakin gak denger?" tanya Rival duduk di sebelah Cakra.
"Aku takut nggak keburu, akhir-akhir ini jarang makan di rumah." Cakra melanjutkan mengunyah potongan roti ke mulut. Setelah tandas, menyeruput teh manis hangat sebagai penutup.
Bell tanda upacara akan dimulai berbunyi. Inilah alasan Cakra nyampir di kantin lebih dulu, karena hari senin adalah hari wajib upacara dan ia harus sarapan.
"Cakra!" seru Rival. Ia seperti ragu mau mengatakan pada sahabatnya atau tidak.
"Hm? Ada apa?"
"Semalam aku lihat papa kamu," ucap Rival ragu-ragu.
"Oh, biarin."
"Tapi dia sama tante-tante cantik, di caffe. Bahkan,--" Rival tercekat kala Cakra menoleh horor padanya.
Tak sampai menjawab, Cakra sudah meloloskan napas berat.
"Dimana caffenya?" tanya Cakra, terjeda oleh siswa lain yang mulai ramai berdiri di lapangan. Ya, tanpa sadar Cakra dan Rival sudah bergabung diantara siswa-siswi kelas dua belas untuk mengikuti upacara bendera.
"Nanti saja lah," gumam Rival selirih mungkin.
***
Pulang sekolah, Cakra berniat mengunjungi caffe yang kata Rival adalah tempat yang sering didatangi oleh Papanya. Bukan kepo dengan permasalahan orang dewasa! Pemuda itu hanya ingin tahu separah apa kelakuan Lendra di luar sana.
"Val, disini tempatnya?" tanya Cakra.
Rival mengangguk, "kayaknya tante cantik itu yang mengurus caffe ini. Soalnya hampir setiap hari Papamu disini, kan aku kalau pulang sekolah suka lewat," jelas Rival.
Cakra kembali menghela napas, "tapi ini jauh banget dari kantor tempat Papaku kerja?" tanya Cakra tak percaya.
Namun, omongan Rival benar adanya. Terbukti mobil pajero warna hitam milik Papanya terparkir di depan caffe baru saja.
"Tuh, itu Om Lendra," seru Rival.
Sontak dua anak berseragam putih abu dengan menggendong ransel itu memasuki area caffe, mengikuti ke arah mana Papa Cakra berjalan.
"Mas, akhirnya datang juga! Kangen tahu." seorang wanita menyambut Papa Cakra dengan pelukan manja. Wanita yang jauh lebih muda dibanding dengan Mamanya.
Rival mengusap-usap bahu Cakra, berharap sahabatnya itu tak sampai emosi.
Namun, di luar dugaan Rival karena Cakra langsung menghampiri Lendra disana.
Prok prok prok...
Cakra bertepuk tangan keras membuat Lendra dan kekasih gelapnya terhenyak.
"Aku baru tahu kalau ada laki-laki paling pengecut di dunia ini, cuihh!" Cakra meludah di lantai. Menatap tajam ke arah Papanya dan tentu ja lang yang ada di pelukan laki tua itu.
"Cakra ngapain kamu disini?" geram Lendra.
"Tentu saja untuk mengejutkan anda, Tuan Lendra yang terhormat! Ceraikan Mamaku, anda selingkuh seolah jadi manusia paling benar. Memukul mamaku di rumah hanya demi menutup satu bangkai yang anda simpan. Hebat, sangat hebat!" seru Cakra dengan nada menekan.
Pengunjung caffe itu sontak memperhatikan mereka yang tiba-tiba menjadi pusat perhatian. Lendra memerah marah, sementara wanita yang bersamanya menunduk malu.
"Ceraikan Mamaku!"
"Jaga bicaramu, Cakra!" Lagi-lagi Lendra akan memukul Cakra. Namun, dengan sigap Cakra menahan tangan Papanya itu agar tak sampai mendarat bebas seenak jidat di pipinya.
"Begini cara papa memperlakukanku dan Mama? Selalu memakai tangan? Haha, aku jadi penasaran bagaimana jika tangan itu aku patahkan! Apa masih bisa dengan jumawa menampar kami!"
"Mas, kurang ajar banget anak kamu! Masa sama Papa sendiri malah mempermalukan di depan umum." Wanita yang ada di samping Lendra berusaha mengompori.
"Pulang kamu! Kita bisa bicarakan di rumah, bikin malu saja." Lendra menatap tajam Cakra.
"Oh, begitu! Jadi kalau di rumah, papa bisa lebih leluasa melempar meja dan kursi tanpa terlihat orang lain. Ck!"
"Oh jadi di rumah KDRT."
"Wah, gila ya udah kdrt, main perempuan lagi. Mana anak tau di depan mata. Aduh bapak, malu sama umur yang udah bau tanah."
"Ck ck ck, ternyata pemilik caffe ini gak lebih dari seorang simpanan pria beristri. Ayo semuanya, kita pindah."
Beberapa orang berbisik dan saling julid setelah menyaksikan perdebatan Cakra dan Lendra.
Rival yang sedari tadi menunggu di jarak aman berangsur mendekat dan menarik Cakra.
Bahkan pengunjung caffe langsung memutuskan pindah tanpa menunggu pesanan mereka datang.
"Kamu tuh ya, perusuh!" pekik wanita itu.
Lendra dengan sigap menarik Cakra, akan tetapi tertahan oleh Rival.
"Om jangan kasar ya sama Cakra," serunya membela.
Sebenarnya sedari tadi ia sudah ga tal ingin maju, tapi Rival memilih memberikan ruang untuk Cakra mengungkapkan kekesalannya.
"Jangan ikut campur urusan keluarga saya," tekan Lendra.
Cakra menginjak sepatu Papanya lantas kabur bersama Rival.
"Kurang ajar!" maki Lendra.
***
Cakra ngos-ngosan pun dengan Rival yang terus menarik tangannya.
"Stop udah," serunya menarik napas. Mereka memakai helm dan tancap gass dari caffe tanpa memperdulikan pekikan Lendra.
"Aku ikut, Mas." Wanita itu meraih tas dan mengekor Lendra masuk ke dalam mobil tanpa memperdulikan julidan pengunjung caffe yang menyudutkannya.
Areta memilih cuek dan masuk ke dalam mobil Lendra setelah memasrahkan urusan caffe pada pegawainya.
"Mas kenapa gak langsung cerai aja sih, kita kan bisa segera nikah!" rengek Areta layaknya bocah.
Lendra hanya menghela napas. "Baru-baru ini aku dipromosikan naik jabatan. Jadi tahan dulu lah, nanti image aku di kantor jadi jelek kalau mereka tahu kabar perceraianku karena kamu. Aku nggak mau kamu kenapa-napa," seru Lendra tersenyum tipis. Meski sebagian rambutnya mulai memutih, hal itu tak membuat pesonanya sebagai buaya senior luntur.
"Tapi kan Mas bisa menyudutkan Mbak Kinanti, Mas bisa bikin Mbak Kinanti salah di mata orang-orang." Areta masih tak menyerah, enak saja Lendra sudah menidurinya, masa sepanjang hidup harus jadi simpanan. Pikir wanita tiga puluh tahun itu. Karena salah menjalin hubungan dengan Lendra, Areta malah menjelma menjadi pelakor kelas teri.
Lendra memarkirkan mobilnya di luar pagar tanpa berniat membawanya masuk, sementara Areta dengan tidak tahu malu mengekor layaknya anak bebek.
"Kinanti," teriak Lendra diambang pintu.
Dari arah dapur, Kinanti datang dengan daster rumahan sebatas lutut karena ia sedang membuat beberapa pesanan cathering.
"Ck! Mbak-mbak, pantes aja Mas Lendra nggak betah di rumah. Kamu aja kayak gini, lebih mirip ba bu ketimbang jadi istri," seru Areta dengan nada mengejek.
Cakra memakirkan motornya, ia melangkah masuk akan tetapi tertegun saat melihat Papanya marah-marah bahkan sampai tega membawa kekasih gelapnya menginjakkan kaki di rumah.
"Cukup, Pa!" bentak Cakra. Ia langsung merangkul Kinanti dan membawanya menjauh dari Lendra.
"Mama belum selesai Cakra!" kilah Kinanti, ia menyerah! Hari ini juga, ia meminta Lendra menalaknya.
Tanpa sadar, Lendra mengucap talak untuk Kinanti.
Meski sedih tak karuan, Kinanti tetap menegakkan kepalanya.
"Ya kalau udah nggak jadi istri Mas Lendra, kalian angkat kaki dong dari rumah ini," seru Areta girang.
"Dengan senang hati," ketus Cakra.
Sore hari, Cakra dan Kinanti membereskan semua barang-barang mereka. Hingga malam menjelang, mobil hitamnya meninggalkan kediaman Lendra bersama hujan yang sangat deras.
"Kita sekarang kemana, Ma?" tanya Cakra. Impian memiliki keluarga utuh hancur berserakan bersama dengan luka yang Papanya torehkan. Tanpa mau mengerti posisi Mama, keinginan Mama bahkan papanya hanya jadi baji ngan yang hobi menuntut ini itu tanpa mau tahu apapun.
"Gimana kalau cari kontrakan kecil-kecilan, apa kamu keberatan?" Cakra menggeleng.
Setelah memutar beberapa jalan, mereka akhirnya menemukan kontrakan yang pas. Rumah kecil di pinggiran kota Semarang. Meski jauh dari rumah lama, tapi rumah itu strategis dan murah. Terletak di pinggir jalan raya, hanya saja Cakra akan kesulitan berangkat sekolah mengingat motornya masih tertinggal di rumah Papanya.
"Berapa Bu?"
"Tujuh juta pertahun, Bu!"
"Apa bisa dicicil? Maksud saya bayar beberapa kali," mohon Kinanti.
"Bisa nanti saya buatkan perintilannya," seru pemilik kontrakan.
Cakra asik melamun, sedang memikirkan nasib Panti Kasih Ibu. Setelah kehidupan ia dan Mama berubah, apakah mereka masih bisa membantu panti?
Di sela lamunan Cakra, ia ingat akan Sahara.
"Sahara, sekarang kita sama. Rumah pertamaku juga hancur. Bagaimana kalau pada akhirnya aku sama sepertimu, apa aku sekuat dirimu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀𝐙⃝🦜
Mantap Cakra , aku mendukungmu klo bisa hajar aja penjahat kelamin itu, gak pantes di sebut ayah..
Klo memang udah gak mau lagi sama istri mu cerai kan woi Lendra .
maaf thor aku kesel 🤧🤧🤧
2023-04-12
1
🍭ͪ ͩ𝐀𝐢𝐬𝐲𝐚𝐡👙B⃠ikini
jahad banget nih😭😭😭..
tak cekek online tau rasa🎃
2023-04-12
0
𝐒𝐲𝐚𝐚☻
Astaga ditalak depan anak lebih memilih penyondol di bandingkan isteri yg sdh menemani nya 😑moga kena karma
2023-04-12
2