Bab 4 - Bertemu Sahara

Sahara dan beberapa adiknya membantu memetik beberapa sayuran. Sore ini, ia akan masak spesial untuk

adik-adik panti. Sambil membawa kresek ia memetik cabai, selada, timun, terong lalap dan sayur sayuran lainnya. Kebetulan Wahyu ikut membantu sementara Nana bertugas menjaga panti.

Rumah yang dihuni hampir dua puluh orang itu selalu ramai. Meski kadang Ibu panti, beberapa rekan, maupun Sahara dibuat repot oleh rengekan adik-adiknya.

"Sahara," panggil Arimbi.

Sahara yang tak mendengar pun masih asik mengelilingi kebun. Hingga Wahyu menyadari Ibu panti mencari mereka pun segera membanggil kakaknya.

"Ya, Bu?"

"Ibu mau ngobrol bentar! Wahyu, kamu bawa sayurannya ke rumah. Kasih ke Mbak Asih, bilang kalau Sahara ada perlu sama Ibu," pinta Arimbi.

Wahyu mengangguk.

Sepeninggal pemuda itu, Sahara menatap Arimbi penuh tanda tanya di kepala, karena tumben sekali Ibu panti itu mengajaknya bicara tanpa melibatkan Wahyu, Nana atau yang lainnya hingga terkesan penting dan rahasia.

"Ada apa ya, Bu?" tanya Sahara.

Arimbi menunduk, ia menghela napas panjang.

"Barusan denger kabar dari Bu Kinanti, kemungkinan beberapa bulan ke depan beliau akan jarang memberi suntikan dana. Tapi, beliau janji akan bantu-bantu kita sebisanya. Dan sebenarnya bukan hal itu yang ingin Ibu bicarakan, apa Sahara siap?" tanya Arimbi.

Sahara mengangguk, "nggeh, Bu. Insyaallah," lirihnya.

"Soal orang tua kamu, sebenarnya..." Arimbi berusaha menimbang-nimbang, pernah terbesit tak akan memberitahu yang sebenarnya pada Sahara. Namun, Sahara adalah perempuan kelak ketika menikah pun harus ada walinya.

"Papamu masih hidup, beliau adalah salah satu pengusaha di Kota Semarang."

"Maksud Ibu?"

"Ibu dan Mamamu dulu adalah sahabat, sangat dekat. Kami selalu berbagi apapun keluh kesah. Hingga ketika Mamamu mengandung, Papamu selingkuh!"

Deg,

"Namanya Kinara, wajahnya cantik. Mamamu meninggal saat melahirkan kamu," jelas Arimbi.

"Jadi sebenarnya,---"

"Sebenarnya kamu masih punya orang tua. Hanya saja Ibu kurang paham dimana sekarang? Kamu masih punya Papa, Sahara!"

"Papa?" ulang Sahara.

"Tapi gimana bisa papa selingkuh kalau setelah mama nggak ada papa nggak nikah lagi?"

Arimbi mengangguk, "kadang manusia disadarkan oleh keadaan, kadang juga oleh kehilangan. Ibu tidak tahu apa yang terjadi setelahnya karena yang harus ibu lakukan adalah membawamu pergi dari kota Semarang."

"Terus Mama? Dan lagi apa Papa tidak mencariku?" tanya Sahara dengan mata berkaca-kaca.

"Sejujurnya Kinara dan Ibu dibantu seorang perawat, jadi kemungkinan Sagara tak tahu menahu akan keberadaan dirimu. Ceritanya panjang dan rumit Sahara, yang jelas Mamamu memintaku merahasiakan ini selamanya. Namun, mamamu melupakan satu hal kalau anak perempuan akan membutuhkan papanya sebagai wali kelak saat menikah nanti," ujar Arimbi.

"Bu..."

"Kamu mau menemuinya? Kamu boleh membenci ibu, bagaimanapun Ibu ikut andil merahasiakan ini," serunya.

Sahara menelan saliva berat, ia bingung harus berbuat apa?

"Mungkin aku ingin mencarinya suatu saat nanti, Bu! Tapi tidak sekarang, aku masih harus sekolah dan memperluas ilmuku. Aku harus pintar agar bisa mendapat pekerjaan yang layak dan membantu keuangan panti," ujar Sahara.

"Apapun itu, ingat! Tidak ada manusia yang terlahir untuk dibuang. Baik kamu, Wahyu, Nana atau anak-anak Ibu yang lain. Kalian adalah anugerah terindah dalam hidup Ibu. Percayalah Sahara, tak ada anak yang benar-benar dibuang dengan alasan konyol. Kecuali bagi mereka yang ingin membunuhnya di awal. Kadang seorang Ibu rela kehilangan anaknya demi rawatan yang lebih baik, seperti Wahyu! Ibu menemukannya tergeletak di teras panti, tapi apa? Dia menjelma jadi anak yang luar biasa bukan?"

Lagi-lagi Sahara mengangguk.

Belum selesai mengobrol, gerimis rintik turun dari langit. Sahara dan Arimbi berlari kembali ke panti. Sampai disana, rupanya Mbak Asih sudah selesai memasak.

"Wah harum sekali, Mbak!"

"Iya dong, alhamudulillah ya. Stok makanan dari Bu Kinanti melimpah, tadi juga Mas Cakra ngabarin kalau sabtu sore mau kesini," ujar Mbak Asih.

Sahara mengernyit, "tumben?"

"Ah, itu. Katanya mau nganter bahan pokok, kemarin kan cuma sebagian."

"Lagi?" tanya Sahara.

Mbak Asih mengangguk semangat.

***

Sabtu sore menjelang magrib dengan mengendarai motor milik Rival. Cakra menuju daerah Ambarawa, tepatnya panti asuhan Kasih Ibu tempat tinggal Sahara.

Motor melaju sedang, hingga satu jam lebih akhirnya mereka sampai.

"Assalamu'alaikum." Dua pemuda berpenampilan modis mengetuk pintu depan setelah menurunkan dua karton berisi sembako mulai dari Minyak, gula, mie, beras dan lainnya.

"Waalaikumsalam, Cakra!" seru Sahara.

Cakra melebarkan senyum, lain dengan Rival yang tertegun, terpesona sampai melongo melihat kecantikan alami gadis di hadapannya saat ini.

"Ayo mari masuk," ajaknya langsung mendapat anggukan. Cakra dan Rival masuk, menyapa Ibu panti, Mbak Asih dan adik-adik lainnya.

Cakra juga menyampaikan pesan Kinanti untuk Ibu panti, karena kemungkinan dana yang akan didonasikan tak sebanyak dari biasanya.

Rival mengobrol dengan Wahyu dan Nana sementara Cakra kini mengekori kemana Sahara pergi.

"Ada apa?" tanya Sahara, ia sedang repot menyiapkan makanan bersama Mbak Asih.

"Biar ku bantu," ujar Cakra lantas mengambil alih wadah berisi nasi dan membawanya ke meja.

Dimana semua anak-anak sudah siap ingin makan malam.

"Wah ini pertama kalinya lho Mas Cakra dan Mas Rival makan malam disini, adik-adik udah pada salim belum tadi?" tanya Ibu panti.

"Sudah dong, Bu!"

Rival tak menyangka disaat masalah pelik keluarga Cakra, tante Kinanti bahkan masih memikirkan perut-perut orang lain. Dia semakin salut dengan Cakra yang mau ikut andil mengantar sembako, tak seperti dirinya yang tergolong kaum mendang-mending. Mending tidur, mending nongkrong atau mending jalan sama pacar orang.

Makan malam penuh kehangatan di rumah panti semakin membuat Cakra enggan meninggalkan tempat itu. Mungkin jika diperbolehkan, ia ingin tinggal beberapa hari lebih lama. Menikmati wajah ayu Sahara lebih leluasa.

"Istirahat dulu, mungkin masih capek! Kalian duduk-duduk dulu biar Ibu bikinin kopi," seru Arimbi.

"Biar aku aja, Bu!" ujar Sahara.

Namun, bukan istirahat Rival malah bermain catur dengan Wahyu. Sementara Cakra lebih senang menikmati sunyinya malam di teras panti.

"Kopinya," ujar Sahara. Meletakkan satu cangkir kopi beralas lepek kecil ke hadapan Cakra.

"Kok satu?" protesnya.

"Mas Rival sudah sama Wahyu, aku duduk ya?"

"Giliran Rival aja manggilnya Mas," protes Cakra lagi.

"Kalau kita kan udah kenal dari kecil, aneh kalau aku panggil Mas, kaya udah tua aja," ujar Sahara kali ini dengan senyum tipis.

"Kayaknya lagi seneng?" cibir Cakra.

"Hm, tepat sekali." Sahara semakin melebarkan senyumnya.

"Balikan banget ya sama aku, giliran aku lagi sedih kamunya malah seneng."

"Aku seneng karena ternyata aku masih punya Papa," ujar Sahara. " Kalau kamu?"

"Aku sedih karena kehilangan Papa, meskipun sebenarnya lebih ke lega, tapi juga kecewa. Tau nggak kenapa?"

"Enggak." Sahara menggeleng polos.

"Aku kecewa sama keputusan Papaku, dia lebih memilih wanita baru dalam hidupnya dibanding dengan aku dan Mama. Tapi disisi lain aku juga lega, karena keputusan itulah Mamaku tak akan lagi menerima tuntutan dan perlakuan yang buruk. Tapi apa siap aku kehilangan dia selamanya?" Cakra menyeruput kopinya lalu menunggu jawaban Sahara.

"Bagaimanapun buruknya Papa, dia adalah Papamu, ayah kandungmu Cakra. Mungkin kamu kecewa dan terluka atas keputusannya, tapi percayalah! Itu justru keputusan terbaik untuk Mamamu. Masalah kehilangan, sejujurnya tak ada orang tua yang benar-benar meninggalkan anaknya, mengabaikan anaknya. Kamu akan tahu, betapa orang tua buruk sekalipun tak akan membiarkan anak-anaknya berjalan sendiri.

Dan itu, aku yakini sampai sekarang. Walau aku tak pernah menahu seperti apa sosok mereka, aku yakin Mama menitipkanku ke Ibu panti ini karena sebuah alasan. Meski entah, apa aku akan memakhlumi alasannya atau tidak? Tapi aku bersyukur, Mama tidak membuangku di jalanan, Mama tidak menguburku hidup-hidup atau sepakat dengan Papa untuk membunuhku seperti pemberitaan viral saat ini tapi Mama menempatkanku di rumah, dimana aku akan dipenuhi kasih sayang meski bukan dari dirinya.

Aku bersyukur, karena mama mau berjuang melahirkanku ke dunia ini, aku tak pernah merasa aku dibuang.

Bukankah jika iya, Mama akan membuangku di awal-awal? Mama akan membuangku, saat aku masih berada dalam rahimnya." Sahara mengusap lembut bahu Cakra.

Cakra terdiam, nyatanya kalimat yang diutarakan Sahara membuatnya ikut merasakan sakit yang dialami gadis itu.

Terpopuler

Comments

⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀𝐙⃝🦜

⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀ ⠀ ⠀⠀⠀⠀𝐙⃝🦜

Kinara - Kinanti
Sagara - Lendra
khilaf dari awal aku baca nama mereka 🤣🤣🤣
soale sifat para suami nya sama. sama" suka selingkuh

2023-04-12

0

𝐒𝐲𝐚𝐚☻

𝐒𝐲𝐚𝐚☻

suka sama sahara bijaksana perilaku dewasa dan matang pintar memberi nasihat pada cakra semoga kalian kompak menghadapi apapun ujian di kemudian hari

2023-04-12

1

☠ᵏᵋᶜᶟ𝕸y💞ѕ¢🦐 ⧗⃟ᷢʷ

☠ᵏᵋᶜᶟ𝕸y💞ѕ¢🦐 ⧗⃟ᷢʷ

waah bakal ada saingannya nih Cakra 😳

2023-04-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!