Sampai di desa anpasar dan beneran aku di turunkan didepan tugu selamat datang.
Sungguhan sepi loh ini, tukang ojek ini tidak kasihan apa ya. Aku memberikan selembar sepuluh ribuan. Lagian, kalo di pikirin lagi tukang ojek ini sepertinya sangat ketakutan.
"Makasih eh.. pak?"
"Makasih juga neng, bapak gak bisa nerima uangnya kebanyakan ini, bapak juga ikhlas kalo neng gak bayar juga."
Bapak itu mengembalikan dua ribuan tiga lembar dengan perasaan sama-sama tak enak.
Aku diam menganggukkan kepala saja lagian aku juga tak tau kenapa tukang ojek itu begitu takut dan terima saja.
"Tapi," ucapku terhenti ketika bapak itu mengambil helm dari tanganku.
"Hati-hati ya neng maaf bapak juga gak bisa nganter sampe rumah, lari sekenceng mungkin ya neng jangan berhenti sebelum sampe rumah."
Tukang ojek itu beneran pergi dan disini aku sendirian, hah seriusan ini?
Aku diam lirik kanan kiri, aku juga harus bersiap dengan kuda-kuda aku harus berlari kencang jangan lupa doa aku akan membacanya dengan kuat.
Bersiap diriku di hitungan ketiga kita akan berlarian dengan cepat.
Mendung semakin gelap suasana juga hampir terlihat seperti waktu pukul enam, ini benaran waktu magrib atau ini karena mendung? Liel ayo ini bukan waktunya menikmati cuaca mendung ini kataku dalam hati pada diriku.
Lari!
Cepat larian ku harus cepat, apa udah jauh aku meninggalkan tempat ku berdiri sebelumnya tadi. Menoleh kebelakang saking lelahnya ternyata, jaraknya hanya satu meter dari tempatku berdiri sekarang.
"Ya, Liel kamu gak bercandakann." Bisikku kesal. Sekejap aku melupakan kalo ini hutan desa Anpasar yang berbahaya aku merasakan sepi ngeri dan merinding ini hutan lebat yang bener aja gak ada orang lewat gitu. Aku mulai panik saat itu juga aku merasakan hawa gak enak dan seram sekali. Aku berlarian sambil menangis entah aku tak perduli situasi itu tapi, aku merasakan tetesan hujan seketika itu deras aku tak sempat sampai dan membelokkan lariku masuk ke halaman gubuk tua sepertinya gak ada pemiliknya ini hanya ada atap dan tiang.
Sampai hujan reda harus lari lagi, pikirku.
Satu menit sampai sepuluh menit sampai lama sekali berdiri, pegal kaki berdiri.
Tiba-tiba di balik hujan yang reda suara srek..srek terdengar.
Aku ketakutan sungguhan gak ada yang mau bantu aku.
Disaat seperti ini, Aku berharap sekali Pak azzure datang ke sini entah dengan apapun, aku mohon.
Suara geraman terdengar jelas aku semakin takut, lepas juga teriakanku bersamaan tangis.
"Huwaah! Azzure hiks... tolong aku.. TOLONG!"
Sesuatu melompat kearahku dan itu sangat besar menyeramkan hitam berbulu dengan moncong seperti anjing mata merah dan berjalan merangkak.
Semakin dekat dengan geraman dan gerakan gigi tajamnya seperti bergetar bersamaan dengan bibirnya.
Aku menangis badanku membeku di tempat.
"Liel tutup mata." Perlahan gelap dan bau parfum, jelas aku dengar suaranya.
Aku tak menutup mata aku memilih berbalik badan cepat dan memeluk lehernya menutup wajahku di dadanya. Aku tak perduli dengan tubuhku yang bergerak cepat tiba-tibamalah memeluk orang yang kurasa ini aman.
Aku takut, takut sekali.
Suaranya sepi aku melepas dan perlahan turun dari pelukannya. Aku tertunduk melihat kaki orang didepanku.
"Liel ini saya, ingat surat kontrak yang kamu tanda tangani, ini termasuk alasannya." ucapan itu terdengar jelas.
Aku mengangguk masih dengan tangis.
"Ini beneran Dokter Azzure... aku takut pak tolong aku pak, aku mau pulang aku lemas." Aku menatap wajahnya seketika aku pingsan buram sudah wajahnya dan aku lemas tak bisa membuka suara atau mengangkat kelingkingku.
Aku di gendongnya masuk kedalam mobilnya. Gerimis masih turun, aku juga merasakan tetesan air hujan tapi, aku tak kuat lagi.
Suara nenek lalu suara laki-laki yang gak asing siapa ya?
"Liel.. kamu ndak apa-apa ndok dah enakan atau kamu kerasa sesuatu?" Aku melihat dokter Azzure diam.
"Liel kenapa emangnya nek?" Tanyaku perlahan beranjak duduk membuka mata, masih terasa pusing.
"Kalo gitu saya langsung pulang nek, hampir gelap." Kata Azzure yang sopan pamit pulang.
"Oh iyaa Nak, terimakasih ya anterin Liel, ehm.. maaf Nak Azzure kalo gak keberatan bantu nenek bisa, tolong kalo masuk kerja bareng ya nenek takut kejadian ini terulang." Kata Nenek meminta pada Dokter Azzure.
Eh!
"Enggak nek gak usah, gak papa pak saya baik-baik aja gak usah nek."
Azzure terlihat tersenyum usil di mataku dan dia mengangguk lalu berbisik di kuping nenek.
"Lo iya boleh to silakan Nak, Liel kamu kalo sama atasan gak boleh gitu." Nenek tiba-tiba bilang gitu ke aku.
aku menatap wajah menyebalkan yang sayangnya ganteng itu dengan perasaan jengkel.
"Iya nek."
Di rumah ini tinggal Nenek dan aku saja, setelah selesai mandi aku langsung makan dan nenek masih bersantai di ruang tengah.
Membuka ponsel ku seketika itu aku melihat sinyal.
Langsung aku buka pesan dan terlihat pesan masuk dari ibu ayah dan ini nomor asing yang di puskes aku belum sempet buka.
"Iya Pak." Jawab pesanku. Terlihat mengetik, wah cepet juga balesnya.
"Di Anpasar jarang ada sinyal, saya meninggalkan sesuatu di tas kamu biar kamu bisa pakai sinyal itu, utu termasuk upah kamu nanti bekerja sama saya, jangan pernah tinggalkan itu."
Langsung aku mencari benda yang di maksud dan ternyata kotak hitam kecil seukuran wadah bedak padat dengan lampu merah kelip kelip dan nama Mxx.
"Terimakasih pak," jawab pesanku segera sebelum ini jadi panjang.
Kenapa juga harus di bantu dia, kataku dalam hati.
Melempar punggung keatas kasur dan berbalik miring.
"Perjanjian diatas kertas," ucapku sendiri tiba-tiba teringat ucapannya yang bilang padaku kalo ini termasuk persyaratan perjanjian ini sudah di jalankan.
Ah iya, Aku lupa aku menandatangani surat kontrak dan diatas matrai dan aku tadi itu tidak mendengar apapun.
Berbalik badan aku menatap ke langit-langit kamar yang tidak ada plafon langsung genteng itu.
Obrolan orang-orang di sana itu sebelum aku masuk kedalam ruangan dokter Azzure buat aku kepikiran saja, gak mungkin juga kalo Dokter Azzure itu mahluk siluman kan?
Terus aja aku berpikir keras sampai tertidur karena memikirkannya.
****
Pagi ini aku masuk pagi di puskesmas Anpasar bersamaan cahaya matahari juga suara ayam, wah asrinya suasana halaman rumah nenek dan halaman rumah tetangga.
"Loh nenek Fatim kok ada gadis canti, dari mana neng?"
"Ibu, iya... saya cucunya."
"Owalah cucunya." Kata Ibu itu lalu mendekat memberikan sebaskom sedang dengan keresek bening.
"Ini pisang goreng, Mb cantik ibu barusan masak buat nenek Fatim biasanya suka bawa ke ladang ama sawah, oiyaa.. kamu cucu anak pertamanya ya, kerja dimana?"
"Oh Saya di puskesma Anpasar bu tapi..."
"Liel..." Nenek memanggilku dan ibu itu pergi sambil tersenyum dan aku sambil berucap terimakasih, suara kelakson mobil terdengar aku memberikan makanan yang tetangga berikan dan pamit pergi pada Nenek.
"Jangan macem-macem kerja aja yang bener ndok."
"Iya nek."
Azzure malah turun dan juga pamit dengan nenek, aneh juga orang ini kataku dalam hati.
Aku menoleh ke tetangga yang tadi memberikan pisang goreng.
"Kok bisa ya deket?"
Setelah aku masuk dan naik kedalam mobil.
"Kamu jangan penasaran, Saya gak mau kamu tanya sesuatu?"
"Terlalu percaya diri!"
Dia tersenyum dan aku malas melihatnya, sejujurnya penasaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments