Di tempat ini saat aku perhatikan dengan seksama kelihatannya berbeda dari terakhir aku melihatnya, tempat yang memungkinkan seseorang berganti wilayah ini malah terlihat kumuh di wilayah kelas bawah.
Jadi apa penyebab perubahan ini? Apa ini terjadi dalam waktu dekat atau lama saat aku tidak menyadarinya?
"Tuan, tempat ini kok berubah drastis?" tanyaku disaat melangkah menuju tempat parkiran mobil. Aku tanyakan hal tersebut kepada Devan karena dia sering kali mendapati informasi terkait wilayah dalam beberapa kasta itu.
Dia belum menjawab, aku pun menunggu dengan senang hati sembari melihat ke arah parkiran yang tidak terlalu ramai dipenuhi oleh kendaraan beroda empat.
Sama seperti orang-orang, kendaraan kepunyaan penumpang pun bisa ikut serta dalam tujuan dimana pemiliknya berhenti pada suatu wilayah sebagai tujuannya.
"Itu... sepertinya sedang ada perbaikan!" jawab Devan yang menurutmu tidak masuk logika, dia mungkin mengira jika aku dapat dibodohi dengan jawaban itu. Mengingat tubuhku dan umurku ini seperti anak polos.
Devan bahkan mengatakannya dengan ekspresi serius, membuatku agak kesal sebenarnya.
"Perbaikan yang seperti apa?" lanjut ku guna memancing kebohongannya sampai sejauh mana.
"Perbaikan yang menyangkut tempat ini akan diperbaiki ulang!"
"Tapi kok dibiarkan saja hingga kumuh?"
"Itu karena suatu alasan, panjang jika aku bicarakan."
"Hmm, iya deh."
Mencari jawaban lebih dalam lagi rasanya akan memperlambat waktu aku dan Devan pergi ke tempat tujuan. Kurasa aku akan mengalah kali ini.
Sampai di tempat parkiran, tak lama perjalanan kembali berlangsung, mobil yang aku tumpangi kembali melaju, kali ini ke sebuah tempat yang ingin didatangi oleh Devan.
Setelah aku ingat-ingat kembali.. dialah yang mengajakku kesana.
"Devan... boleh ngga kita ke rumah aku terlebih dahulu...?" mohon ku meminta agar tujuan ke tempat itu belakangan saja.
"Oke."
"Serius kamu nurut sama aku?" tanyaku keceplosan langsung menutup mulut. "emh.."
"Lebih tepatnya aku mengalah sama anak kecil, bukannya aku ini orang dewasa..."
Sama seperti sebelumnya, Devan terkadang memamerkan dirinya yang sudah tumbuh menjadi pria dewasa kepada remaja sepertiku. Dia kelihatannya bersemangat dan antusias saat memamerkannya kepadaku.
"Humm aku juga akan dewasa dan menikah suatu hari nanti, kamu pasti menyesal karena telah berkata seperti itu kepadaku, membuatku iri saja hmph!"
"Hahaha kamu memang lucu dan imut saat sedang cemberut Xia, sampai-sampai iri pada kedewasaan yang menurutku tidak seperti yang kamu pikirkan. Kamu pasti mengira jika menjadi dewasa itu menyenangkan, tapi bagi sebagian orang malah berpikir sebaliknya!"
"Kenapa?"
"Karena dia tidak mempersiapkan diri dan rencana masa depannya, ataupun karena suatu kondisi. Ku harap kamu belajar banyak hal di usiamu sekarang ini! Agar apa yang kamu pelajari dan kamu pahami menjadi modal berhubungan dengan pemahaman yang harusnya di waktu itu orang-orang lain sedang mempelajarinya!"
Kata-kata Devan memiliki arti yang mendalam itupun jika aku kupas dari pemenggalan katanya satu persatu, dari arti kedewasaan dan lainnya.
Jujur, aku paham sebagian saja. Sementara yang lain mungkin anggapan yang menurutku seperti ini dan itu.
Di sela mengobrol aku terkejut dikala melewati sebuah pasar yang biasanya ramai di jam segini malah sepi.
Yang ku lihat hanya tempat berjualan mereka yang sudah berdebu dan sepertinya lama tidak aktif.
Tak lama perjalanan pun sampai, hanya saja tidak langsung ke tempat kediaman ku. Mobil milik Devan pun diparkiran kembali, kemudian kami berdua berjalan kaki.
Banyak orang-orang yang menyapa diriku maupun Devan lantaran tahu tanda bahwa kami berdua baru saja tiba dari wilayah kelas atas.
Tok.. tok.. tok..
"Ibu!!"
"Xia!! Kamu akhirnya pulang, ibu kangen sama kamu nak..."
"Em.. aku juga kangen sama ibu."
Aku pun memeluk ibu erat seakan pertemuan ini adalah pertemuan paling mengharukan dalam hidupku, rasanya lega bisa melihat ibu dalam keadaan sehat.
Usai melepas pelukan aku pun langsung disambut oleh hangat oleh pembantu maupun ayah yang sekarang ini sudah mampu berjalan dengan menggunakan tongkat.
Kulihat ayah tersenyum simpul melihatku dengan ekspresi kebahagiaan yang terpancar pada tatapannya.
"Ayah..." ucapku lirih sembari berhamburan memeluk ayah.
Tidak terasa aku terlalu lama berada di depan pintu melepas rindu dengan keluarga hingga melupakan Devan.
Ibu lalu menyuruh kami berdua untuk masuk setelah menyapa Devan begitu ramah dan sopan, ibu sebenarnya tahu jika Devan adalah orang yang mengubah kehidupan keluarga ini.
Devan mungkin ibu anggap sebagai malaikat yang datang secara tiba-tiba, kedatangannya sangat berarti. Yang tak disangka memberi kesempatan pada kehidupan sebuah keluarga agar menjadi lebih baik lagi.
Masuk kedalam aku dibuat terkejut dengan perbedaan didalam 180° berbeda dari sebelumnya, barang-barang lama yang dulu dipajang di ruang tamu berganti dengan yang baru.
Hanya saja aku merasa terlalu berlebihan, karena furnitur, pajangan, dan dekorasi semuanya berharga jutaan.
"Apa nak Devan suka kopi, teh, susu? Pilih salah satu!" ujar ibu antuasias.
"Kopi saja, kebetulan hari ini saya ingin mengajak Xia jalan-jalan!" jawab Devan.
"Hehe sepertinya anak ayah bakalan jadi orang dewasa, dan ayah bakalan punya cucu.." gumam ayah membuatku agak tercengang karena terlalu cepat untuk memikirkan hal itu, walaupun aku mau bersanding dengan Devan suatu hari nanti.
"Apaan sih yah, aku masih kecil, ga boleh!Hmph," jawabku dengan ekspresi cuek sembari membuang muka.
"Iya ini ayah, ga ada kerjaan banget hihi..."
"Ibu malah menyudutkan ayah.."
Nampak di tengah obralan ini Devan hanya tersenyum normal seakan beradaptasi dengan keadaan, dia begitu tenang tidak berlebihan dalam arus pembicaraan keluargaku saat meresponnya.
Ibu dan ayah lalu meminta maaf karena telah membuat Devan harus melihat tingkah konyol keduanya.
"Mereka sepertinya pasangan yang romantis, bukan begitu Xia?" ucap Devan disaat tinggal aku dan dia saja di ruang tamu.
"Hm, ayah ibu memang begitu. Btw orang tua kamu juga sama Tuan."
"Ya."
Hidangan berupa cemilan dan minuman tersaji di meja aku pun membuka wadah berisi kue terlihat begitu lezat.
Tiba-tiba saja Devan langsung melahap kue itu dari pegangan pada jariku.
"Kyaa!!"
"Yam.. yam.. ini enak, kue seperti ini tidak ku sangka memiliki rasa sepadan dengan kue berharga mahal!" ucap Devan tidak merasa jika dirinya terlalu sembrono hingga membuatku mend*sah secara tak sengaja akibat perbuatannya yang begitu mendadak.
"Haa... untungnya ayah dan ibu pamit keluar tadi."
"Tuan, kenapa tuan bersikap begitu padaku, itu terlalu..."
"Bukannya sudah kubilang kamu harus memanggilku Devan dalam suatu kondisi, sebelumnya itu adalah konsekuensi!" tatapan mata Devan begitu serius saat mengatakannya.
"Jadi yang dia lakukan barusan sekedar hukuman yaa.."
"Kenapa? Kamu terlalu begitu murung?"
"Enggak kok, aku cuma kepikiran kalau kelakuanmu tadi bakalan ketahuan..."
Grep.
Wajah Devan kini mendekat sembari secara perlahan memegang kedua tanganku, setiap detiknya wajahnya begitu dekat dengan wajahku.
"Em... maaf, anggap saja saya tidak melihatnya!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
mom mimu
baru up lagi kak wi, semangat terus 💪🏻 satu iklan untukmu..
2023-04-05
0