Berakhirnya Bahtera Kehidupan

Berakhirnya Bahtera Kehidupan

Bahtera Kehidupan

Bahtera berwujud sebuah kapal selam berukuran besar 40 tahun lebih berada didalam air pada kedalaman setinggi gunung tertinggi di dunia.

Mengartikan bahwa daratan yang dulunya sebagai tempat tinggal berbagai makhluk hidup hingga bertahun-tahun lamanya, tenggelam diakibatkan oleh penaikan volume air di dunia.

Sehingga manusia mengantisipasi hal yang pasti akan terjadi itu dengan berbagai cara memanfaatkan teknologi di zaman ini. Dimana teknologi mampu menggantikan beberapa persen jenis pekerjaan di bumi.

Kapal selam itu berukuran raksasa dibuat dalam kurun waktu tahunan, dan dapat menampung puluhan ribu lebih orang didalamnya.

Bahkan uniknya, orang-orang dari berbagai ras, negara, dan keunikan lainnya sudah dipersiapkan untuk menempati bahtera kehidupan itu.

Sebagai wadah pelarian bagi manusia yang belum merasakan kehidupan di dunia. Dan menghindari kiamat.

Selama ini mereka menjalani kehidupan normal seperti biasa, persis seperti manusia pada umumnya. Didalam kapal selam itu teknologi mempermudah segala urusan manusia.

Hal tersebut pada awalnya karena bumi tempat tinggal mereka mengalami perubahan drastis dari tahun ke tahun.

Bencana alam, pengaruh perbuatan manusia di muka bumi, dan faktor lainnya turut serta dalam kematian ribuan manusia di muka bumi, yang sudah hidup selama jutaan tahun lebih.

Sebagian dari manusia ada yang hidup dalam bungker, pergi ke luar angkasa menggunakan pesawat canggih, dan juga ada sekelompok orang yang tetap bertahan di bumi.

Lambat laun air laut semakin meninggi hingga menenggelamkan peradaban manusia dalam fase teknologi termutakhir.

Bahkan rasa-rasanya waktu seperti berputar balik dari awal lagi.

•••

Pagi pagi sekali tepatnya pukul 04.00 aku selalu bangun di jam tersebut dan sudah menjadi rutinitas harian yang tak pernah aku lewati. Karena sudah menjadi kebiasaan sehari-hari yang terbilang telah mendarah daging.

Hari ini aku ingat jika diriku berulang tahun, aku yakin sekali. Sebab, diriku selalu melingkari hari demi hari dan menunggu hari penantian itu.

Aku melihatnya pada sebuah kalender yang aku buat sendiri dari kertas karton. Kalender yang ku buat dengan mencontoh kalender pada umumnya.

Sret.. sret..

Melingkari tanggal lima bulan tiga hari ini dengan alat tulis dari arang lalu aku mengingat lagi flashback kenangan di tahun sebelumnya.

Meskipun hanya sekedar ucapan dari orang tua dan beberapa orang yang aku kenal saja, aku tetap bersyukur.

Karena waktu kebersamaan dengan orang-orang yang aku sayangi sangatlah berharga, meskipun bisa dibeli dengan uang, namun perasaan maupun suasananya tidak menyamai persis kebersamaan murni.

"Hmm, aku sudah berumur 16 tahun sekarang, um.. harapanku... ku harap aku dapat pergi ke sekolah tahun ini. Melihat mereka yang asyik bermain dan belajar membuatku iri, tapi apa boleh buat, aku sadar jika keluargaku kesulitan hanya untuk makan.."

"Huh... sepertinya belum saatnya aku merasakan kehidupan seperti mereka, sebelum aku mengubah kehidupan ini menuju kehidupan yang lebih baik lagi," gumam ku saat pikiran di kepalaku dipenuhi dengan pikiran membanding-bandingkan kehidupan orang lain yang menjalani hidup enak dari lahir.

Sambil membereskan tempat tidur beralaskan kain yang sudah menipis aku membayangkan diri merasakan nikmatnya kehidupan seperti mereka. Orang orang yang sejak lahir diberkahi keberuntungan dalam segi harga.

Usai merapikan tempat tidur aku langsung beranjak untuk mempersiapkan diri, mandi dan memulai aktivitas kecil saat diriku berada di rumah. Sebelum diriku bekerja.

Kedua orang tuaku sebenarnya jatuh sakit hingga membuat mereka berdua harus berhenti bekerja, dan hanya bisa berbaring di tempat tidur untuk sekarang ini.

Ayahku sebelumnya bekerja di sebuah pusat penelitian sebagai penjaga kebersihan di sana. Hanya saja ayah di pecat karena kondisinya yang mendadak lumpuh.

Ibuku dari aku lahir katanya selalu berada di kursi roda dan akhir-akhir ini ibu sering sakit-sakitan sehingga kondisi kesehatannya menurun drastis.

Selang beberapa waktu aku selesai pada urusan dapur setelah usai mandi, kemudian aku membangunkan ayah dan ibu sembari membantu mereka agar berada di meja makan.

Dan sebelum itu aku membantu memandikan ibu terlebih dahulu.

Waktu berlalu begitu cepat kini aku sudah berada di meja dan makan sembari mengunyah nasi dengan lauk sayur-sayuran yang terasa enak di lidah, jujur ini enak sekali. Karena aku diajari cara memasak berbagai menu oleh seseorang yang aku banggakan.

Di tambah olahan dari daging sisa yang aku dapatkan kemarin. Sungguh, sarapan pagi ini terasa begitu nikmat. Apalagi dipadukan dengan kebersamaan keluarga.

"Alexia.. selamat ulang tahun ya nak, ibu doakan kamu menjadi anak yang pintar dan sukses di masa depan. Dan maaf, ibu tidak bisa memberimu hadiah!" ucap ibu disela waktu makannya membuatku terkejut hingga menghentikan aktivitas makanku ini.

"Nggak papa kok Bu, aku malah bersyukur ibu dan ayah..." perkataan ku tertahan oleh ingatan bahwa keadaan kedua orang tuaku sekarang ini tidak baik-baik saja.

Walaupun mereka terlihat masih kuat untuk makan bersama saat ini denganku, sebelum aku pergi bekerja, aku baru menyadari jika raut mereka mengidentifikasi sedang menahan rasa sakit, yang tertutupi sebuah senyuman dan obrolan hangat selagi menyantap hidangan.

Aku pun menangis saat ini tak kuasa menahan air mata yang hendak aku bendung.

"Tahun ini aku berharap ayah dan ibu sembuh dari penyakitnya."

Sampai di tempat bekerja aku langsung mempersiapkan diri agar kondisiku benar-benar steril.

Karena aku bekerja di sebuah tempat produsen sayur-sayuran yang menanam berbagai jenis sayuran dalam tempat yang luas.

Atau bisa aku sebut tempat ini berada di dalam tempat lagi, begitulah.

Bagi mereka yang berada di kelas bawah hanya sedikit aktivitas yang dilakukan oleh bantuan teknologi. Paling banyak dilakukan secara manual.

Selain kelas bawah ada tiga kelas lain dalam kasta kehidupan, yaitu kelas menengah dan kelas atas yang katanya berada di lantai paling atas.

Dimana kehidupan disana yang ku tahu sungguh mewah, mengasyikkan, luar biasa, dipermudah teknologi dan lainnya.

Aku pernah melihat foto-foto kehidupan orang-orang dari golongan kelas atas dari seseorang, dan aku mengetahui bahwa di sana berbeda jauh dengan kehidupan masyarakat di kelas bawah.

Dua jam lamanya aku memetik tujuh jenis sayuran yang lahannya lumayan luas ini. Sebenarnya tanah di lahan ini paling dasar adalah lantai datar terbuat dari materi kuat sama seperti lantai tempat aku tinggal.

Tak terasa sudah waktunya aku beristirahat, aku pun menghentikan pekerjaan ku ini sembari mempersiapkan bekal yang dipersiapkan olehku sendiri.

Duduk sendirian sembari melihat hamparan lahan luas di depanku yang memang menjadi hal biasa yang aku saksikan selama waktu istirahat berlangsung.

Saat sedang makan aku sedikit tersedak hingga aku buru-buru untuk beranjak dan mengambil botol minum yang aku tinggalkan di loker.

Bruk.

"Aww..!"

"Maaf, biar aku bantu!"

Saat buru-buru pergi aku sampai tidak memperhatikan sekitaran hingga aku menabrak tubuh seseorang.

Karena kecerobohan ku ini bekal makananku jadi berhamburan di lantai.

Tak berpikir lama aku langsung membersihkan kekacauan yang telah aku buat ini.

"Heh...?"

Seorang laki-laki berkacamata berpakaian rapi itu tak ku sangka mau membantuku, padahal aku yang salah pada situasi ini dan aku belum meminta maaf padanya.

Sebenarnya aku tidak ingin kejadian ini diketahui oleh Bibi Rini, karena kalau ketahuan aku bakal dimarahi habis-habisan olehnya.

"Ti-tidak usah bantu aku tuan, biar aku saja. Dan... saya minta maaf yang sebesar-besarnya atas kecerobohan saya tadi!" ucapku menegaskan suatu keharusan dengan merendah. Selain itu mencegah laki-laki yang lebih tua dariku ini agar berhenti membantuku memungut sisa sayur dan nasi yang berhamburan.

Dia aku nilai adalah orang yang tak peduli dengan status sosial seseorang yang belum dikenalnya, ataupun sebaliknya. Tak memperdulikan dirinya memiliki derajat lebih tinggi dariku, menanggap semua orang sederajat.

Dari tanda pada lengannya aku tahu, jika dia berasal dari masyarakat kelas atas.

"Hmm, saya maafkan. Tapi saya juga bersalah atas kejadian tadi, karena saya sibuk pada ponsel sampai tidak memperhatikan sekitaran!" sahutnya dengan senyuman tipis, aku akui dari dekat laki-laki ini memanglah tampan.

"Padahal harusnya aku yang mengatakan kalimat akhir itu kepadanya, tunggu, bukannya dia tadi bilang ponsel!?"

Laki-laki itu kemudian mengambil ponselnya yang tergeletak di lantai, saat aku menghampirinya ternyata ponsel itu layarnya sudah pecah.

Membuatku mematung tak bisa berkata-kata lagi.

•••

Semenjak kejadian itu aku meninggalkan pekerjaan yang selalu aku lakukan setiap harinya, pekerja serabutan yang kulakukan di luar rumah. Kini aku bekerja sebagai seorang pembantu di kediaman sebuah keluarga yang bagaikan mimpi ini.

Sudah hampir sebulan aku menjadi pembantu dari sebuah keluarga golongan kelas atas, sebab aku memiliki hutang kepada kak Devan yang ku tekankan padanya, bahwa aku akan melakukan apapun demi mengganti ponselnya yang rusak.

Pada awalnya dia memang menolak, tapi karena aku memaksanya dia jadi terpaksa memberiku kesempatan untuk membayar ponselnya yang rusak tanpa uang. Karena sebelumnya aku sempat bergumam tidak bisa membayarnya dengan uang, sebab untuk makan saja keluargaku kesusahan.

Lantaran selama ini uang yang aku peroleh dari bekerja serabutan digunakan untuk membeli obat untuk ibu dan pengobatan ayah dalam masa penyembuhan.

Jujur saja aku hanya dapat menabung sedikit demi sedikit dari sisa uang belanjaan.

Pada akhirnya Devan memberiku kesempatan untuk diperkerjakan sebagai pembantu di kediamannya.

Dan untuk sekarang ini aku sangat bersyukur karena kehidupanku berubah semenjak bekerja di tempat ini.

Entah mengapa ibu dan ayah sudah sembuh dari penyakitnya sehari setelah kabar aku bekerja di tempat golongan kelas atas ku beritahu.

Beruntungnya aku bisa makan enak selama aku tinggal disini, bahkan sisa dari beberapa makanan dapat aku bawa pulang. Namun harus menunggu waktu yang tepat ketika diriku sedang libur kerja.

Karena mereka orang tua Devan sangat ramah padaku, mungkin karena diriku yang begitu cekatan dan cepat beradaptasi maupun mengerti pada setiap pekerjaan yang disuruh, selama aku menjadi pembantu disini.

Selain itu kebaikan orang tua Devan menular pada anaknya, bahkan Devan sering memaksa diriku untuk menerima uang yang diberikannya.

Tentu saja aku menerimanya, tapi bukan menandakan aku ini berpura-pura tak mau dari awal.

Dan selama sebulan ini pun aku lumayan akrab dengan Devan, saat ini aku sedang di undang olehnya di sebuah perpustakaan.

Aku melihatnya bukan sekedar perpustakaan biasa seperti di perpustakaan pusat ditempat ku, sebab, ruang untuk perpustakaan saja penuh akan buku-buku.

"Sebenernya tempat ini aku rahasiakan dari orang lain, selain orang tuaku, aku tidak pernah menceritakan kepada siapapun tentang perpustakaan ini!" ucapnya menghentikan langkah seakan mengijinkan aku untuk melihat lebih detail lagi isi ruangan ini

"Tapi tuan muda, kalau tuan beritahu padaku tempat ini.. bukannya... tidak menjadi rahasia lagi terutama orang lain selain keluarga tuan muda sendiri yang mengetahui?"

"Saya jadi penasaran apa alasan tuan muda membawa saya kemari, maaf jika perkataan saya terlalu berani."

"Santai saja, alasan aku mengajakmu kesini karena aku butuh seseorang untuk dijadikan pendengar selagi aku menerangkan suatu materi!" jelas Devan yang aku pahami maksudnya berhubungan dengan tugasnya sebagai seorang guru.

Aku membalasnya dengan anggukan tak lupa senyuman tipis sembari menatapnya. Jujur saja aku ada niatan untuk menggodanya, karena aku berharap dia melamar ku suatu hari nanti.

Ya, meskipun hal itu hanya terjadi di mimpi saja.

"Oh ya, jangan panggil aku tuan muda, panggil aku Devan saja mulai sekarang! Jika di tempat biasa boleh panggil aku tuan!" titah Devan yang mana membuatku terkejut.

"Apa artinya saat kita berdua aku boleh memanggil anda Devan...?"

Wajahnya terlihat tersipu malu setelah aku menyebut namanya dengan lembut.

"Tapi bukan berarti aku memiliki alasan terselubung ya, aku hanya ingin dirimu memiliki waktu luang dimana menganggap diriku sebagai orang biasa!" ucapnya serius meskipun ekspresinya masih samar-samar dengan pipi memerah.

Beberapa menit berlalu, Devan membebaskan aku untuk memilih buku yang ingin aku baca, sementara dia terlihat fokus membaca karena bukunya sudah terdapat di meja.

Lama memilih akhirnya aku mendapati buku yang ingin aku baca, sebuah buku berisi ilmu pengetahuan.

"Eh.. aku salah ambil, malah album yang aku raih."

Saat hendak mengembalikan album yang salah aku ambil ini, sayangnya beberapa foto terjatuh.

Aku langsung mengambilnya, namun...

Pemandangan lima foto ini terlihat begitu indah sekali dan aku belum pernah melihatnya.

"Ternyata kamu disini!"

"Eh..? Maaf tu.. maksud saya Devan. Saya tertarik sekali dengan pemandangan-pemandangan indah di foto ini! Apa tuan tahu tempat ini ada di mana?" tanyaku penasaran, sebenarnya aku memiliki firasat jika pemandangan yang aku lihat dalam foto ini tidak diambil di tempat kami semua tinggal.

"Oh, itu di bumi. Tempat manusia dahulu kala tinggal, disana ada banyak hal yang bisa dilakukan dibandingkan..." Devan mengantungkan kata membuatku makin penasaran dan menatapnya lekat.

"Bumi...? Aku pernah dengar tapi..."

Kepalaku langsung sakit saat mengingat ingatan itu.

Akhirnya aku menyudahi pertanyaan yang merujuk pada pemandangan di foto ini dan juga kata "bumi"

•••

Seminggu berlalu, entah kenapa aku senang mempelajari tentang bumi meskipun ada ingatan yang membuatku sakit saat mengingatnya.

Hari hari berlalu, kali ini aku bertugas membeli beberapa bahan pokok di pasar, namun bahan makanan yang biasa aku temukan dalam jumlah banyak setiap harinya kini dibatasi.

Bahkan akhir-akhir ini semua orang dihimbau agar mengurangi penggunaan air bersih, dan dilarang membeli banyak belanjaan di supermarket.

Himbauan itu langsung ditegaskan oleh pemimpin tempat ini, dengan alasan musibah buruk bisa saja terjadi. Jika semua golongan manusia bertindak terlalu berlebihan.

"Dasar wanita j*lang!! Aku ini yang pertama kali datang kesini!" umpatan seseorang mengalihkan atensi ku.

Terpopuler

Comments

Retnomaulida

Retnomaulida

nyimak,.. ttp semngat thor🙂

2023-06-05

1

F.T Zira

F.T Zira

diriku mampir ninggalin jejak baca chapter 1 yaa.. nanti baca berkala😊😊

2023-05-25

1

Fenti

Fenti

mirip kisah nabi Nuh 😁

2023-05-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!