Diperlakukan Berbeda

"Hmm??" aku memiringkan kepala seraya mendekati Devan yang masih diam belum berbicara.

"Pertama-tama seberapa tertariknya dirimu dengan bumi?" sahut Devan bertanya balik terlihat mengernyitkan dahi.

"Umm... sampai aku mau tinggal disana dan membawa kedua orang tuaku."

Entah kenapa Devan tersenyum seakan menertawakan diriku dalam hati, setelah aku berujar mengenai rasa keterikatan diriku terhadap bumi. Tempat impian yang ingin aku kunjungi suatu hari nanti.

"Maaf, aku tidak bisa menjelaskan detail-nya mengenai bumi. Bukannya pemimpin kita pernah membuat aturan, berupa larangan mengenai pengetahuan tentang bumi?!" ucap Devan dengan tatapan mata serius.

"Entah. aku tidak tahu. Lagian kenapa sih pengetahuan tentang bumi dilarang?" tanyaku dengan tegas menekankan kata sembari mendelik. Aku tahu kelakuanku ini terlalu berani, tapi selama aku di samping Devan aku tidak perlu khawatir, karena dia selalu sabar dan baik kepadaku.

"Ehh?"

Dia malah mengelus pucuk kepalaku dengan ekspresi gemas seperti biasa, hal ini sering dia lakukan saat aku bertanya sesuatu hal yang kemungkinannya, Devan tidak ingin memberitahukannya kepadaku.

"Kamu ini.. selalu saja begini, lebih banyak bertanya dibandingkan menjelaskan sesuatu yang penting saat bersama ku!" ucap Devan yang terus saja mengelus kepalaku disertai senyuman manis. Terus terang saja, senyuman itu kadang membuatku terbuai.

Mengingat posisiku dibawahnya aku hanya bisa pasrah terhadap hal yang dia lakukan kepadaku.

Dan pada akhirnya aku harus mencari tahu sendiri larangan tentang pengetahuan bumi yang dilarang oleh pemimpin, yang jarang diketahui oleh kebanyakan orang.

Beberapa hari telah berlalu hingga hari Minggu tiba. Aku berniat untuk pulang ke rumah sembari melakukan aktivitas liburan nantinya, waktu liburan ini diberikan oleh nyonya dari keluarga Li secara bergilir kepada setiap pembantunya.

Jam lima pagi, aku sibuk mengecek barang bawaan yang sudah aku kemas, didalamnya ada hadiah yang ingin aku berikan kepada ayah dan ibu.

Usai mengecek dan semuanya telah siap aku pun bergegas untuk pergi meninggalkan kamar. Tak lupa aku mengunci pintu untuk berjaga-jaga.

Saat melewati lorong kamar para pembantu aku dikejutkan oleh kedatangan Devan.

Dia berpakaian berbeda dari biasanya, namun tetap rapi. Semacam pakaian yang dapat menyerap keringat. Ditambah memakai kacamata putih yang cocok dengan kepribadiannya.

"De.. tuan muda.. apa sedang mencari seseorang?" tanyaku dengan langkah yang sudah terhenti.

"Ya."

"Kalau begitu siapa yang tuan cari? Biar saya bantu!"

"Kamu!"

"Iya, aku akan bantu cari, eh!? Aku?"

"Hmm, aku mau mengajakmu pergi ke suatu tempat. Kebetulan tempat itu sejalan dengan dirimu yang hendak pulang ke kampung halaman!"

"Begitu ya, aku tidak bisa menolak.."

"Benarkah?" tanya Devan sembari mendekati diriku.

"Mau bagaimana lagi.. aku ini cuma bawahan, tapi bukan berarti aku sungguh-sungguh mau ikut ya sama kamu.. Soalnya aku mau menghabiskan waktu bersama keluarga disana dan..."

"Apa?" tanya Devan yang semakin dekat denganku hingga aku bisa melihat wajahnya yang begitu mulus berserta mata birunya dengan jelas.

"Enggak deh.. cuma sama keluarga aja!" selorohku seraya memalingkan wajah, jujur, aku tak kuat melihatnya dari dekat. Bisa-bisa aku pingsan karena malu.

"Hmm, ya sudah. Kita langsung berangkat setelah sarapan, sini, biar aku yang bawa koper itu!"

"Iyaa."

Di meja makan.

Aku terpaksa harus menuruti perintah yang berlawanan dengan statusku sekarang ini, sebagai pembantu. Lantaran Devan memerintahkan diriku agar sarapan bersama-sama dengan dirinya, di tempat yang seharusnya tidak aku tempati.

Meja makan yang berisi hidangan lezat dan menggugah selera di waktu sarapan ini.

Yang untungnya tuan besar dan nyonya tidak sedang ada di rumah, aku jadi tak perlu khawatir tentang itu.

Namun karena kesempatan ini aku pasti akan dikucilkan oleh beberapa pembantu lagi, dan hal itu hanya sebagian kecil dari apa yang mereka perbuat kepadaku. Lantaran mereka begitu benci dan tak suka kepadaku.

Entah karena cemburu atau merasa tak senang aku diperlakukan berbeda oleh Devan dari kebanyakan pembantu di kediaman Li, mereka sampai segitunya membenci diriku.

Sampai-sampai aku pernah mengalami hal buruk yang aku yakini hal tersebut dilakukan oleh mereka. Dan hampir saja membuat nyawaku melayang.

Yang aku tahu ada empat pembantu yang membenciku.

Salah satunya bernama Vera yang kini memandangiku di sisi yang tidak diketahui oleh Devan dengan tatapan mata kebencian.

Dan selain tenaga kerja manusia, di kediaman Li juga menggunakan robot sebagai pembantu mereka.

Sebenarnya keluarga Li adalah salah satu keluarga besar yang masih menggunakan pekerja manusia guna memudahkan urusan sehari-hari.

Usut punya usut katanya tuan besar pernah mengalami hal buruk selagi pelayan robot melayaninya. Yang dialami pula oleh nyonya besar.

Sebab itulah keluarga Li lebih memilih tenaga manusia sebagai pekerja dirumahnya, dibandingkan tenaga robot. Tapi tidak menutup kemungkinan robot-robot disingkirkan dari kediaman ini.

"Xia.. kamu melamun?" tanya Devan membuyarkan lamunanku.

"Ah.. iyaa, maaf."

Usai sarapan aku dan Devan bergegas menuju tempat penurunan kasta menggunakan kendaraan pribadi, aku menyebutnya begitu karena dengan turun menggunakan tangga, lift, dan semacamnya jauh kebawah, maka kasta diriku seakan turun.

"Hihi.."

"Apa yang kamu tertawakan?"

"Nggak ada."

"Hei... jangan berbohong, kamu ini masih kecil jadi..."

"Iya, iya aku mengaku!" kelakuan liar Devan sering aku dapati, barusan pun dia hendak menyentil dahiku. Untungnya karena terbiasa aku jadi sempat melakukan perlindungan diri. Dengan menutup dahiku dengan kedua telapak tangan.

"Emmm."

"Hehe.."

Aku salah, ternyata melindungi dahi bukanlah hal yang efektif. Devan malah menyentuh kedua pipiku seperti mencubit dengan gemasnya, dia berani begitu karena kendaraan yang dikendarainya saat ini dalam keadaan auto drive. Tak salah lagi.

Jujur saja, perlakuan Devan ini membuatku berpikir jika dia mungkin saja menyukaiku, tapi sebagai adik. Tentunya.

Seandainya aku diberi satu permintaan yang bakalan terwujud mungkin aku bakal berharap agar Devan menjadi suamiku di masa depan. Atau kedua orang tuaku diberikan kesembuhan total atas penyakitnya.

[Persentase penduduk yang menolak mentah-mentah keputusan pemimpin makin bertambah, hal ini disebabkan kesenjangan sosial yang terjadi di seluruh lapisan]

[Terkait aturan baru pemimpin yang dikatakan perlu rombak lagi agar tidak merugikan beberapa pihak yang tidak diuntungkan]

"Awal dari kehan..." ucapan Devan menggantung tidak dilanjutkan lagi.

Membuatku penasaran apa yang sebenarnya akan dia komentari dari berita barusan.

Tidak ingin ambil pusing, aku pun memilih asyik mendengarkan berita lagi pada radio mobil.

Tiba-tiba saja aku merasa mobil yang aku tumpangi ini berhenti, ketika aku sudah terbawa suasana dan sudah memejamkan mata.

"Emm? Apa kita sudah sampai..?" tanyaku.

"Belum, aku cuma mau agar dirimu duduk didepan!"

"Kenapa?"

"Tidak ada alasan, cepat."

"Iyaa, tunggu sebentar."

Selama perjalanan aku berpura-pura tidur dengan bersandar lantaran menyadari Devan yang mencuri-curi pandangan kepadaku.

Aku hanya ingin tahu, kelakuannya saat kondisi memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas.

Akankah dia bertindak melampaui batas kepadaku?

Terpopuler

Comments

mom mimu

mom mimu

Lima bintang mendarat kak, semangat terus 💪🏻💪🏻💪🏻

2023-03-18

0

al-del

al-del

semangat up Thor 💪💪💪

2023-03-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!