Krisis

Rupanya umpatan yang aku dengar tadi berasal dari tempat penjual daging berada, dua wanita aku simpulkan ribut gara-gara perkara berebut daging.

Dari jauh aku mendengar perdebatan mereka hingga situasi semakin memanas, orang-orang pun mulai memisahkan mereka agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

"Lagi-lagi.. huh... hal tersebut memang sering terjadi akhir-akhir ini!" ucap pria penjual sayuran yang berada di sampingku. Dia mengeluh barusan.

"Pak, kalau saya boleh tahu kenapa hal seperti itu sering terjadi?" tanyaku penasaran.

"Hmm, kamu masih anak kecil, yakin mau mendengarnya dari bapak?" pria paruh baya itu bertanya balik.

"Yakin pak, aku penasaran...!"

"Ya sudah, bapak akan beritahu, tapi tidak ada salahnya kan bapak mempromosikan terlebih dahulu dagangan bapak? Siapa tahu kamu butuh sayur-sayuran."

"Boleh, boleh.. mari pak!"

Di dalam tempat bapak ini menjual sayur-mayurnya rupanya tempat sayuran ini disusun secara rapi pada rak-rak khusus bak didalam supermaket. Dan aku juga menemukan berbagai jenis sayuran disini.

Terlihat segar dengan kualitasnya yang bagus-bagus.

Harga pun terbilang murah, bahkan aku menemukan diskon menarik disini.

"Eh.. kok di ambil pak pemberitahuan diskonnya? Apa kebetulan sudah tidak berlaku lagi?"

"Begitulah, karena bahan-bahan pokok sekarang ini sedang mengalami kemerosotan! Stoknya sedikit!" jelas bapak ini mau menerangkannya kepadaku, sekilas aku melihat raut murung.

"Bukannya orang-orang dari kelas bawah selalu mengirimkan Berton-ton sayuran pak, setiap harinya?"

"Memang, hanya saja pengiriman itu sekarang ini dibatasi. Sayuran yang mereka tanam itu mengalami penurunan drastis! Belum lagi pasar dan tempat tempat tertentu memaksa agar mereka mempercepat proses dengan bahan kimia, alhasil desakan itu membuat para pekerja disana tidak fokus dalam mengolah!"

"Tapi kan.. pak, golongan masyarakat kelas menengah dan atas ini kan bisa melakukan upaya yang serupa?"

"Sebenarnya di sini kekurangan pasokan tempat produksi bahan pokok seperti susu, telur, dan daging! Masyarakat disini lebih memilih untuk menanggung kan hal itu kepada masyarakat kelas bawah dan menengah!" sambungnya menjawab pertanyaanku dengan suara kecil sembari mendekati diriku.

Dari perkataan pria paruh baya ini barusan aku mengetahui suatu informasi mengenai masalah masyarakat kelas atas, entah benar atau tidak, keadaan lah yang dapat dijadikan bukti.

Dan selama aku berada di tempat ini aku juga berpikir bahwa masyarakat kelas atas lebih mementingkan hidup nyaman dan uang yang dimiliki.

Berbeda dengan masyarakat kelas bawah yang selalu ku lihat bekerja keras dalam berbagai hal yang dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari berserta orang lain.

Tapi ku harap anggapan itu tidak seratus persen benar, karena aku masih belum menjelajah lebih jauh lagi seluruh wilayah masyarakat golongan kelas bawah, menengah, maupun atas.

Sekarang ini aku mengerti, jika ada krisis yang terjadi pada pasar bahan pokok saat ini. Yang berimbas pula pada bahan makanan sejenis sayur-sayuran.

Kurasa aku harus pulang Minggu depan, dan menyempatkan waktu untuk mengunjungi tempat diriku bekerja sebelumnya.

Memastikan apakah keadaan disana hampir sama atau tidak. Dan persis seperti apa yang dikatakan oleh pria paruh baya ini.

Puluhan menit berlalu.

Aku hanya mendapat sedikit bahan belanjaan yang aku dapatkan daripada biasanya, akibat krisis yang aku asumsikan itu. Membuatku sebelumnya harus berada di pasar cukup lama.

Berkeliling dengan jeli demi mendapatkan bahan makanan atau kebutuhan yang belum sesuai takaran dalam daftar.

Hanya saja beberapa kali mencari dan menemukan, tempat-tempat menjajakan kebutuhan yang aku cari, si pemilik selalu saja membatasi para pembeli. Dalam hal yang dibeli.

Bahkan saat aku pergi ke sebuah toko untuk membeli telur aku sempat ditanyai alasan aku membelinya, aneh bukan.

Sampai salah satu pembeli di toko itu melihat keranjang yang aku bawa terdapat telur, berjumlah dua lusin. Jumlah tersebut masih belum cukup aku penuhi untuk kebutuhan keluarga Li.

Tak disangka dia lalu berkata kepada diriku lebih baik cukupkan telur tersebut.

Sebenarnya aku ingin berusaha keras agar mendapatkan tambahan telur, namun penjual di toko ini rupanya setuju dengan usulan pembeli itu.

Apa boleh buat, aku pun pulang dengan bahan makanan yang cukup untuk dua sampai tiga hari kedepan. Beda dengan biasanya yang dapat distok hingga seminggu.

"Kamu ini gimana sih, harusnya pintar dong dalam bernegosiasi... agar dapat bahan makanan sesuai dengan daftar!" ucap Gwenny pengurus para pembantu di kediaman Li.Yang sekarang ini sedang mengomeli diriku.

Masih muda kira-kira dia berumur 19 tahun hanya saja temperamennya selalu berubah-ubah, apalagi menyangkut kepentingan keluarga Li.

Selalu saja menyuruh para pembantu agar disiplin, bekerja keras, dan ulet. Ya, karena dia sendiri aku amati sangat gigih dalam melakukan banyak hal.

"Maaf, saya mengaku bersalah. Dan siap diberi hukuman!" ucapku dengan nada merendah seraya menundukkan kepala.

Alasan diriku langsung menyimpulkan kesalahan tersebut yang meskipun bukan semuanya disebabkan olehku, lantaran saat ini barang belanjaan di pasar sedang dibatasi.

Aku hanya mengingat pengalaman dari seorang pembantu yang tetap ngeyel dan tidak mengakui kesalahannya kepada Gwenny. Dan esoknya dia dipecat, aku tidak ingin hal itu terjadi padaku.

Ibu dan ayah pasti akan sedih, itulah sebabnya aku terus merendahkan diri jika memang tidak disukai oleh Gwenny.

"Ya sudah, biar aku saja yang terjun ke pasar. Karena para pembantu yang lain pun sama, tapi tidak semuanya mendapatkan sedikit bahan seperti kamu!"

"Hmm," balasku dengan anggukan sembari berdehem dengan wajah bersalah dan masih merendah.

•••

Di kala malam hari tiba waktu bagiku untuk beristirahat, tepatnya jam 21.00 aku selalu membaca buku yang aku pinjam dari perpustakaan milik Devan itu.

Buku yang aku ambil ini sebenarnya tidak aku beritahu tahu kepada Devan mengenai judulnya.

Buku ini berisi catatan mengenai tempat yang disebut "bumi" tempat dengan jutaan tawa, kebahagiaan, dan banyak hal lainnya yang membuatku penasaran ingin tinggal disana.

Banyak hal menarik yang ku tuliskan dalam secarik kertas sebagai keinginan mutlak yang akan aku lakukan saat berada disana.

Namun keinginan tersebut masih dalam angan-angan saja, sebab, diriku ingin membahagiakan kedua orang tua terlebih dahulu.

Dan tempat yang disebut bumi itu sepertinya jauh dan belum pernah aku lihat sebelumnya. Yang mungkin saja lokasinya dirahasiakan.

Tok.. tok.. tok..

"Tu.. Devan, kamu kenapa kemari? Ini sudah malam lho...!" ucapku mengingatkan kepada Devan yang malam-malam begini datang ke kamarku, entah apa tujuannya.

"Aku kehilangan buku ku yang paling berharga! Buku itu terlihat kuno dengan sampul berwarna coklat, apa kamu tahu?"

"Umm sebenarnya aku yang bawa, tapi aku pinjam ya.. bukan mengambil!" sahutku memberitahu sembari menjelaskan. Aku tak ingin Devan salah paham kepadaku.

"Ya, ya.. aku ingat. Waktu itu aku pernah bilang kamu boleh pinjam satu buku di perpustakaan! Jadi buku itu rupanya yang kamu ambil."

"Hm, soalnya aku penasaran sama judulnya 'peradaban awal mula' dan ada hubungannya dengan tempat bernama bumi, btw kamu tahu tidak, tempat itu ada dimana?" tanyaku di akhir kalimat, siapa tahu saja Devan mengetahui apa yang tidak aku ketahui.

"......."

Terpopuler

Comments

al-del

al-del

mari saling mendukung 🙏🙏🙏

2023-03-18

0

mom mimu

mom mimu

keren kak, aku udah fav juga ya... semangat 💪🏻💪🏻💪🏻

2023-03-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!