Episode - 05.

Episode Sebelumnya..

"Jangan khawatir kamu bilang?! Hiyaakkk!! Kamu pikir seperti apa aku harus untuk tidak mengkhawatirkan mu, hah! Kamu menghilang saat aku sudah sampai di klub malam itu dan mencari mu ke segala penjuru di klub malam itu. Namun, kamunya gak ada di sana. Bagaimana kamu menyuruhku untuk jangan khawatir!" ucap Devina yang terdengar sangat kesal kepadanya. Tentu saja hal itu membuat Tamara yang mendengarnya tersenyum kecil.

"Entahlah! Semalam aku pergi kemana, tiba-tiba saja saat aku sudah membukakan mata ku. Aku sudah berada di kamar yang sama sekali aku tidak tau kamar siapa itu." ucap Tamara dengan masih memegang keningnya.

"Hah?! Serius! Oke! Kamu tunggu di itu dan jangan kemana-mana! Aku akan ke rumahmu sekarang juga. Tunggu aku di situ."

Tut! Tut! Tut!!!

Panggilan telepon pun berakhir dengan Devina yang memutuskan sambungannya terlebih dahulu. Lalu, gadis itu langsung melemparkan ponselnya itu ke sembarang tempat. Sedangkan, dirinya memilih untuk memejamkan matanya.

...****...

Setelah beberapa saat kemudian. Devina pun sampai di rumah sahabatnya. Gadis itu mengetuk pintu rumah itu dan beberapa saat pintu tersebut terbuka dengan Tamara yang terlihat tersenyum kecil ke arahnya.

"Masuk Dev." ucap Tamara mempersilahkan sahabatnya itu untuk masuk ke dalam rumahnya. Dan mereka berdua lanjut ke arah kamar milik Tamara yang berada di lantai satu itu.

"Sekarang, kamu harus ceritakan kejadian tadi malam sama aku sekarang!" ucap Devina dengan memperlambat di kalimat terakhirnya.

Tamara yang memang sudah memiliki sikap tidak banyak bicara itu. Hanya menghela nafasnya saat sudah berurusan dengan sahabatnya yang satu itu. Ia juga tidak bisa jika tak bersuara saat bersamanya karena gadis itu akan terus menerornya sampai apa yang diinginkan terwujud.

"Entahlah!" ucap Tamara dengan kepala yang menunduk. Gadis itu juga tidak tau kejadian semalam seperti apa.

"Kamu gak ingat sama sekali ya, kejadian semalam?" tanya Devina.

Tamara hanya menggelengkan kepalanya. Gadis itu juga tidak yakin apakah saat ini dirinya sudah ternodai oleh laki-laki yang tadi di lihatnya di dalam kamar itu.

"Tamara, tapi kamu tidak merasa ada yang sakit, kan? Di bagian itu misalnya?" tanya Devina dengan hati-hati takut akan membuat sang sahabat terluka.

"Bagian itunya apa?" ucap Tamara balik bertanya.

"Bagian itunya Tam," ucap Devina dengan menunjuk ke arah permata hijau milik wanita yang sangat berharga itu dengan telunjuknya.

Tamara pun mengikuti arah telunjuk milik sahabatnya itu yang mengarah pada bagian miliknya. Tamara pun nampak tidak yakin dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu. Tamara melirik ke arah miliknya dan kemudian menatap ke arah Devina yang sudah menunggu jawaban darinya.

"Aku tidak yakin." ucap Tamara dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Melihat sahabatnya sudah mulai berkaca-kaca. Devina langsung memeluk tubuh sang sahabat dengan erat. Gadis itu menepuk-nepuk punggung Tamara dengan pelan mencoba menenangkan sahabatnya itu.

"Sudah jangan pikirkan tentang masalah itu lagi ya. Maaf sudah membuatmu menjadi kepikiran Tam. Maafkan aku! Maafkan aku Tamara." kini Devina sudah banjir dengan air mata. Gadis itu sudah menangis karena menganggap bahwa dirinya tidak bisa menjaga sahabatnya dengan baik.

Tamara menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak Dev! Kamu itu adalah sahabat terbaikku, sahabat yang selalu ada di saat apapun."

Keduanya pun menangis di pelukan mereka. Hingga waktu pun sudah berjalan begitu cepat. Membuat Devina yang harus pulang karena mamanya sudah menyuruhnya untuk pulang. Tamara juga mengantarkan sang sahabat sampai di pintu depan sembari melambaikan tangannya saat Devina sudah masuk ke dalam mobilnya. Hingga, mobil itu pun pergi meninggalkan pekarangan rumahnya.

Tamara pun akhirnya masuk kembali ke dalam rumahnya. Langsung menuju ke arah kamar mandi yang ada di kamarnya. Kemudian, gadis itu langsung menghidupkan shower hingga seluruh tubuhnya basah kuyup.

Gadis itu kemudian menjatuhkan dirinya sendiri di bawah shower air yang mengalir deras itu. Menangis sejadi-jadinya dengan apa yang sudah terjadi kepadanya, meringkuk di bawah guyuran shower air yang turun deras itu. Menutup tangisannya yang mulai membuncah itu.

. . . . .

Dimas sudah selesai dengan mandinya dan laki-laki itu keluar dengan menggunakan handuk yang menutupi mahkota dewa miliknya dengan balutan handuk tebal berwarna putih itu. Dan laki-laki itu juga mengeringkan rambutnya dengan menggunakan handuk kecil yang berada di tangannya.

Sembari mengeringkan rambutnya. Laki-laki itu terus memikirkan gadis yang semalam ia bawa ke rumahnya dan memberinya tempat tidurnya kepada gadis itu. Laki-laki itu kemudian menyentuh bibir bawahnya.

Flashback On..

Tamara menarik tengkuk leher laki-laki itu saat keduanya sedang berciuman dengan sangat lama. Sehingga beberapa saat, gadis itu mendorong tubuh Dimas. Sehingga ciuman keduanya terlepas.

"Bibir kamu boleh juga," ucap gadis itu dengan nafas yang terengah-engah akibat ciuman mereka berdua.

"Karena semua orang itu sama saja.. sama-sama jahat!" ucap gadis itu lagi dan membuat Dimas yang melihatnya menatapnya dengan bingung.

'Apa yang dia katakan? Siapa yang di bilangnya jahat? Aku kah? Bukankah, dia yang sudah menciumiku lebih dulu.' gumam Dimas dalam hatinya.

Kemudian, laki-laki itu menepuk-nepuk pundak gadis itu. "Hei!! Kamu tinggal di mana, biar aku antarkan kamu pulang."

Tidak ada jawaban dari gadis itu. Sehingga membuatnya kembali menepuk kembali pundak gadis itu. "Hei! Kamu tinggal di mana? Biar aku antarkan pulang."

"...."

Karena tidak mendapatkan respon dari gadis itu. Dimas pun mendekatkan dirinya dan mengambil rambut yang menutupi wajah gadis itu ke belakang. Dan rupanya gadis itu sudah tertidur.

"Rupanya dia tidur. Patut saja aku tanya dia hanya diam saja." ucap Dimas sembari geleng-geleng kepala. Namun, saat laki-laki itu menatap dengan seksama wajah gadis itu. Keluar air mata yang mengalir ke pipinya. Dimas yang melihat itu langsung mengusap air mata itu.

"Dia sebenarnya kenapa?" gumamnya.

Sehingga laki-laki itu mau tidak mau membawanya pulang ke rumahnya. Dan membantunya untuk tidur di tempat tidurnya. Dimas juga menyelimuti tubuh gadis itu dengan selimutnya, kemudian laki-laki itu masuk ke dalam kamar mandinya.

Flashback Off..

Dimas menghela nafasnya dengan berat saat mengingat semalam itu. Ia juga belum sempat menanyakan siapa nama gadis itu. Namun, gadis itu malah pergi tanpa secarik kertas pun.

"Sudahlah, Dimas. Apa yang kamu pikirkan." ucap laki-laki itu pada dirinya sendiri.

.

.

.

...Terimakasih buat kalian semua atas sempatnya sudah mampir ke novel aku yang amburadul ini. Maaf, Jika novel ini masih gak jelas ya! Mohon Dimaafkan, karena saya juga masih pemula untuk belajar membuat novel. Meskipun novelku sangatlah membosankan! Sekali lagi mohon dimaafkan ya....

...Untuk itu jangan lupa untuk tinggalkan like ya, bagi yang berbaik hati. Sekali lagi terimakasih banyak sudah mampir. 🙏...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!