Tiga Bulan Kemudian....
"Apakah sudah siap, Tuan? Sebentar lagi kita akan mendarat di Indonesia."
Lelaki itu mengangguk sambil memberi isyarat untuk meninggalkan dirinya sendiri.
Lelaki itu menatap bayangan wajahnya pada cermin yang ada di dekat sandaran bangku.
Lelaki itu adalah Rama Herlambang, CEO Herlambang Corp yang bergerak di bidang otomotif.
Rama saat ini membantu tugas kakeknya yang sudah tua untuk mengurus perusahaan.
Namun, saat dalam perjalanan kembali dari meninjau pabrik, mobil Rama kecelakaan dan meledak. Beruntung Rama selamat, hanya wajahnya saja yang harus sedikit mendapatkan perawatan supaya dapat kembali seperti semula.
Setelah tiga bulan menjalani perawatan, Rama telah sembuh dan siap bekerja kembali dan mencari tahu siapa yang hendak mencelakai dirinya.
*
*
"Kakek, mau pesan apa?" Tanya Gendis dengan sopan saat melihat seorang kakek berdiri di depan etalase rumah makan tempatnya bekerja.
Kakek itu terlihat bingung.
Gendis meladeni pembeli yang lain, lalu setelah itu dia mengambil nasi lengkap dengan sayur dan lauk serta teh manis hangat. Lalu menepuk bahu si kakek pelan.
"Ayo, Kek. Duduk!"
Gendis membimbing si kakek untuk duduk, lalu menaruh piring berisi nasi lengkap dengan sayur dan lauknya, lalu meletakkan segelas teh hangat dan air putih di depannya.
"Silahkan makan, Kek." Ucap Gendis sambil tersenyum.
Kakek itu tersenyum, lalu perlahan menikmati makanan yang diberikan padanya itu.
Dua bulan yang lalu Gendis pergi merantau ke Jakarta, kota metropolitan untuk menjadi penyanyi di kafe bersama kelompok band.
Saat itu secara tak sengaja, saat Gendis manggung, dia mendengar keponakan dari pemilik hajatan sedang mengeluh mencari vocalis pengganti untuk bandnya sementara waktu, karena vocalisnya sedang hamil.
Gendis langsung mengajukan menawarkan diri menjadi vokalis. Hal itu karena Hendi sedang training di sebuah pabrik otomotif selama enam bulan di kota metropolitan itu.
Itulah yang menyebabkan akhirnya Gendis nekad meninggalkan kampungnya untuk mengadu nasib sambil bisa dekat dengan adiknya.
Setiap akhir pekan, Gendis menyempatkan diri mengunjungi adiknya di mess tempat tinggalnya di dekat pabrik, membawakan makanan dan sedikit penghasilannya untuk uang saku adiknya.
Tak jarang, jika libur, Hendi juga datang ke kafe menonton kakaknya yang manggung, sambil mengunjunginya.
Jika siang hari, Gendis bekerja di warung makan dari pagi hingga menjelang sore.
Ketika menjelang malam, Gendis bekerja menjadi penyanyi di kafe. Bukan hanya satu kafe, tapi ada empat kafe, yang secara rutin menggunakan jasa band tempat Gendis bekerja sebagai penghibur.
"Berapa?" Tanya Kakek menghampiri Gendis yang sedang mengelap piring yang sudah bersih.
"Nggak usah, Kek. Kebetulan ini hampir tutup. Jadi gratis. Tapi,bitu bukan sisa ya, Kek. Saya juga melanda itu juga ini." Gendis menunjukkan kotak bekalnya yang telah berisi makanan dari rumah makan itu juga.
"Terima kasih." Ucap sang kakek.
Lalu kakek itu berlalu dari rumah makan kecil itu..
"Kek..!" Panggil Gendis sambil berlari memanggil sang kakek.
Kakek itu menoleh.
"Ini ada mendoan goreng. Masih hangat. Saya yang membuat. Silahkan dibawa, buat dimakan di rumah."
Gendis menyodorkan plastik berisi mendoan.
Kakek itu, menatap pada Gendis penuh haru.
"Terima kasih, cu. Kamu baik sekali." Kakek itu menerima bungkusan pemberian Gendis.
"Sama sama, Kek. Hati hati di jalan, ya."
Gendis melambaikan tangannya, lalu berbalik kembali ke rumah makan tempat ya bekerja.
*
Gendis tak menyadari bahwa kakek itu adalah orang yang sangat kaya raya. Pemilik perusahaan otomotif dan perkebunan karet, sawit, dan kopi.
Kakek itu bernama Hartawan Herlambang. Pemilik Herlambang Corp yang sedang bosan berada di rumah saja.
Hartawan sangat terkesan dengan Gendis. Gadis yang Ayu, tutur katanya sopan, bahkan melayani pembeli dengan ramah, tanpa membeda-bedakan mau itu muda atau tua, dandanan rapi atau kumel, ganteng atau tidak, laki laki atau perempuan. Gendis selalu tersenyum ramah saat meladeni pembeli.
Bahkan saat ada yang merayunya, gadis itu hanya tersenyum, dan tak menanggapinya, namun tetap melanjutkan pekerjaannya.
Hartawan, beberapa kali menikmati makanan di warung itu.
Mulanya, dia bosan di rumah. Karena kelaparan, dia mampir ke warung makan yang menjajakan masakan rumahan ala warteg.
"Yah, aku lupa nama gadis itu." Hartawan menepuk keningnya, lalu berjalan menuju sebuah mobil mewah yang terparkir di halaman sebuah hotel.
Setelah duduk di bangku belakang, Lelaki tua itu meminta sopirnya untuk segera pulang. Karena hari ini adalah kepulangan dari Rama, cucu kesayangannya.
*
"Kakek..!" Rama memeluk Hartawan Herlambang dengan rasa sayang saat mereka berjumpa.
Hartawan memiliki dua anak, yaitu Restu dan Dimas.
Restu menikah dengan sahabatnya, bernama Silvi. Yang telah dikaruniai dua anak Karina dan Rama.
Dimas juga telah menikah dengan Mayang, dan mereka belum dikaruniai anak.
Keluarga Herlambang telah membangun bisnis mereka turun temurun.
Restu, ayah Rama merupakan pemimpin yang handal dan pekerja keras serta disiplin. Namun, sayang kecelakaan membuatnya kehilangan nyawa, dan membuat kesedihan tersendiri pada keluarga Herlambang, terutama bagi Rama dan Hartawan.
Karina memilih cita citanya menjadi dokter bedah, dan menolak meneruskan tampuk kekuasaan perusahaan.
Dimas telah memiliki bagiannya sendiri dalam perusahaan, namun, sang istri Mayang ternyata memiliki niat berbeda.
Mayang sengaja masuk ke keluarga Herlambang untuk mengeruk keuntungan sendiri.
Mayang memiliki niat tersendiri, bahkan secara berani melakukan hal yang tidak baik bagi keluarga itu.
Kecelakaan Rama tempo hari adalah ulah dari suruhan Mayang, yang menginginkan seluruh kekayaan keluarga Herlambang jatuh ke tangannya. Bahkan kecelakaan Restu, juga merupakan ulahnya juga.
Silvi, istri Restu menyadari hal itu, namun, dia belum ada buktinya. Namun, dia telah curiga, bahwa saudara iparnya itu yang telah berbuat jahat pada keluarganya.
"Wow... Lihatlah, cucuku terlihat sangat tampan sekali, sudah seperti artis Korea!" Seru Hartawan sambil memegang pipi Rama, cucunya.
Silvi yang menyaksikan hal itu terkekeh.
"Kakek, aku operasinya di Amerika, bukan di Korea." Sahut Rama sambil tersenyum lebar.
"Mau operasi di mana saja, kamu tetap cucu tampannya kakek. Wajahmu itu mengingatkan akan papamu."
Rama terdiam menatap kakeknya. Keduanya tenggelam dalam rasa sedih selama ini.
"Bagaimana, jika kita makan dulu! Tadi Mama sudah memasak soto ayam kampung kesukaan kamu." Silvi mengalihkan pembicaraan sambil mendekati putranya.
"Ayo, ayah juga harus makan. Aku tidak mau, sakit ayah akan kambuh, jika tidak teratur makannya! Karina sampai kesal dibuat oleh Kakek, karena bandel makannya." Silvi menggelengkan kepalanya.
Rama terkekeh.
Silvi menggandeng dua lelaki beda jaman itu menuju ke meja makan, lalu menyiapkan piring dan menaruhnya tepat di depan dua lelaki itu.
Hartawan menatap menantunya dengan rasa sayang.
"Aku ingin punya cucu mantu yang seperti kamu, Vi!" Celetuk Hartawan.
Silvi hanya tersenyum sambil melirik ke arah Rama.
Rama pura pura tak mendengar ucapan kakeknya itu.
Usai kekasihnya yang seorang artis itu meninggalkan Rama, berpaling dengan bodyguardnya lima tahun silam, membuat Rama tak percaya namanya cinta.
Menganggap wanita hanyalah pemuas dan hiburan saja baginya selama ini.
"Jadi, kamu harus banyak belajar setelah ini." Ucapan kakek bagai titah, seketika mendapat perhatian dari Rama.
"Aku janji akan membantu kakek." Sahut Rama dengan raut wajah serius.
"Kakek tahu. Tapi kakek tidak ingin kamu melakukan sendiri. Kakek sudah tua, kakek ingin sekali menimang cicit darimu sebelum kakek meninggal."
"Tapi, Kek."
"Sudahlah Ram, mau sampai kapan lagi, kamu akan menutup hatimu. Perempuan itu bukan hanya pemain sinetron itu saja. Masih banyak perempuan yang lain. Kamu harus mencari yang seperti mamamu. Seorang perempuan yang setia dan kuat secara mental." Pesan sang kakek.
Rama hanya bisa menghela napas. Silvi tersenyum sambil menepuk bahu putranya dengan sayang.
"Kamu adalah penerus Kakek, setelah papamu tiada."
"Kan ada Om Dimas?"
Kakek menggelengkan kepalanya.
"Bagian Dimas sudah ada. Kau tahu, kakek tidak bisa membandingkan kinerja kamu dan om kamu. Tapi, jujur, kakek lebih sreg denganmu. Kamu itu gesit dan lincah seperti papamu. Lagi pula, kamu tahu istri Dimas itu seperti apa gaya hidupnya. Kakek tidak mau perusahaan yang telah susah payah dirintis, lalu papamu telah berjuang dengan segenap hidupnya mengabdikan pada perusahaan, hancur karena ulah iparnya yang bergaya sosialita."
"Tapi, Kek.."
"Ssttt.... Tidak ada tapi tapian. Jika dalam satu bulan kamu tak punya kandidat, biar kakek yang mencarikan untukmu, dan kamu tidak boleh menolaknya." Kakek telah mengangkat telunjuknya, memberi isyarat tak dapat dibantah.
"Atau kamu ingin perusahaan ini hancur ditangan om kamu!" Ancam kakek kemudian.
Silvi menepuk bahu Rama dengan lembut.
Rama hanya bisa menghela napas dalam-dalam.
Ucapan kakek membuat selera makannya langsung hilang, padahal soto ayam kampung buatan mamanya adalah makanan favoritnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
GK PUNYA ANAK SAJA TU TAMAK ISTRI DIMAS, KLO PNY ANAK PSTI LBH TAMAK,, APA DIMAS JUGA IKUT2AN ISTRINYA UNTUK KUASAI SEMUA HARTA ORTUNYA....
2023-08-11
0