Hendi sangat terkejut saat melihat dengan jelas sosok yang merintih minta tolong itu. Seorang lelaki, berlumur darah, dan agak kehitaman gosong.
"Astaga!" Pekik Hendi, mempercepat langkahnya dan menghampiri sosok itu, lalu memapah tubuh lelaki itu.
"Pak, apakah anda bisa mendengar saya?" Tanya Hendi.
"Tolong aku." Ucapnya lirih.
"Kak, sini, bantu aku!" Teriak Hendi dari arah semak tadi.
Gendis berlari kecil menghampiri Hendi, dan melihat sendiri sosok lelaki berlumur darah dan agak gosong.
"Astaga, Hen! Apa ini?" Gendis menutup mulutnya dengan tangannya karena terkejut.
"Kita harus menolongnya, Kak! Ayo bantu aku bawa ke gerobak." Sahut Hendi.
Gendis bergegas membantu Hendi, memapah lelaki yang terluka itu, dan m membawa ke gerobak.
Hendi menata kembali peralatan musiknya, dan memberi ruang kosong pada lelaki itu supaya dapat diletakkan di atas gerobak.
"Hen, kayaknya susah kalo ditaruh di situ. Sudah, bonceng saja. Aku yang duduk di gerobak." Gendis memberi saran.
Hendi menghela napas, sambil menatap kakaknya lalu manggut-manggut setuju.
"Pak, bapak bisa dengar saya?" Tanya Hendi pada lelaki yang kini dipapah oleh Gendis.
Lelaki itu mengangguk lemah.
Hendi telah naik ke motornya, Gendis memapah dan membantu lelaki yang terluka itu naik ke motornya dengan baik. Gendis memastikan, lelaki itu untuk berpegang pada Hendi. Lalu naik ke gerobak.
"Sudah, Kak?"
"Sudah. Ayo jalan!"
Motor butut dengan banyak muatan itu akhirnya melaju dengan kecepatan maksimalnya menembus kegelapan malam dan dinginnya udara saat itu.
"Hen, bisa lebih cepat lagi nggak? Sepertinya mau hujan." Teriak Gendis sambil membuka tangannya.
"Ini sudah kecepatan maksimal, kak." Sahut Hendi dengan suara kencang.
Akhirnya mereka tiba di sebuah rumah yang semi permanen. Rumah kecil terlihat asri, dengan penerangan lampu 5 Watt.
Hendi langsung menghentikan motornya di teras rumah, Gendis dengan cekatan langsung memegangi lelaki yang terluka itu.
Hendi membuka pintu rumah, dan langsung membantu kakaknya memapah, membawa masuk lelaki itu ke dalam rumah.
Gendis dan Hendi meletakkan lelaki itu di kursi ruang tamu, yang terbuat dari kayu.
Gendis segera mengambil bantal dan kain untuk sandaran lelaki itu.
Lelaki yang terluka itu hanya memperhatikan Gendis dan adiknya yang lalu lalang di depannya.
Gendis membawa baskom dan perlengkapan p3k dan menaruh di meja. Sedangkan adiknya sibuk memasukkan barang yang ada di luar.
Lalu tak lama hujan turun dengan derasnya. Angin berhembus kencang, membuat Gendis menutup pintu rumahnya.
"Kamu bersihkan diri dulu, istirahat, besok kamu harus sekolah." Ucap Gendis pada adiknya.
Lalu dia menghampiri lelaki itu dan membersihkan tubuh lelaki itu.
Gendis membuka kemeja lelaki itu yang menghitam karena terbakar.
Berkali-kali gendis mengucapkan kata ya ampun, astaga, aduh, saat membersihkan luka pada tubuh lelaki itu.
Saat membersihkan luka di wajah lelaki itu, Gendis menatapnya dengan rasa iba.
Saat membersihkan bagian punggung, terlihat sebuah tato dengan gambar naga pada punggung sebelah kanan.
Gendis menghela napas dalam-dalam, berdoa semoga lelaki ini adalah orang baik, dan tidak bermaksud jahat padanya dan adiknya. Gendis selalu beranggapan, jika lelaki bertato adalah preman.
Gendis lalu meneruskan membersihkan luka dan memberi obat pada luka bakarnya.
Lelaki itu menatap wajah Gendis yang masih memakai riasan sedikit menor, dengan lipstik merah cabe. Aroma wangi parfum murahan, dan pakaian seksi. Sebenarnya bukan seksi. Saat itu Gendis mengenakan celana jeans agak ketat, dan kemeja dengan belahan dada agak sedikit terbuka.
Lelaki itu mengira Gendis adalah wanita panggilan.
Tapi, saat melihat sekilas benda dalam gerobak, adalah alat musik, dan mic speaker, lelaki itu tersenyum.
"Mungkin dia seorang penyanyi kampung." Tebak lelaki itu dalam hati.
"Kamu ganti bajumu dengan pakaian ini, supaya nyaman."
Gendis menyodorkan kaos dan celana panjang pada lelaki itu.
Lelaki itu mengangguk, lalu gendis membantunya menuju kamar, untuk berganti pakaian.
Setelah itu, Gendis menaruh pakaian yang penuh dengan darah dan terbakar, dimasukkan dalam kantong plastik.
Gendis membiarkan lelaki itu merebahkan tubuhnya ke atas kasur kamar itu dan beristirahat.
*
"Kamu sarapan dulu, nanti sebelum berangkat sekolah kamu bawa orang itu ke Puskesmas. Nanti aku susul jalan kaki." Gendis meletakkan makanan pemberian Bu Lurah dari hajatan semalam.
"Iya, Kak." Hendi keluar dari kamarnya sambil merapikan pakaian seragamnya.
"Alhamdulillah, hasil saweran banyak. Kita bisa lunasi hutang kita ke Mas Bayu." Ucap Gendis sambil tersenyum.
"Alhamdulillah, ya, Kak." Sahut Hendi sambil duduk di kursi makan.
"Aku mandi dulu, ya. Kalau orang itu sudah bangun, tolong bantu sebentar." Pesan Gendis, dan dijawab anggukan kepala oleh Hendi.
Usai membersihkan tubuhnya, Gendis kembali ke ruang tengah.
Di sana lelaki yang terluka itu telah duduk di kursi makan bersama Hendi.
Menikmati makanan yang ada di sana.
Gendis tersenyum.
"Kamu sudah bangun. Bagaimana lukamu?" Gendis menghampiri sambil memeriksa beberapa luka bakar yang sedikit parah di bagian punggung dan wajah.
Gendis tertegun saat menatap wajah lelaki itu.
Ternyata wajah tampan, tidak seperti orang biasa.
Gendis menundukkan kepalanya tak enak dan malu, lalu mundur dan berlalu ke dapur.
"Mau kopi atau teh?" Tanya Gendis dari dapur.
"Kopi, jangan terlalu manis." Sahut lelaki itu dengan suara bariton nya.
Tak lama Gendis keluar dari dapur sambil membawa secangkir kopi dan meletakkan di depan lelaki itu.
"Terima kasih."
Gendis mengangguk.
"Nanti Hendi akan mengantar kamu ke puskesmas, supaya lukamu dapat ditangani dengan baik. Nanti aku akan susul ke sana sambil jalan kaki."
Lelaki itu mengangguk sambil menyesap kopinya.
Wajah Gendis yang tanpa make up terlihat lebih cantik. Cantik natural, dengan kulit kuning Langsat. Membuat lelaki itu sedikit terpana menatap Gendis.
"Ayo Hen, buruan makannya! Ini bekalnya, jangan lupa! Lalu ini uang sakumu." Gendis menaruh kotak makan dan botol minum di atas meja, dan selembar uang sepuluh ribu.
Si adik, memasukkan kotak makan dalam tas, dan botol minum di sela tas.
*
Lelaki itu kini tengah dalam perawatan dokter di puskesmas kampung Gendis.
"Bagaimana Dokter lukanya?" Tanya Gendis dengan raut khawatir.
"Tenang saja Mbak. Untung lukanya segera dibersihkan, jika tidak mungkin akan lebih parah. Untuk wajahnya, mungkin perlu ke dokter kulit." Terang Sang dokter.
Gendis memeriksa ponselnya yang ternyata dari Mas Bayu yang memberi pekerjaan padanya untuk menghibur di hajatan.
Tanpa berpamitan, Gendis buru buru pergi meninggalkan puskesmas itu dan menuju ke tempat Mas Bayu untuk bersiap-siap bekerja.
*
Beberapa orang berpakaian rapi menuju ke puskesmas, dan dengan mudah menemukan lelaki itu, lalu setelah membayar biaya pengobatan, langsung membawa pergi sang lelaki misterius korban mobil meledak itu.
Tak selang lama mobil yang membawa lelaki misterius itu pergi, datanglah polisi menuju ke puskesmas.
Lelaki misterius itu hanya melirik sekilas pada mobil polisi yang berpapasan dengannya.
Lelaki itu, sekilas menoleh kembali ke desa kecil itu, saat mobil melintasi gapura keluar dari sana. Lalu mengenakan kacamata hitamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Zuraida Zuraida
pasti big boss
2023-07-21
0