Episode 4.

Selepas kepergian Revan dan Sofia, Diana menyandarkan tubuh lemas nya di dinding, kakinya gemetaran dan seperti tak bertenaga. Setelah empat tahun, kenapa hari ini dia harus bertemu lagi dengan pria yang sudah merusak hidupnya? Dan sialnya lagi, pria itu sekarang adalah kekasih sepupunya. Apa yang akan dia lakukan? Haruskah dia mengatakan yang sebenarnya atau justru merahasiakan semuanya sampai dia mati?

Diana memejamkan mata, bayang-bayang pergulatan panas dirinya dan Revan malam itu seketika berlarian di ingatannya, membuat rasa benci serta amarah kembali berkobar di dalam dirinya. Luka di hati Diana yang hampir mengering kini seolah kembali terkoyak dan kian terasa perih.

"Bunda!" tegur Dafa yang sudah berdiri di hadapannya.

Diana terkejut dan sontak membuka mata, dia lantas berjongkok lalu memeluk tubuh kecil putranya itu dengan sangat erat. Air matanya seketika jatuh menetes dengan begitu pilu.

"Bunda kenapa?" tanya Dafa saat tahu sang ibu menangis.

"Bunda enggak apa-apa, sayang." Diana mengusap air matanya dengan getir.

"Tadi siapa yang datang?"

Diana termangu, bibirnya seolah mendadak kelu dan sulit mengeluarkan kata-kata.

"Bunda, kenapa diam?"

"Hem, tadi itu temannya Tante Sofia," jawab Diana kemudian, hanya jawaban ini yang paling masuk akal agar mudah dicerna oleh otak anak sekecil Dafa.

"Terus teman Bunda mana?" tanya bocah itu lagi.

Diana melepaskan pelukannya dan menatap wajah gemas Dafa, "Kita tunggu, ya! Sebentar lagi pasti datang."

Dafa pun mengangguk.

"Siapa yang datang, Di? Tadi tiba-tiba perut Tante sakit, jadi Tante ke kamar mandi." Siska buru-buru datang.

Diana gugup dan salah tingkah, "Hem, kekasihnya Sofia, Tan."

"Sekarang mana mereka?"

"Sudah pergi, Tan," jawab Diana dengan wajah sendu.

"Loh, kenapa enggak pamitan dulu? Itu anak kadang-kadang, ya! Padahal Tante penasaran dengan pacar barunya itu," gerutu Siska.

Diana tak menjawab, dia sedang berusaha menahan perasaan sakit bercampur sedihnya.

"Selamat malam."

Diana dan Siska langsung menoleh ke arah pintu, seorang pria hitam manis sudah berdiri di sana dengan senyum mengembang.

"Mas Raka?" Diana langsung berdiri.

"Maaf, aku agak telat," ucap pemuda bernama Raka itu.

"Enggak apa-apa," balas Diana, lalu memandang Siska, "kami pergi dulu, ya, Tan."

"Iya, hati-hati," sahut Siska.

"Permisi, Tante," ucap Raka sopan.

Siska mengangguk dan tersenyum.

Sementara itu di dalam mobil mewah berwarna hitam yang dia kemudikan, Revan masih memikirkan Diana. Dia tak menyangka akan bertemu wanita itu lagi setelah sekian lama.

"Oh iya, itu tadi siapa yang bukain pintu?" tanya Revan yang penasaran dengan hubungan antara Diana dan sang kekasih.

Wajah Sofia seketika cemberut, "Sepupu aku, memangnya kenapa?"

"Enggak apa-apa, aku cuma tanya aja," jawab Revan, lalu kembali bertanya, "dia tinggal di rumah kamu?"

"Iya, dia numpang di rumah aku bersama putranya," jawab Sofia ketus.

"Suaminya ke mana?"

"Enggak ada!"

Revan mengernyit, "Enggak ada gimana? Maksudnya dia udah bercerai?"

"Ish, kamu kenapa tanya-tanya dia melulu, sih?" protes Sofia, dia mendadak kesal karena kekasihnya itu terus bertanya tentang Diana. Dia takut kejadian yang sama terulang lagi, di mana pria yang dia suka kepincut dengan kecantikan sepupunya itu.

"Aku cuma mau tahu aja!" dalih Revan.

Sofia mengubah posisi duduknya dan menatap Revan dengan jengkel, "Sebenarnya yang pacar kamu itu aku atau dia, sih?"

"Ya kamulah!"

"Ya sudah, kalau begitu kamu enggak perlu tahu tentang dia!"

"Sayang, sepupu kamu kan bakal jadi sepupu aku juga nanti. Jadi apa salahnya aku tahu tentang dia?" Revan berusaha mengambil hati Sofia dengan kata-kata manisnya.

Dan berhasil, Sofia pun melunak.

"Iya, sih. Tapi aku enggak suka kamu tanya-tanya tentang dia," rengek Sofia manja.

"Ya sudah, aku minta maaf, ya!"

Sofia mengangguk dan tersenyum, dia memang selalu luluh dengan sikap dan ucapan manis Revan.

***

Di sebuah restoran yang memiliki arena bermain, Diana dan Eliana sedang menyantap makanan sembari mengawasi Dafa yang bermain bersama Raka. Bocah tiga tahun itu tampak senang dan ceria.

Sejak tadi sebenarnya Diana terus terpikir tentang Revan, hatinya sakit dan marah, tapi dia berusaha menutupi semua itu agar tak satu pun orang tahu apa yang tengah dia rasakan saat ini.

"Mereka cocok, ya? Kelihatan seperti ayah dan anak sungguhan." Eliana berkomentar sambil menatap putranya dan putra Diana yang terlihat sangat akrab.

Diana tersentak dan tersenyum canggung.

"Kamu enggak mau mempertimbangkan kata-kata ibu tadi pagi?" sambung Eliana.

Diana mengernyit dan pura-pura tak tahu, "Kata-kata yang mana, Bu?"

"Menikahlah dengan Raka dan jadilah menantu Ibu!"

Diana bergeming, dia bingung harus mengatakan apa lagi. Dia sudah pernah menolak, tapi Eliana dan Raka seolah tak mau menyerah.

"Di, cobalah pikirkan baik-baik! Anak kamu masih terlalu kecil, dia butuh sosok seorang ayah. Kamu lihat betapa bahagianya dia saat bermain bersama Raka, apa kamu enggak ingin melihat dia terus bahagia seperti itu? Ibu yakin Raka bisa menjadi ayah yang baik untuknya."

Diana teringat ucapan Siska yang sama persis dengan apa yang Eliana katakan barusan. Kenapa semua orang seolah kompak mendesaknya untuk menikah? Apakah statusnya saat ini begitu buruk dan menganggu?

"Lagian kalau kamu menikah, kamu enggak perlu capek-capek lagi bekerja. Kamu tinggal duduk manis di rumah dan menjaga anak kamu. Ibu bisa pastikan kamu akan hidup tenang dan bahagia, begitu juga dengan anak kamu," lanjut Eliana, dia benar-benar menyukai Diana dan berharap wanita itu bisa menjadi menantunya.

"Tapi aku memiliki masa lalu yang buruk, Bu. Aku takut itu akan merusak nama baik keluarga Ibu nantinya," keluh Diana dengan kepala tertunduk.

"Di, setiap orang punya masa lalu. Apa pun masa lalu mu, Ibu dan Raka pasti bisa menerimanya." Eliana berusaha meyakinkan Diana.

Diana terdiam, yang Eliana katakan memang benar, tapi apa wanita itu tetap akan menerima dia sebagai menantu jika tahu dia pernah dijebak dan dijual kepada pria hidung belang hingga akhirnya hamil tanpa suami. Selama ini yang Eliana tahu, Diana seorang janda muda yang ditinggal mati suaminya. Alasan itu sengaja dia dan Siska katakan kepada orang-orang demi menutupi aibnya.

"Bunda!" Dafa berlari dan langsung duduk dipangkuan Diana, membuat lamunan wanita itu buyar.

"Eh, sudah selesai mainnya?" tanya Diana.

"Sudah, tapi aku lapar," adu Dafa manja.

"Iya, aku juga lapar," sambung Raka yang ikut-ikutan manja.

"Kalau begitu kalian makan, deh!" pinta Diana sembari menyodorkan makanan ke hadapan Raka dan Dafa.

Eliana tersenyum melihat kedekatan putranya dengan Diana dan Dafa, sejak lama dia menyukai wanita itu dan berharap bisa meminangnya menjadi menantu.

***

Setelah puas bermain serta makan malam bersama, Raka mengantarkan Diana dan Dafa yang sudah tertidur pulang ke rumah. Sedangkan Eliana sudah lebih turun di rumahnya, wanita paruh baya itu sengaja memberikan waktu agar sang putra bisa lebih leluasa berbicara dengan Diana.

"Terima kasih untuk semuanya, ya, Mas," ucap Diana setelah meletakkan Dafa di sofa ruang tamu.

"Sama-sama," balas Raka.

"Maaf kalau tadi Dafa ngerepotin Mas."

"Enggak, kok! Aku justru senang bisa bermain bersama dia, soalnya dia pintar dan lucu," sahut Raka diselingi tawa kecilnya.

Di saat bersamaan, sebuah mobil hitam mewah memasuki pekarangan rumah Siska dan berhenti tepat di samping mobil Raka. Revan dan Sofia pun turun dari mobil tersebut.

Melihat kemunculan Revan lagi, Diana seketika tegang dan canggung, jantungnya berdebar kencang.

Revan menatap Diana dan Raka bergantian, sesaat pandangannya bertemu dengan mata Diana, namun dengan cepat wanita itu memalingkan wajah.

Sofia bergelayut di lengan Revan untuk memamerkan kemesraan kepada Raka dan Diana.

"Aku masuk dulu, ya, Mas. Sekali lagi terima kasih, selamat malam."

"Iya, selamat malam," balas Raka.

Diana buru-buru masuk ke dalam rumah tanpa memandang ke arah Revan dan Sofia. Raka pun pergi setelah sempat melempar senyuman pada dua insan yang berdiri tak jauh darinya itu.

"Mas masuk dulu, yuk!" ajak Sofia.

"Lain kali aja, aku lelah dan ingin istirahat."

"Ya udah, deh."

"Aku pulang, ya? Selamat malam." Revan bergegas masuk ke dalam mobilnya dan melesat pergi.

Wajah Sofia berubah masam karena Revan pergi begitu saja tanpa memberikan kecupan selamat malam, padahal tadi dia berharap pria itu menciumnya. Dari balik jendela, Diana mengawasi mereka dengan perasaan campur aduk.

***

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

perasaan Revan terbagi setelah melihat ada Diana..apatah lagi kalo dia tau ada anaknya bersama Diana

2023-06-14

0

Enisensi Klara

Enisensi Klara

semoga saja nanti Revan bisa lihat Dafa ,kira2 gimana reaksinya yah 🤔🤔🤔

2023-04-15

1

Enisensi Klara

Enisensi Klara

Revan ga lihat Dafa kah ???

2023-04-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!