Diana (Gadis Yang Ternoda)
Siang yang terik ini menjadi saksi perjuangan Diana mencari pekerjaan namun dia tak kunjung menemukannya. Diana yang hanya tamatan SMA tak bisa berharap banyak untuk mendapatkan pekerjaan enak, dari satu toko ke toko lain dia menawarkan diri agar bisa diterima bekerja, tapi semua nihil.
Dengan lelah gadis berambut panjang itu duduk di halte bus, peluh menetes di sekitar pelipis dan lehernya. Dia tak boleh menyerah, dia harus mendapatkan pekerjaan agar bisa menyambung hidup dan mengobati ibunya yang sedang sakit parah.
"Aku harus mencari pekerjaan di mana lagi?" keluh Diana sembari mengusap keringat di dahinya, tenggorokannya terasa kering sebab panas dan berkeringat membuatnya sedikit dehidrasi.
Sebuah mobil berhenti tepat di depan Diana, kemudian seorang wanita berpakaian seksi dengan dandanan sedikit menor keluar dari mobil tersebut.
"Hai, Diana!" sapa wanita itu.
Diana memicingkan matanya memperhatikan wanita itu, namun kemudian membelalak kala mengingat siapa seseorang yang sedang berdiri di hadapannya saat ini.
"Miranti?" Diana sontak beranjak dari duduknya.
Wanita bernama Miranti yang merupakan teman SMA Diana itu tersenyum lebar saat dia dikenalin.
"Wah, kamu beda banget! Aku sampai pangling dan enggak mengenalimu!" Miranda memeluk temannya itu.
Miranti balas memeluk Diana, "Pantas kamu kayak orang bingung gitu waktu aku tegur."
Keduanya mengurai pelukan dan Diana mengamati Miranti dari bawah sampai atas, "Kamu cantik banget sekarang, kerja apa?"
"Aku penyalur tenaga kerja, Di," jawab Miranti.
Diana terkesiap, "Oh iya? Kerja apa? Kebetulan aku lagi mencari pekerjaan, Mir."
"Kerja di hotel."
"Sebagai apa? Aku cuma tamatan SMA, paling bisa jadi cleaning servis dong!"
"Iya, gitu lah. Antara cleaning servis atau house keeping, deh!"
"Kalau begitu bantu aku, ya? Aku lagi butuh pekerjaan banget!" rengek Diana memohon.
Miranti bergeming sembari memperhatikan Diana dari ujung kaki sampai ujung kepala.
"Mir, gimana?"
"Baiklah, kalau kamu mau pekerjaan. Nanti malam pukul tujuh datang aja ke hotel Grand Luxury, tapi kamu harus berdandan yang cantik dan pakai pakaian yang bagus! Soalnya kita mau bertemu seseorang yang akan memberimu pekerjaan, nanti kita bertemu di sana," ujar Miranti.
"Kenapa bertemunya harus malam, Mir?"
"Karena dia bisanya malam, kalau siang dia ada pekerjaan lain," dalih Miranti.
"Baiklah, aku akan datang. Kalau gitu aku minta nomor telepon kamu, ya?"
Miranti mengangguk kemudian menyebutkan satu per satu nomor dan Diana buru-buru mencatatnya.
"Sampai bertemu nanti malam, ya. Aku masih ada urusan lagi," ucap Miranti.
"Iya, Mir. Terima kasih, ya!"
Miranti tersenyum dan bergegas masuk ke dalam mobilnya, kemudian melesat pergi.
"Akhirnya aku akan mendapatkan pekerjaan!" Diana tertawa senang.
***
Malam harinya, Diana sudah tiba di hotel yang Miranti maksud, dia berdandan cantik dan mengenakan stelan kemeja putih lengan pendek serta rok hitam sebatas lutut. Diana merasa penampilannya ini sudah cukup bagus dan rapi.
Dari kejauhan Miranti berjalan menghampiri Diana, "Hai, Di. Kamu kok pakai baju gini?"
"Kan mau interview, jadi aku pakai pakaian yang rapi seperti ini," jawab Diana polos.
"Enggak usah! Pakai baju biasa aja, ini bukan interview kerja yang formal, kok. Kamu jadi seperti anak magang kalau gini."
Diana mengernyit heran,"Aku kirain ini interview kerja seperti biasanya. Jadi gimana, dong!"
"Kebetulan aku ada bawa baju ganti di mobil, kamu pakai itu aja."
Diana mengangguk, "Ya sudah, deh!"
"Tunggu sebentar!" Miranti kembali ke mobilnya dan mengambil pakaian yang akan dia pinjamkan ke Diana.
Keduanya pun lantas masuk ke dalam hotel berbintang itu dan menuju kamar mandi.
Setengah jam kemudian, Diana sudah berdiri di depan cermin wastafel dengan wajah masam. Dia sudah mengenakan pakaian yang Miranti pinjamkan, namun dia sangat merasa tak nyaman. Bagaimana tidak, pakaian itu sangat terbuka, dia merasa risih sendiri.
"Apa enggak ada baju lain, Mir? Ini terlalu seksi, aku enggak pede!"
"Enggak ada, Di. Tapi kamu cocok pakai ini, cantik banget malah," puji Miranti.
Diana mengamati pantulan dirinya di cermin, dress dengan kerah Sabrina yang memamerkan pundak serta sebagian dadanya memang sangat cantik, tapi dia tak terbiasa memakai pakaian seperti ini.
"Sudah, jangan banyak mikir! Kita harus cepat menemui orang itu, nanti kamu bisa kehilangan pekerjaan kalau kelamaan," desak Miranti.
"Iya-iya, deh!" Diana pasrah.
"Eh, tunggu! Biar enggak gugup, kamu minum dulu!" Miranti mengeluarkan sebotol minuman rasa stroberi dan memberikannya pada Diana.
"Apa ini, Mir?" selidik Diana.
"Cuma minuman soda, sudah cepat minum!"
Diana pun menenggak minuman itu, Miranti menyeringai licik.
"Sekarang kita pergi! Yuk!" ajak Miranti.
Keduanya meninggal toilet dan buru-buru naik lift menuju lantai atas.
***
Diana dan Miranti tiba di depan pintu salah satu kamar hotel, tak lama kemudian pintu itu terbuka setelah Miranti mengetuknya beberapa kali.
Seorang pria berwajah cukup ganteng yang mengenakan kemeja hitam menatap mereka dari balik pintu.
"Hem, Tuan. Ini Diana, yang tadi saya ceritakan," ujar Miranti.
"Silakan masuk!" pinta pria itu.
"Kamu masuk sana! Ingat ya, lakukan apa yang dia suruh, jangan melawan. Nanti kamu akan mendapatkan banyak uang dari dia," bisik Miranti.
"Maksudnya aku langsung kerja?" tanya Diana bingung.
"Iyalah, sudah cepat masuk!" Miranti mendorong pundak Diana.
"Tapi, Mir. Kamu ...." Diana mulai bimbang.
"Mari masuk!" Pria itu kembali bersuara.
Dengan ragu Diana melangkah masuk, dia masih berusaha berpikir positif meskipun perasaannya mulai tidak enak. Entah mengapa dia merasa gelisah, jantungnya berdebar kencang seperti ada sesuatu yang aneh di dalam dirinya.
"Nama kamu siapa?" tanya pria itu seraya mengunci pintu kamar.
"Diana, Pak."
"Jangan panggil bapak, aku rasa kita seumuran. Panggil Revan aja," pinta pria bernama Revan itu sembari berjalan mendekati Diana.
"I-iya." Diana mundur, perasaannya semakin tak enak, dia kian merasa tak nyaman dan gelisah.
"Malam ini kita akan bersenang-senang, cantik." Revan hendak meraih tangan Diana, tapi dengan cepat gadis itu mengelak dan menghindar.
"Maaf, saya .... ah ...." Diana ingin pergi dari kamar itu, tapi langkahnya terhenti karena mendadak kepalanya terasa pusing dan pandangannya mengabur.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Revan, dia memeluk Diana dari belakang dan menempel dagunya di pundak gadis itu.
Diana merasa sesuatu mulai terpancing, dia merinding tapi masih berusaha melepaskan diri dari pelukan Revan. Namun tentu Revan tak ingin melepaskannya begitu saja, dia semakin mengeratkan pelukannya dan menciumi leher Diana, sehingga membuat gadis itu mendesah sambil memejamkan matanya.
Diana heran kenapa tubuhnya bereaksi aneh saat mendapatkan sentuhan dari Revan, dia seolah ingin meminta lebih padahal hati kecilnya menolak.
Revan semakin melancarkan aksinya, dia mencumbui Diana sampai gadis itu tak bisa menahan diri lagi.
Akhirnya malam itu mereka mengarungi surga dunia dalam kenikmatan, Revan merenggut kehormatan Diana tanpa ada perlawanan yang berarti dari gadis malang itu, karena dia juga sedang dikendalikan oleh hasrat yang memuncak.
Sementara itu di lobi hotel, Miranti tersenyum senang melihat jumlah uang yang tadi siang Revan transfer ke rekeningnya.
"Maafkan aku, Diana! Kamu butuh uang, aku juga," gumam Miranti sinis, Diana tak tahu jika tadi dia sudah mencampurkan obat perangsang ke dalam minuman yang gadis itu minum.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Yovita Babut
Diana yg bodoh masa mau sj diajak kehotel,tmat SMA itu pling tdk otaknya pasti tahu mana yg baik dan tdk🤦
2023-09-20
0
Yunerty Blessa
kasian Diana kena jebakan oleh Miranti..
2023-06-14
1
Enisensi Klara
aku mampir kak Nevi ,maaf baru tau ada yg baru ,jarang buka FB
2023-04-15
1