Diana masih terjaga meskipun hari sudah larut, dia tak bisa tidur karena memikirkan ucapan Eliana dan kemunculan Revan. Dua hal itu sangat menggangu pikirannya saat ini.
Dia memandang wajah Dafa yang tertidur pulas sambil memeluk mainan baru pemberian Raka, putranya itu masih terlalu kecil dan sudah harus merasakan tidak adilnya dunia. Di saat anak-anak lain tertawa bahagia bersama ayah dan ibu mereka, Dafa justru tergelak riang dengan orang lain.
Diana dilema, haruskah dia menerima niat baik Raka dan Eliana? Tapi dia tak mencintai Raka, walaupun pria itu serta sang mama sangat baik dan menyayangi Dafa. Dia juga ragu apakah Raka dan Eliana akan tetap menyukainya jika tahu apa yang telah menimpanya di masa lalu hingga malaikat kecilnya itu hadir ke dunia?
Atau sebaiknya dia jujur mengatakan jika Revan lah ayah biologis putranya itu? Tapi dia tak ingin menyakiti perasaan Sofia, bagaimana pun dia menyayangi sepupunya itu dan berhutang budi pada Siska.
Diana mengembuskan napas untuk mengurangi rasa sesak di dalam dadanya, dia benar-benar bingung saat ini.
"Apa yang harus aku lakukan, Tuhan? Keputusan apa yang sebaiknya aku ambil?" gumam Diana lirih.
Dia stres memikirkan semua ini, kenapa takdir tak henti-hentinya mempermainkan dirinya? Kenapa dia seolah tak diberikan kesempatan untuk hidup tenang dan bahagia bersama sang putra?
"Maafkan Bunda, ya, sayang." Diana lantas mengusap kepala Dafa dengan penuh kasih sayang.
"Bunda enggak bisa membahagiakan kamu, Bunda bukan ibu yang baik untuk kamu," lanjut Diana, bulir-bulir air matanya jatuh menetes namun buru-buru dia usap.
Diana kemudian mencium pipi gembul Dafa, lalu mengelusnya perlahan. Setelah bertemu dengan Revan lagi, Diana baru sadar jika pernak-pernik wajah sang putra mirip dengan pria itu. Alis tebalnya, hidung mancungnya dan sorot matanya yang tajam sama persis, bahkan bentuk bibirnya juga.
Diana takut jika nanti Revan melihat Dafa, dia akan sadar jika bocah itu mirip dengannya. Diana tak mau Revan tahu jika Dafa adalah darah dagingnya dan merusak hubungan pria itu dengan Sofia. Dia juga takut Revan mengambil Dafa darinya.
"Aku harus menjauhkan Dafa darinya, dia enggak boleh melihat anakku!"
Di tempat berbeda, Revan berdiri di balkon apartemennya sambil memandangi langit malam dan lampu-lampu yang menghiasi kota, di tangannya ada sebatang rokok yang menyala.
Revan tak bisa berhenti memikirkan Diana sejak mereka bertemu lagi tadi, entah kebetulan macam apa ini? Sepupu kekasihnya adalah wanita yang pernah dia sewa dan tiduri, mungkin kah Sofia dan keluarganya tahu apa yang sudah Diana lakukan dulu? Apakah wanita itu masih sama seperti dulu atau sudah berubah?
Revan berpikir jika Diana adalah seorang pelacur baru yang Miranti bawakan untuknya, dan yang membuat dia tak bisa melupakan Diana ialah karena wanita itu satu-satunya partner ranjangnya yang masih perawan. Dia bahkan pernah memesan Diana lagi pada Miranti, tapi mucikari itu mengatakan jika tak tahu di mana Diana berada.
"Ck, ah!" Revan melempar puntung rokok yang masih menyala itu ke lantai lalu menginjaknya dengan sendal, dia kesal karena bayang-bayang Diana terus saja mengusiknya.
"Kenapa aku enggak bisa melupakan dia?" keluh Revan.
***
Besoknya, Diana sedang menyiapkan makan siang di dapur, karena ini hari Minggu, jadi dia libur bekerja.
Siska berjalan mendekati keponakannya itu, "Di, Tante mau pergi arisan sebentar. Kamu masak sendiri enggak apa-apa, kan? Tante enggak bisa bantu."
"Enggak apa-apa, Tante pergi saja! Aku bisa sendiri, kok," sahut Diana yang sibuk mengupas bawang.
"Sebentar lagi Sofia pasti pulang, kalau kamu repot, minta tolong dia aja!"
"Iya, Tante." Diana mengiyakan meskipun dia tahu Sofia tak akan mau turun ke dapur dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
"Oh iya, Dafa mana?" Siska celingukan mencari bocah gemas itu.
"Ada di kamar, Tan. Lagi main."
"Ya sudah, kalau begitu Tante pergi dulu."
Diana mengangguk, "Iya, Tan."
Siska berlalu dari hadapan Diana. Rumah besar milik Siska itu terasa sepi, Sofia sudah pergi ke salon dan sekarang Siska juga pergi. Kini hanya ada Diana dan Dafa di rumah itu.
Beberapa saat kemudian, pintu rumah diketuk dari luar. Diana menebak itu pasti Siska yang balik lagi karena ada barang yang ketinggalan, dia pun bergegas membukakan pintu.
Alangkah terkejutnya Diana saat tahu siapa yang datang, wajahnya mendadak tegang dan jantungnya berdebar kencang. Diana gemetar melihat Revan kini berada di hadapannya dengan tatapan tajam, tatapan yang sama persis dengan milik Dafa.
"Hai, kita bertemu lagi," ujar Revan, suara baritonnya sontak mengingat Diana pada malam kelam itu.
Diana berusaha menahan emosinya dan mengabaikan ucapan Revan, "Sofia enggak ada!"
"Aku tahu, dia sedang ke salon," sahut Revan santai, dia sudah memantau rumah itu tanpa sepengetahuan siapa pun, jadi dia tahu jika Sofia dan Siska tidak ada di rumah.
"Kalau begitu silakan pergi dari sini!" Diana hendak menutup pintu tapi dengan cepat Revan menahannya menggunakan kaki lalu mendorongnya hingga membuat pintu itu terbuka lebar dan Diana mundur beberapa langkah.
"Aku masih ada perlu denganmu!" Masih dengan tatapan yang tajam, Revan melangkah mendekati Diana.
Diana kembali mundur, "Mau apa kau? Jangan macam-macam!"
"Aku cuma mau satu macam, yaitu kau." Revan hendak menyentuh pipi Diana, tapi wanita itu langsung menepis tangannya dengan kasar.
"Jangan sentuh aku!"
Revan tersenyum lalu melipat tangannya di depan dada, "Kau menolak sentuhan ku? Padahal malam itu kau sangat menikmatinya."
Diana mengepalkan tangan menahan geram dan malu sekaligus, wajah cantiknya sontak merah. Tapi rupanya Revan memperhatikan hal itu.
"Kau pasti merasa malu, kan? Lihat, wajahmu sampai merah begitu," ledek Revan.
"Pergi dari sini! Jangan ganggu aku!"
"Bagaimana kalau aku enggak mau pergi?" tantang Revan.
"Aku akan katakan ke Sofia jika kekasihnya menggodaku," ancam Diana.
Revan tertawa, "Kau mengancam ku?"
"Iya, aku mengancam mu," balas Diana.
"Baiklah, kalau begitu aku akan katakan ke Sofia jika empat tahun yang lalu kau datang kepadaku dan menyerahkan tubuhmu demi uang."
Diana tercengang, dia tak menyangka Revan akan balik mengancamnya.
"Dari ekspresi mu, aku yakin dia belum tahu kalau sepupunya menjual diri," sambung Revan.
"Malam itu aku dijebak dan dijual! Aku enggak menjual diri!" bantah Diana emosi, dia merasa terhina dan direndahkan oleh Revan.
"Benarkah?" ledek Revan lagi.
Di saat bersamaan, Sofia pulang dan terkesiap melihat Revan berdiri berhadapan dengan Diana.
"Ada apa ini?" tanya Sofia bingung, dia menatap Diana dan Revan bergantian.
"Aku ...."
"Dia baru datang dan mencari mu, syukurlah kamu sudah pulang," sela Diana cepat sebelum Revan buka suara, dia pun buru-buru pergi meninggalkan dua insan itu.
Revan terdiam memandangi kepergian Diana.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
syukur lah ada Sofia datang dan Diana bisa pergi..
2023-06-14
0
Enisensi Klara
knapa si Dafa ga mau keluar yah biar Revan lihat Dafa 🥺🥺🥺
2023-04-15
1
Enisensi Klara
Ish Revan dasar jahat kamu 🥺🥺🥺jangan.apa2in.diana lagi ,ntar Sofia marah dan usir Diana kasihan Dafa 🥺🥺
2023-04-15
1