Empat tahun kemudian ....
Diana selesai melipat baju terakhir yang dia setrika hari ini dan menyimpannya di dalam keranjang. Dia bergegas meletakkan keranjang itu di sudut ruangan dan beranjak ke depan.
"Bu El, aku sudah selesai. Kalau begitu aku pulang dulu, ya?" ujar Diana sembari mengambil Tote bag nya lalu mencangklong nya di pundak.
"Iya, Di. Besok kalau bisa datang lebih awal, ya! Soalnya ini ada cucian dari customer lagi dan dia minta yang ekspres," sahut Eliana, wanita paruh baya yang merupakan pemilik laundry tempat Diana bekerja.
"Oke, Bu. Sampai jumpa besok." Diana segera meninggalkan laundry yang sudah hampir dua tahun ini menjadi tempat dia mencari nafkah.
Diana berjalan dengan cepat agar bisa segera tiba di rumah yang berjarak hanya beberapa meter dari tempat dia bekerja. Iya, saat ini dia tinggal di rumah tantenya yang bernama Siska, sejak Om nya meninggal, Tante Diana itu memutuskan untuk kembali ke Indonesia bersama sang putri.
Tak butuh waktu lama, Diana tiba di rumah yang cukup besar dan rimbun, dia membuka gerbang dan melangkah masuk. Tiba-tiba pintu rumah terbuka, seorang balita laki-laki berpipi chubby sontak berlari ke arahnya.
"Bunda!" seru bocah itu girang saat melihat Diana pulang.
"Jangan lari, Dafa! Nanti kamu jatuh!" teriak Siska khawatir, dia berjalan cepat menyusul bocah bernama Dafa tersebut.
"Hai, anak Bunda sayang." Diana berjongkok lalu merentangkan tangan, dan Dafa langsung memeluknya.
"Bunda kenapa lama?" tanya Dafa dengan suara sedikit cadel.
"Tadi Bunda banyak kerjaan, sayang. Kamu nakal enggak hari ini?" Diana balik bertanya.
"Enggak, tanya deh sama Oma." Dafa melepaskan pelukannya dan berbalik menunjuk Siska.
"Hari ini Dafa baik budi, kok. Tadi bahkan dia bantuin Tante buat kue, loh," terang Siska.
Diana menatap Dafa dan pura-pura terkejut, "Oh iya? Kamu bisa buat kue?"
Dafa mengangguk dengan antusias.
"Kalau gitu sekarang kita masuk, yuk! Nanti kita makan kue sama-sama," sela Siska.
"Iya, yuk!" Diana pun menggendong Dafa dan membawa putranya itu masuk ke dalam rumah.
"Sofia sudah pulang, Tan?" tanya Diana saat berjalan bersama Siska.
"Belum, katanya ada pemotretan untuk cover acara yang akan dia pandu. Mungkin pulangnya agak malam," sahut Siska.
Mereka pun masuk ke dalam rumah, dan segera menikmati kue buatan Siska juga Dafa.
"Hem, kue nya enak sekali!" puji Diana ketika Dafa menyuapkan sepotong kue coklat ke dalam mulutnya.
Dafa tertawa girang dan bangga karena sang bunda menyukai kue itu, dia pun ikut memakan kue tersebut dengan lahap.
"Di, kamu benar-benar enggak terpikir untuk menikah dan mencarikan ayah untuk Dafa? Anak kamu juga butuh sosok seorang ayah, kasihan dia." Siska tiba-tiba buka suara.
Wajah cantik Diana berubah murung, dia sedih bercampur kesal setiap kali Siska menanyakan hal ini.
"Aku belum terpikir, Tan. Lagi pula aku enggak yakin ada pria yang mau menikahi wanita seperti aku," balas Diana sedikit mengeluh.
"Memangnya kenapa? Kamu masih muda dan cantik, pasti ada kok pria yang mau menikah denganmu."
"Tapi aku takut dia enggak bisa menerima dan menyayangi anak ku."
"Kamu cari yang baik, dong! Atau kamu mau Tante carikan?"
Diana menatap Siska, membuat wanita paruh baya itu mendadak canggung dan tak enak hati.
"Hem, maaf. Tante enggak ada maksud apa-apa! Tante hanya kasihan pada Dafa, dia butuh seorang ayah."
Diana tersenyum, "Saat ini aku masih ingin sendiri, Tan. Aku ingin menikmati saat-saat bersama Dafa."
"Ya sudah, terserah kamu saja! Tante cuma mengingatkan agar kamu dan Dafa punya keluarga yang utuh, kamu tahu kan gimana rasanya hidup tanpa orang tua yang lengkap?"
Diana mengangguk lesu, "Iya, Tante. Tapi aku pastikan Dafa enggak akan kekurangan kasih sayang."
Sejak kecil Diana hanya tinggal berdua dengan ibunya, sementara ayahnya entah pergi ke mana. Dia bahkan tak tahu seperti apa wujud sang ayah dan di mana rimba nya saat ini, apakah masih ada atau sudah tiada. Tak ada foto atau sekedar informasi yang lengkap, dia benar-benar tak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah. Saat ini dia hanya memiliki Dafa, Siska dan Sofia. Tak ada keluarga lain, sedangkan sang ibu telah menghadap sang pencipta hampir empat tahun yang lalu karena sakit parah.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, suasana cukup sunyi. Diana berbaring menghadap Dafa yang sudah terlelap dari satu jam yang lalu.
Diana mengelus pipi gembul bocah berumur tiga tahun lebih itu, dia memang tak pernah mengharapkan kehadiran Dafa dalam hidupnya, putranya itu ada akibat kesalahan satu malam yang dilakukan pria asing yang sama sekali tak dia kenal. Tapi dia tetap menyayangi darah dagingnya itu melebihi apa pun, karena dia sadar Dafa tidak salah dan merupakan anugerah dari Tuhan yang harus dia jaga.
Diana menghela napas, selama empat tahun ini hidupnya cukup berat. Dia harus berjuang seorang diri demi mempertahankan dan menghidupi Dafa, dia harus menahan sakit atas cemoohan dan hinaan orang karena dia hamil tanpa suami, bahkan dia dianggap wanita ****** pembawa sial dan dikucilkan sampai sang ibu meninggal dunia dan akhirnya dia ditampung oleh Siska.
Namun meskipun dia menyayangi Dafa, tapi dia sangat membenci pria bernama Revan dan juga Miranti yang telah menghancurkan hidup serta masa depannya. Seumur hidup dia tak ingin melihat dua manusia menjijikkan itu lagi.
Tring.
Diana tersentak saat ponselnya tiba-tiba berdering, dia buru-buru meraih benda pipih yang tergeletak di meja nakas itu dan langsung menjawabnya sebelum Dafa terbangun.
"Halo, Mas Raka," sapa Diana.
"Kamu sudah tidur, Di? Aku ganggu enggak?"
"Enggak, Mas. Memangnya ada apa?" tanya Diana heran sebab anak bos nya itu menghubunginya malam-malam begini.
"Besok malam kamu ada acara enggak?"
"Enggak ada. Memangnya kenapa, Mas?"
"Aku mau ajak kamu makan malam, mau kan?"
Diana terdiam sejenak, kemudian menjawab, "Kayaknya aku enggak bisa, Mas. Anak aku enggak ada yang jaga."
Diana tak mungkin meninggalkan Dafa pada Siska lagi, dia tak ingin terus-terusan merepotkan tantenya itu. Karena dia tahu Siska pasti sudah lelah menjaga Dafa selama dia bekerja.
"Kita bisa ajak dia juga, kok!"
Diana kembali terdiam menimbang-nimbang ajakan dari Raka.
"Ayolah, Di! Besok kan weekend, kita bisa sekalian ajak anak kamu bermain, biar dia enggak jenuh di rumah terus."
Raka tahu jika selama ini Diana dan anaknya tak pernah liburan ke mana pun atau sekedar jalan-jalan ke tempat bermain, sebab Diana sangat sibuk bekerja dari pagi hingga petang.
"Baiklah, Mas. Tapi ajak Bu Eliana juga, ya?" cetus Diana, sebab dia tak mau orang lain berpikiran macam-macam jika mengetahui dia pergi dengan anak atasannya itu.
"Kenapa harus ajak Mama?"
"Biar enggak jadi fitnah kalau kita cuma pergi bertiga," dalih Diana.
"Ya sudah, deh! Nanti aku ajak Mama juga. Kalau begitu aku tutup dulu, ya. Selamat malam dan selamat beristirahat."
"Iya, selamat malam dan selamat beristirahat juga, Mas."
Diana menghela napas setelah panggilan dari Raka terputus. Dia tahu pria itu menyukainya, tapi dia tak ingin memberi harapan, dia juga tak ingin menimbulkan fitnah dan orang-orang akan berpikir negatif tentangnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
terima saja Raka yang penting dia mau mengaku anak mu..
2023-06-14
2
Enisensi Klara
Apa ntar Diana akan ketemu lagi sama Revan yah 🤔🤔🤔🤔
2023-04-15
1
Enisensi Klara
olaaah ...Diana punya anak dari kejadian malam itu kah 🥺🥺🥺
2023-04-15
1