4. Memilih bertahan.

Semalaman Deswita tidak bisa memejamkan matanya. Janda baru itu gelisah selama semalaman tanpa bisa istirahat. Bahkan tubuhnya terasa letih dengan mata yang kantuk luar biasa. Hanya saja, Wita tidak bisa terlelap dengan sempurna. Berbagai beban pikiran, berhasil membuat Deswita begadang semalaman tanpa bisa tenang.

Mungkin, selepas ini Wita akan mencoba untuk berkonsultasi ke dokter, agar kembali memiliki pola tidur yang normal, seperti sebelumnya.

Ketika dini hari merambah menuju pagi, Deswita merasa mengantuk berat. Kelan yang baru bangun tidur, menatap Ibunya yang memejamkan matanya dengan nyaman. Bocah lelaki itu terlihat tak tega, pada Wita yang belakangan selalu kacau.

"Mama, Mama belum mau tidur?" tanya Kelan, membuat Wita terjaga dari lelapnya. Meski suara Kelan mengalun lembut, namun anak itu berhasil membuat kesadaran Wita kembali perlahan.

Kepala wanita itu mendadak pusing, dan rasanya lehernya keram seketika.

"Nak, Mama semalam nggak bisa tidur. Hari ini Kelan nggak sekolah juga, kan? Hari ini akhir pekan, jadi Kelan di rumah saja. Nanti kita beli makan di luar. Sementara, Kelan bisa makan roti dulu," ucap Wita yang merasa pusing tak tertahankan. Suara wanita itu juga sengau, dan matanya yang tampak bengkak kemerahan.

Kelan tahu, Mama habis menangis semalam.

"Iya, Ma," jawab Kelan, seraya berlalu ke kamar mandi. Namun, baru saja Kelan keluar dari kamar mandi, suara ketukan pintu, terdengar hingga membuat Kelan nekat keluar seorang diri, tanpa Mamanya.

Ketika pintu di buka dari dalam, yang pertama kali Kelan lihat adalah Andika, Papanya. Lelaki itu berjongkok menyejajarkan tingginya dengan tinggi sang putra.

"Pagi, sayang. Kelan sudah bangun?" tanya Andika berbasa-basi. Lelaki itu sehangat dulu, masih mencurahkan kasih sayangnya selayaknya mereka tinggal bersama. Setelan celana pendek selutut berwarna hitam, dan kaos kuning gading yang ia kenakan, membuat Andika tampak seperti pria muda.

"Sudah, Pa. Papa mau masuk?" tanya Kelan pada Andika. Lelaki itu mengangguk, dan berdiri sebelum melangkah mengekori putranya menuju kursi ruang tamu.

Tangan laki-laki itu tampak membawa sebuah kotak makan, yang entah apa isinya. Yang jelas, itu adalah menu sarapan pagi yang Andika bawakan untuk anak dan mantan istrinya.

"Mama di mana, sayang?" tanya Andika pada Kelan. Lelaki itu lantas duduk, meletakkan kotak makan di atas meja. Mata lelaki itu tajam melirik ke dalam kamar yang biasa ditempati oleh Wita.

"Mama tidur, Pa. Katanya Mama ngantuk, mungkin nggak tidur semalam. Matanya Mama merah kayak habis nangis. Jangan diganggu, ya?" kata Kelan menatap serius Papanya.

Andika mengangguk. Lelaki itu juga berpikir, pastilah kejadian semalam yang membuat Wita menangis semalaman. Rasa bersalah kembali hadir di hati pria itu.

"Iya, Papa nggak akan ganggu Mama. Sekarang, Kelan mandi, ganti baju pelan-pelan, Kelan ikut Papa jalan-jalan hari ini. Nanti, Papa akan telepon mama dan mengirim pesan, kalau Kelan akan ikut Papa," ajak Andika pada putranya itu.

"Siap, Pa," jawab Kelan dengan senangnya. Bocah lelaki semata wayang milik Andika dan Wita itu bersorak pelan, tak ingin suaranya terdengar oleh Mama.

Andika melangkah menuju kamar, di mana Wita terlelap, dan memandikan Kelan dengan suara sangat pelan. Ada banyak hal yang ingin Andika lakukan untuk Wita, namun urung ketika Amira tiba-tiba hadir dalam rumah tangganya dengan Wita.

Andai waktu bisa di putar, Andika tak ingin bertemu dengan Amira.

**

Jalanan cukup ramai, saat masa akhir pekan begini. Andika tersenyum senang, kala ia memiliki kesempatan menghabiskan waktu berdua dengan putranya. Sayang, tak ada wanita pujaan hatinya yang ikut serta dirinya.

Lelaki itu mengemudikan mobilnya menuju sebuah pusat perbelanjaan besar, yang memiliki arena bermain anak yang begitu luas. Tak henti-hentinya, Kelan berseru senang sebab sudah lama tak pernah datang kemari untuk sekadar berkunjung.

"Pa, coba Kelan kesini sama Papa dan Mama, pasti seru," ungkap Kelan seraya tersenyum.

"Lain waktu, kita ajak Mama, oke? Mama cuman lagi ngantuk saja sekarang. Sekarang, hari ini Kelan, Papa bebaskan membeli mainan apapun, pasti papa belikan. Tapi ingat, Kelan harus rajin belajar," Andika menjawab dengan senang pula.

"Pasti, Pa," Kelan segera menuju ke arena balap motor anak.

Dan ketika putra Deswita itu asik bermain, pandangan mata Andika yang tajam itu tertuju pada seorang pemuda yang tengah melewatinya. Andika tentu tahu betul siapa pemuda itu, lelaki yang sama dengan yang Andika temui tempo hari.

Sayangnya, untuk mengikuti pemuda itu, Andika tak bisa, sebab tak mungkin meninggalkan Kelan begitu saja di arena bermain seorang diri. Lelaki itu lantas diam, mengamati dan merekam baik-baik paras lelaki itu, dalam memori otaknya.

"Mas, kamu disini?" suara Amira muncul tiba-tiba, dengan tenangnya. Andika sedikit terkejut, sebab ia tak menyangka Amira datang kemari.

"Nggak usah bertanya kalau sudah tahu," jawab Andika dengan nada datar.

"Hai, Kelan. Mana Mama?" tanya Amira, beralih menarik perhatian Kelan yang hanya diam, tak sudi menjawab.

Hati Amira mencelos seketika. Ada gurat kesedihan yang Amira tunjukkan, juga kecewa yang dalam. Hanya saja, Amira tak akan berhenti berusaha untuk mendapat hati Kelan maupun Deswita. Ya, meskipun ia tahu, ia tak boleh berharap banyak untuk hal itu.

Baik Andika maupun Kelan hanya bungkam, bersikap seolah tak ada siapapun yang bicara pada mereka. Kelan sendiri acuh, sebab sejak datangnya Amira dalam rumahnya, ia dan Deswita tersisih seketika. Anak secerdas Kelan tentu tahu, dirinya tak akan mungkin bisa menerima dua Mama dalam satu tempat.

"Kelan mau makan es krim dengan Tante Mira? Ayo, Tante traktir," ajak Amira menggiurkan. Sayangnya, Kelan menggeleng cepat dan beralih menatap ke arah lain. Hati Amira kian sakit.

"Mas, daripada aku jalan sendirian, Manding aku ikut kamu sama Kelan, ya?" tanya Amira meminta persetujuan. Sayangnya, yang wanita muda itu dapatkan, adalah tatapan tajam suaminya.

"Jangan merusak mood anak saya, Amira. Jalanlah sendiri kemanapun yang kamu mau, tapi jangan mengganggu kesenangan orang lain," ujar Andika menimpali.

"Mas, tapi aku istri kamu. Aku juga butuh perhatian kamu," ucap Amira pelan, mencoba untuk mengiba belas kasih suaminya sendiri.

Kurang menyedihkan apa, coba? Amira bahkan merendahkan harga diri dan egonya, hanya agar Andika mencintainya, dan juga menerimanya.

"Simpan keinginan dan kebutuhan kamu yang satu itu dalam mimpimu, Amira," Sahut Andika

Dengan cepat, Andika dan Kelan melangkah ke arah lain, menjauhi Amira yang kini sedang menatap punggung keduanya penuh luka.

Baru empat bulan dirinya tinggal seatap dengan Andika, Amira sudah tak diinginkan. Apa mungkin hal ini sebab perbuatan Amira yang khilaf di masa lalu? Rasanya sungguh sangat menyakitkan, namun Amira memilih bertahan, meskipun perlakuan Andika menyakitinya dari waktu ke waktu.

**

Terpopuler

Comments

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

nyesel jg percuma andika..kini yg trsakiti justru deswita

2023-03-20

0

Diana Susanti

Diana Susanti

laki laki pengecut dan wanita rubah 🦊🦊🦊🦊 kamu tuh Mira

2023-03-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!