Chapter 5

"Kamu harus jemput istri gendut kamu itu sekarang Ndra, kita semua butuh makan. Bisa mati kita kalau terus terusan gak ada yang masak, rumah juga udah berantakan banget." ucap bu Sarah pada putranya yang baru pulang bekerja itu.

"Ya ibu sama Lili tolong bersihin dong bu, kan yang nempatin juga kita. Masa ngebersihin nggak mau." ucap Andra.

"Kamu gimana sih Ndra malah nyurih ibu, emang ibu kamu itu babu apa?" ucap sang ibu marah.

"Aku juga nggak mau pokoknya kak, suruh aja tu si gendut pulang biar bisa ngelayanin kita di rumah." ucap Lili cemberut.

"Tapi aku harus ngomong gimana ke ayah mertuaku bu, aku nggak enak sama pak Sigit." ucap Andra menjatuhkan tubuhnya pada sofa lalu mengacak ngacak rambutnya kesal.

"Kamu itu suaminya Ndra, jadi ada hak buat ngajak dia pulang." jawab sang ibu kesal.

Andra segera meraih kunci mobil yang berada di atas meja, tak lupa mengambil jaket lalu berjalan menuju pintu.

Brak!

Suara pintu mobil tertutup.

Treeeett, treeeeett, treeeeett, treeeeett.

Tak berselang lama, ponsel Andra yang ia kantungi bergetar menandakan adanya panggilan masuk.

Ia segera merogoh saku kanan kemejanya, kemudian membaca nama yang tertera pada layar benda pipih berbentuk persegi panjang itu.

MY LOVELY nama yang tertera pada layar di sertai emoticon love merah di belakangnya.

"Hallo sayang." ucap Andra setelah menggeser tombol hijau.

"Hallo ayang, kamu di mana? Kok nggak dateng ke sini sih? Aku kangen banget tau sama kamu." ucap Jihan terdengar manja di seberang sana.

"Iya sayang, hari ini mas nggak bisa dateng ke rumah kamu dulu ya sayang soalnya mas lagi di jalan mau ke rumah ayahnya Rara." ucap Andra.

"Ih, kenapa sih mas kamu ke rumah ayahnya si gendut itu? Jangan jangan kamu mau jemput dia lagi?" ucap Jihan tiba tiba merubah suaranya kecewa.

"Iya mau gimana lagi sayang, mas nggak ada pilihan lain. Di rumah nggak ke urus kalo gak ada Rara, kamu juga gak mau kan mas ajak pulang suruh beres beres rumah." ucap Andra sembari masih tetap fokus menyetir meskipun sedang bertelepon.

"Ya nggak mau lah mas, emang aku pembantu!" ketus Jihan sepontan.

"Huuuuuffttt . . . Ya udah, makanya mas mau jemput Rara dulu ya." ucap Andra tak lega dengan jawaban kekasih hatinya itu.

Di rumah pak Sigit, Rara, Willy, Pandu sedang asyik mengobrol di kursi taman belakang dengan menikmati beberapa camilan yang tersedia di atas meja. Tak lupa pak Sigit menggendong cucu kesayangannya itu sembari duduk di tepi kolam untuk bermain main air dengan Viona.

"Pah opah" ucap Viona yang masih belepotan sembari menunjuk rambut sang kakek.

"Apa sayang? Mau minta apa nak?" ucap pak Sigit berusaha mengerti maksut cucunya.

"Pu, pu." ucap Viona merentangkan kedua tangannya lalu mengkibas kibaskan kedua tangannya.

"Kenapa sayang? pu pu apa? Opa nggak paham sayang." ucap pak Sigit melepas kaca matanya lalu menurunkan sang cucu dari gendongannya.

"Puuuu . . . " ucap Viona berusaha berdiri dan perlahan melangkah mendekati sang kakek sang sedang berjongkok di depannya.

Viona kemudian menunjuk ke arah atas, membuat sang kakek langsung menoleh. Ternyata ada seekor kupu kupu yang baru terbang dari atas rambutnya, pak Sigit tertawa senang melihat cucunya yang antusias sudah tau nama nama binatang di sekitarnya.

"Pintar sekali cucu opa yang cantik ini." ucap pak Sigit mencubit gemas kedua pipi cucunya, kemudian mencium keningnya lembut.

"Andai kamu masih ada di sini mah, pasti kita sangat bahagia melihat cucu kita ini tumbuh dengan sehat dan cerdas. Dia juga cantik dan lucu." guman pak Sigit pelan.

Di kursi taman, Rara mengepalkan kedua tangannya sembari menatap ke arah sang ayah dan putri kecilnya. Ia tersenyum, entah mengapa hatinya merasa nyaman dan bahagia jika sedang di rumah sang ayah.

Ia tidak mendengar suara teriakan teriakan dari ibu mertuanya, adik iparnya, maupun mendengar suara bentakan bentakan yang suaminya tunjukkan ketika melihat dirinya.

'Andai kamu masih menyayangiku seperti dulu mas, hidup ini akan lebih sempurna ketika kamu bisa berkumpul bersama aku dan Vio. Melihat buah hati kita tumbuh sehat menjadi anak yang cantik dan lucu, tapi sayangnya kamu tak perduli dengan pertumbuhan Vio. Yang kamu lakukan sehari hari hanyalah marah, kerja, pulang malam, tak jarang kamu juga sering menginap di luar entah kemana kamu tak pulang ke rumah. Padahal putri kecil kita sedang membutuhkan penting peran sosok ayahnya, tapi untuk menggendong Viona saja kamu tidak pernah.'

Batin Rara.

"Ra, kamu kok diem aja sih? Kamu nggak apa apa kan?" ucap Willy menepuk pelan pundak adik iparnya itu.

Rara yang tersadar langsung menggelengkan kepala cepat sembari mengerjapkan mata sekejap, lalu tersenyum ke arah kakak iparnya agar sang kakak tak merasa khawatir.

"Eng enggak kok kak, aku nggak apa apa." ucap Rara tersenyum tipis.

"Beneran kamu nggak apa apa? Enggak ada yang lagi kamu pikirin kan Ra?" tanya Willy memastikan adik iparnya itu baik baik saja tidak sedang memikirkan suami yang tidak tau diri itu.

Rara mengangguk mantap.

Ting tung, ting tung!

Suara bel rumah pak Sigit terus berbunyi.

"Siapa ya yang dateng? Kayanya lagi gak ada janji semua." ucap Pandu saat mendengar suara bel, kemudian beranjak berdiri.

"Biar aku yang bukain pintu mas." ucap Willy cepat, lalu berjalan menuju ke ruang tamu.

Ceklek!

Suara pintu rumah terbuka.

"Hai kak." ucap Andra tersenyum saat menyapa Willy.

"Ngapain kamu ke sini?" tanya Willy dengan wajah datar dan nada yang tidak enak di dengar.

"Kok ngapain sih? Kan istri aku lagi di sini, ya aku mau jemput anak sama istri akulah kak." ucap Andra kemudian masuk ke dalam rumah tanpa memerdulikan Willy yang masih mematung sembari tangan kanannya menggenggam ganggang pintu.

"Di mana orang orang?" tanya Andra berbalik badan menoleh ke arah Willy.

"Belakang." jawab singkat Willy uang malas setelah tau kebusukan Andra.

"Apaan sih di tanya ketus banget dari tadi." ucap Andra, lalu berjalan menuju taman belakang.

"Assalamu'alaikum." ucap Andra setelah sampai di teras belakang.

Mendengar suara Andra, Rara, Pandu, dan juga pak Sigit seketika menoleh ke arah Andra.

"Wa'alaikum salam." ucap pak Sigit menjawab salam dari Andra.

Sedangkan Rara dan Pandu masih diam menatap Andra.

Andra kemudian melangkahkan kakinya menuju kolam mendekati pak Sigit, mengulurkan tangan untuk bersalaman dan mencium tangan ayah mertuanya itu.

"Eh, iya Andra. Gimana kabarnya, sehat?" tanya pak Sigit tersenyum.

"Alhamdulillah, sehat yah." ucap Andra tersenyum palsu.

"Mau jemput Rara sama Vio ya?" tanya pak Sigit yang beranjak berdiri dari duduk.

"Iya yah, udah kangen sama Viona. Sini sayang biar papa gendong." ucap Andra mengulurkan kedua tangannya ke arah putri semata wayangnya yang masih berusia satu tahun itu.

"Engg gak, da mau. Da mau." ucap Vio terus menerus menggelengkan kepala.

'Banyak tingkah juga ni anak, sial!'

Batin Andra kesal, tapi ia masih berusaha menunjukan senyum palsu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!