Pagi ini jam sudah menunjukan pukul 8 lebih lima belas menit, Andra benar benar kesiangan karena tidak ada yang membangungkannya. Biasanya setiap pagi Rara selalu membangunkannya meskipun ia tidak mau tidur semakar lagi dengan istrinya itu, namun wanita yang telah mendampinginya beberapa tahun itu tidak pernah sama sekalipun Rara meninggalkan kewajibannya sebagai istri yang setia menyiapkan semua keperluan dirinya itu meskipun sering kali ia tak pernah mau menyentuh masakan sang istri.
"Bu, Andra berangkat dulu ya." ucap Andra menenteng sebuah tas jinjing berwarna hitam sembari membenarkan dasinya.
"Eh Ndra, tunggu Ndra!" ucap sang ibu berdiri dari duduknya menghentikan langkahnya.
"Kenapa lagi sih bu? Andra udah telat ini." ucap Andra membalikan tubuhnya menatap ibunya dengan kesal, karena hari ini tidak ada yang mau membangunkan dirinya.
"Ya salah kamu sendiri dong Ndra kenapa nggak bangun pagi, tuh liat meka makan masih kosong nggak ada makanan sama sekali." ucap bu Sarah menunjuk meja makan yang masih kosong tak seperti hari hari biasanya.
"Ibu kan bisa masak sendiri bu." ucap Andra.
"Apa? Ibu ini sudah tua masih kamu suruh masak?" tanya sang ibu dengan nada marah.
"Ya terus gimana, Andra harus kerja bu. Ibu kan bisa suruh Lili, toh Lili juga santai gak ada yang di kerjain sama sekali." ucap Andra mengarahkan dagu ke arah sang adik yang sedang duduk bermain ponsel di depan tv.
"Ih, kok Lili sih? Aku kan gak bisa masak bu." ucap Lili menekuk mukanya sebagai tanda protes.
"Astaga . . . Ibu kan bisa beli, aku itu udah telat bu. Pagi ini ada rapat penting ngebahas proyek baru, bisa di gagal dapet kerja sama aku bu kalo cuman ngurusin masak buat sarapan." ucap Andra mengacak rambutnya kesal.
"Mana uangnya?" ucap bu Sarah mengulurkan telapak tangan.
"Kok mana uangnya, ibu kan udah aku kasih 5 juta minggu lalu waktu habis gajian bu." ucap Andra.
"Abis." jawab sang ibu dengan cepatnya.
"Hah? abis? baru seminggu udah abis bu? Kan selama ini masak sama beli keperluan rumah juga pake uangnya Rara, kok udah abis si bu." Andra mengerutkan dahinya.
"Udah ibu buat shopping, lagian duit cuman lima juta doang mana bisa buat lama lama." jawab sang ibu dengan entengnya.
Di rumah pak Sigit, pagi ini Rara, Pandu, Willy, dan sang ayah sedang menikmati sarapan bersama di meja makan. Sedangkan Viona masih belum bangun tidur, entah tak seperti biasanya putri kecil Rara itu tertidur cukup lelap. Biasanya Viona akan terbangun di kala subuh, sehingga Rara selalu mengerjakan apapun aktifitas rumah sembari menggendong putri kecilnya itu kecuali saat sedang memasak saja ia akan menaruh anaknya di kardus kosong dan memberinya beberapa mainan agar sang anak tidak rewel.
"Cucu ayah masih belum bangun juga Ra?" tanya sang ayah yang baru selesai menghabiskan sarapannya.
"Belum yah, tumben banget jam segini belum bangun. Biasanya Vio selalu bangun barengan sama aku yah." ucap Rara.
"Ya udah nggak apa apa, mungkin cucu ayah kecapean kemaren sehari full maen sama ayah sama kakak kamu juga kan." ucap sang ayah tertawa.
"Iya mungkin yah." Rara tersenyum menyantap sepiring mie goreng yang ada di hadapannya.
Selesainya acara rapat, Andra kembali ke ruangannya kemudian mengusap wajah kasar.
"Sayyaaaaaang . . ." ucap Jihan yang baru membuka pintu langsung berlari memeluk punggung kekasih hatinya yang sedang duduk itu.
"Iya sayang." ucap Andra sembari tersenyum paksa.
"Hari ini temenin aku shoppeng lagi ya mas?" ucap Jihan manja yang menggelendot di pangkuan Andra.
"Hah?"
"Kok hah sih mas? Aku mau kamu ngebelajain aku lagi mas." ucap Jihan berdiri sembari tersenyum.
"Em . . . Jangan dulu ya sayang, kapan kapan aja belanjanya. Kan kemaren juga udah." ucap Andra menolak halus.
"Ih mas, itu kan udah kemaren. Sekarang kan aku mau belanja lagi, aku mau beli kalung mas." ucap Andra menampakan ekspresi cemberut.
"Rara lagi nggak ada di rumah sayang, otomatis pengeluaran mas membengkak buat beli makanan karena ibu sama adek aku gak ada yang mau masak semua." ucap Amdra berterus terang.
"Kemana?" Jihan mengerutkan dahinya.
"Ke rumah ayahnya." ucap Andra lesu.
"Ya bagus dong mas, itu tandanya kamu bisa nginep di tempat aku terus nggak usah pulang. Dan kita bisa merajut cinta terus mas, mau ya?" ucap Jihan berbisik pada telinga kanan Andra.
"Huuuufftt . . . Bukan itu Han masalahnya." ucap Dirga.
Ia sedikit kesal karena wanita yang ada di sampingnya ini tak faham situasi yang ia hadapi saat ini, isi dalam fikirannya hanyalah belanja uang uang dan uang saja. Bahkan belum sampai satu bulan gajinya sudah hanis karena kekasih seksinya itu meminta belanja hampir setiap hari, sedangkan sang ibu sendiri juga menghambur hamburkan uang sampai tidak ada uang untuk membeli makanan.
"Ih, apaan sih mas panggil nama aku Han Han Han Han. Kita kan udah sepakat kalo lagi berdua, kamu gak boleh panggil aku pake nama." ucap Jihan sembari memukul pelan dada Andra lalu bangkit dari duduknya yang sedari tadi berada di pangkuan Andra kemudian berjalan ke arah sofa panjang.
"Enggak gitu sayang, tolong kamu sedikit ngertiin emas dong. Kan hampir tiap hari kamu minta mas buat nemenin belanja terus, bahkan gaji mas udah hampir habis loh. Sedangkan gajian masih lama lagi, masa mas harus ngambil uang tabungan mas terus sih itu kan Rara tau uang itu sayang." ucap Andra berdiri menghampiri Jihan, mencoba memberitahu agar kekasih hatinya itu paham.
"Ya kan mas bisa pake tabungan mas itu dulu, mas apaan sih jadi pelit gini. Nyebelin deh!" ucap Jihan yang kemudian beranjak dari duduknya, lalu pergi keluar dari ruangan Andra.
"Huuuuufffttt . . ."
Andra menghembuskan nafasnya panjang.
"Ra, kamu baik baik aja kan?" ucap Willy tiba tiba di saat dirinya dan adik iparnya itu bersantai di ruang keluarga berdua.
Rara menoleh, ia menyipitkan matanya penasaran mengapa tiba tiba kakak iparnya yang sudah ia anggap seperti kakak kandungnya itu tiba tiba bertanya seperti itu.
"Kenapa kak Willy nanya kaya gitu?" ucap Rara tersenyum paksa.
"Tolong bicara yang jujur sama kak Willy Ra, kak Willy udah anggep kamu kaya adek kakak sendiri. Aku tau kok Ra kalo kamu sebenernya lagi gak baik baik aja, tapi kamu nutupin semuanya karena nggak tau harus cerita sama siapa lagi kan?" ucap Willy menatap lekat mata Rara.
"Aku nggak apa apa kok kak." ucap Rara yang sepontan langsung memeluk kakak iparnya itu.
"Kamu boleh nangis sesuka hati kamu di pundak kakak Ra, pundak kakak selalu ada buat kamu." ucap Willy sembari mengelus lembut rambut Rara yang sedang menangis sesenggukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Heni Yuhaeni
ko ada ya, suami sama mertua, ipar kaya gitu, tendang ja dari rumah, itu kan milik rara, termasukobil yg selalu bawa pelakor
2023-07-15
0
Shinta Dewiana
udah ra cerita aja....jangan bodoh
2023-06-21
0
Nurasiah Marpaung
cerita aja Ra jgn disimpan dlm hati nanti jadi penyalkit
2023-03-20
0