kingdom of the nusantara
Di sebuah kerajaan bernama Nusantara, ada seorang raja bernama Cayapata. Dia merupakan raja yang adil dan kuat, selalu menjaga rakyatnya dan tidak pernah takut pada musuhnya. Ia selalu mengayomi dan menjaga rakyatnya. Musuh yang melihatnya akan langsung gentar dan lari terbirit-birit. Rakyat yang mengikutinya akan aman dan sejahtera. Dia tidak pernah lupa akan sumpahnya untuk melindungi kerajaan Nusantara.
Di dalam kerajaan Nusantara, terlihat seorang raja yang sedang rebahan dengan tidak teratur. "Hei, setidaknya jagalah citramu di depan kami," ucap seorang panglima perang bernama Lucius. Dia berambut merah dengan wajah khas Barat. "Iya, Lucius. Benar, kau adalah seorang raja. Setidaknya jagalah citramu di depan kami berdua," sambung panglima Munding Hideung. Dia memiliki rambut sebahu berwarna hitam dan tubuh yang tegap.
"Buat apa toh kalian sahabatku juga?" jawab sang raja Cayapata. Mereka berdua hanya bisa menggeleng kepala mendengar raja mereka itu.
"Ngomong-ngomong, dimana Narapati?" tanya sang raja.
"Pangeran Narapati sedang berlatih bersama prajurit lainnya," jawab Lucius.
"Wah, padahal dia seorang pangeran tapi tetap berlatih dengan giat," puji Munding Hideung.
Mereka bertiga pun mengangguk mendengar perkataan Munding Hideung. Kemudian dengan bangga, Cayapata berkata, "Lihat dong, siapa ayahnya. Hehe," dia berkata dengan bangga sambil berpose aneh di singgasananya.
Kemudian Lucius berkata, "Hmm, apakah Pangeran Narapati itu benar-benar anakmu?"
Sang raja pun terkejut. "Hei, dia itu benar-benar anakku. Memangnya kenapa?" ucap sang raja.
"Bukankah sudah jelas kalian berbeda jauh? Rasanya Pangeran Narapati itu rajin, sedangkan kau..." Munding Hideung menghentikan ucapannya.
Lalu secara serentak mereka berkata, "MALAS!" Mereka tertawa setelah mengatakan itu. Cayapata terlihat kesal dengan ucapan mereka.
Dia pun mengejar mereka sehingga terjadi kejar-kejaran di aula istana. Kemudian dari pintu aula, muncul seorang prajurit yang melihat kejar-kejaran itu. "Errrrrr... Astaga, ini raja dan panglima yang tidak punya harga diri," batin si prajurit.
Lalu mereka bertiga menyadari keberadaan si prajurit itu dan tiba-tiba kembali memperbaiki citra mereka.
"Emm, kalau kalian masih ingin kejar-kejaran, saya akan keluar dulu," ucap penjaga itu dengan panik. "Tidak usah, sampaikan saja pesan yang ingin kau sampaikan," ucap Lucius.
Prajurit itu memberi tahu mereka bahwa di perbatasan ada utusan dari kerajaan Windland yang akan menghadiri upacara pelantikan raja baru.
Raja Cayapata pun setuju untuk menghadiri upacara tersebut. Ia pun mengajak Narapati untuk ikut serta dalam upacara pelantikan.
Keesokan harinya, mereka berangkat ke kerajaan Windland menggunakan Garuda.
Sesampainya di Windland, Garuda mereka diperbolehkan untuk memasuki kerajaan, tetapi dijaga ketat oleh pasukan elit Windland. Keluarga Cayapata disambut oleh penjaga Windland di gerbang masuk kerajaan. Mereka pun diantar oleh penjaga ke alun-alun kerajaan dan diberikan tempat VIP di sana. Tiba-tiba, ada kereta kuda mewah yang datang dengan diiringi oleh beberapa pasukan.
Kemudian terlihat lima orang keluarga keluar dari kereta tersebut. Ternyata, keluarga itu adalah keluarga kerajaan Windland.
"Para rakyatku yang kucintai, keluarga kerajaan, dan bangsawan yang sudah hadir, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kalian karena telah hadir dalam upacara ini," ucap Raja Windland.
"Perkenalkan, saya Theo Von Windland XII. Pada kesempatan ini, saya akan memberikan tahta saya kepada anak saya, yaitu Rafael," ucap Raja Theo dengan tegas sambil berbicara di batu sihir pengeras suara.
"Saya Rafael Von Windland, berjanji kepada Raja Theo dan para rakyatku untuk melindungi kerajaan ini dan memajukan negara ini sebagaimana tugas saya sebagai raja," ucap Rafael dengan tegas. Ia mengeluarkan pedang dari sarungnya dan mengarahkannya ke langit. Setelah pidato dan sumpah diucapkan, para tamu dipersembahkan hidangan di stan masing-masing.
Saat sedang menikmati makanan, Cayapata merasakan keberadaan yang berbahaya. Kemudian petir besar menyambar gerbang masuk, membuat para tamu panik dan melarikan diri.
Dengan cepat, Gaius sang panglima perang menyuruh pasukannya mengevakuasi para tamu. Lucius ikut membantu, sedangkan Munding Hideung mengawal Cayapata dan Narapati menuju tempat Garuda yang disimpan. Sesampainya di sana, mereka melihat Garuda beterbangan ke arah yang tidak terkendali.
Mereka bertiga tidak memiliki pilihan lain selain ikut berperang. Saat mereka tiba di medan perang, mereka bertiga bertarung dengan bersemangat. Munding Hideung tidak peduli dengan luka yang diterimanya dan terus membantai para monster itu. Cayapata menusuk segala yang ada di sekitarnya dengan tombak sihirnya, sedangkan Narapati yang berumur 13 tahun membantai para monster dengan pukulan dan sihir.
Saat sedang bertarung, tiba-tiba muncul sebuah portal besar berwarna coklat, diikuti dengan munc
ulnya sebuah kaki besar, berjari tiga, dan berwarna coklat. Semua orang kaget dan terkejut. Raja Theo pun berteriak, "Seluruh pasukan Windland yang berada di wilayah ini, berkumpul di alun-alun Windland secepatnya." Mereka segera mundur ke alun-alun.
Sesampainya di alun-alun, Raja Theo memerintahkan mereka bersiap-siap setelah memberikan arahan. Mereka membidik monster tersebut dan menyerangnya. Saat mereka bertiga akan membantu, seorang prajurit kerajaan Windland muncul dan memberitahu bahwa Garuda mereka sudah kembali dan raja mereka meminta maaf kepada para tamu. Para tamu diminta segera meninggalkan kerajaan karena situasi yang genting.
Raja Cayapata setuju dengan permintaan tersebut dan mengajak Narapati, Munding Hideung, dan Lucius untuk segera kembali ke kerajaan Nusantara. Mereka menaiki Garuda dan kembali ke kerajaan Nusantara. Namun, di perjalanan mereka dihadang oleh segerombolan naga seukuran burung Garuda mereka.
Melihat itu, Lucius menembaki mereka dengan sihir api, tetapi jumlahnya terlalu banyak. Munding Hideung memperlambat Garudanya. Mereka terkejut melihat tindakan Munding Hideung dan Lucius memanggilnya, "Munding Hideung, apa yang kau lakukan? Cepat kembali ke sini!" teriak Lucius.
Dengan lirih, Munding Hideung berkata, "Setidaknya sekarang aku bisa berguna bagi kalian dan juga kerajaan Nusantara." Munding Hideung berbalik menuju gerombolan naga, dan saat dia sampai di pertengahan, terjadi ledakan yang mengeluarkan kanuragan. Mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju kerajaan. Selama perjalanan, mereka merasa sedih meski tidak berbicara. Mereka merasakan kesedihan yang terpendam. Diam-diam, Cayapata mengeluarkan air mata, begitu pula dengan Lucius. Narapati yang menyadari keadaan hati mereka, segera mengencangkan Garuda dan melampaui mereka berdua.
Sesampainya di kerajaan Nusantara, mereka disambut dengan kepanikan. Pramesywari terlihat panik. Cayapata hanya bisa tersenyum. Melihat senyuman itu, Pramesywari menjadi bingung, namun saat melihat mereka bertiga, ia sepertinya mengerti apa yang terjadi.
Beberapa saat setelah sampai di kerajaan, Cayapata segera memerintahkan pasukan khusus yang dipimpin oleh Lucius. Sebelum Lucius pergi, Cayapata berkata, "Aku sudah kehilangan satu sahabatku. Jangan sampai aku kehilangan sahabat terakhirku." Lucius mengangguk mendengar perkataannya dan pergi.
------BERSAMBUNG------
༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ siapa yang naruh bawang di episode ku
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments